Imunitas Profesi dalam Perspektif Hukum Pidana
Utama

Imunitas Profesi dalam Perspektif Hukum Pidana

Upaya mengungkap pelanggaran etika juga menyangkut kepentingan masyarakat.

Muhammad Yasin
Bacaan 5 Menit

Penjelasan mengenai pasal itu pernah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada awal Mei lalu. Ia mengatakan pasal tersebut dimuat untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi pelaksana Perppu tersebut. Rumusan itu bukan pasal imunitas absolut. “Bila ada dugaan dan bukti korupsi yang merugikan negara, tetap dapat dituntut pidana korupsi oleh penegak hukum,” ujarnya Sri Mulyani, seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan.

Etika dan Hukum

Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda, menjelaskan bahwa hukum dan etika telah lama menjadi pusat perhatian di kalangan akademisi hukum. Secara garis besar para akademisi yang menganut aliran positivism (positivist) menempatkan etika sebagai supporting sistem hukum, dan tidak menjadikannya sebagai backbone utama hukum. Tetapi keberadaan etika memberi arah dan cita hukum yang dikehendaki. Efektivitas hukum tunduk pada sistem kekuasaan. Sebaliknya, kaum Naturalist memandang etika dan hukum sebagai satu kesatuan. Pelaksanaan kewajiban hukum yang menuntut penerapan sanksi akan berkurang kepastiannya.

Kini, menurut Chairul Huda, umumnya akademisi memandang etika dan hukum merupakan aturan tentang perilaku meskipun masing-masing cara kerjanya berbeda. “Kita mengakui hukum dan etika berjalan di ruang berbeda,” tegasnya.

Dalam perkembangannya, masalah etika dan hukum tak lagi berada dalam tataran filsafat, tetapi sudah masuk tataran praktis. Terutama jika dilihat pada kejahatan-kejahatan yang dilaksanakan oleh orang berpendidikan, terlatih, dan terorganisasi (economic crimes). Jika dalam kelompok profesi saling melindungi, maka kejahatan akan sulit terungkap. Kode etik profesi yang disepakati bersama sebenarnya dimaksudkan untuk menjadi ‘saringan’ utama, tetapi gagal menjalankan fungsinya. Ini berimbas pada pengujian etika profesi yang awalnya menjadi domain ‘pengadilan profesi’, mulai diuji oleh proses hukum, baik pidana maupun perdata.

(Baca juga: Sidang Advokat di PN Jaksel, JPU: Putusan Etik Beda dengan Peradilan Pidana).

Imunitas profesi bukan suatu barang baru di dunia hukum karena esensinya sejak dulu sudah berkembang lewat konsep spirit de corps yang diperkenalkan Napoleon Bonaparte (1769-1821). Konsep ini kemudian berkembang lewat pembentukan lembaga penegak disiplin atau etika di institusi penegak hukum. Dalam perkembangannya ada ketidakpuasan terhadap penyelesaian pelanggaran melalui mekanisme internal profesi. Mereka yang mengkritik mekanisme internal ini menuntut keadilan yang lebih substantive melalui proses hukum. Alhasil, muncul dua kutub terhadap imunitas profesi. Satu kubu melihat imunitas profesi sebagai bentuk pertahanan profesi (professional defence) dari intervensi hukum. Kubu lain melihatnya sebagai bentuk pertahanan sosial (social defence) untuk mendapatkan keadilan substansial yang lebih memadai akibat unprofessional conduct yang menimbulkan kerugian dan tidak dapat diungkap karena alasan teknis hukum.

Pertanyaan dasar dari kacamata pidana yang perlu dijawab adalah: dapatkan pelanggaran etika dijadikan sebagai dasar menentukan kesalahan pelaku kejahatan profesional?

Tags:

Berita Terkait