Implikasi UU PPSK terhadap Rahasia Bank
Kolom

Implikasi UU PPSK terhadap Rahasia Bank

Selain meningkatkan perlindungan data nasabah, ketentuan rahasia bank dalam UU PPSK ini mengakomodasi kepentingan yang lebih luas. Keberhasilannya bergantung pada pemahaman yang tepat, pengawasan yang ketat, dan pelaksanaan yang konsisten oleh semua pihak terkait. Jika berjalan dengan baik, peraturan ini akan meningkatkan kepercayaan nasabah.

Bacaan 7 Menit

Pertama adalah kesamaan persepsi mengenai konsep rahasia bank. Perbedaan pemahaman dapat menimbulkan masalah di lapangan. Terlebih, sekalipun tidak termasuk dalam definisi rahasia bank, ada berbagai rahasia lain yang juga harus dijaga oleh bank. Misalnya, UU Perbankan menyebutkan data dan informasi mengenai usaha bank yang disampaikan kepada OJK tidaklah diumumkan dan bersifat rahasia. Demikian pula halnya dengan laporan pemeriksaan dan laporan penugasan dalam rangka pengawasan oleh OJK.

Selain itu, ada berbagai ketentuan lain yang mewajibkan bank untuk menjaga kerahasiaan. Misalnya, POJK No.22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan dan PBI No.3 Tahun 2023 Tentang Perlindungan Konsumen Bank Indonesia. Kedua peraturan ini mewajibkan bank menjaga kerahasiaan dan keamanan data dan informasi konsumen baik perseorangan maupun korporasi. Sementara yang dimaksud dengan konsumen tidaklah dibatasi pada nasabah penyimpan saja, tetapi setiap orang yang memanfaatkan produk atau layanan bank.

Demikian pula halnya dengan Undang-Undang No.27 tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. Sebagai pelaku usaha yang mengendalikan data pribadi nasabahnya, bank juga tunduk pada ketentuan ini. Dalam melakukan pemrosesan data pribadi, bank sebagai pengendali data pribadi wajib menjaga kerahasiaan data pribadi. Ketentuan ini tidak membedakan status nasabah berdasarkan layanan yang diberikan bank, seperti misalnya apakah nasabah penyimpan atau peminjam.

Bank juga wajib memenuhi ketentuan yang ada ketika melakukan penyebarluasan atau pengungkapan data pribadi, misalnya memperoleh persetujuan dari subjek data. Sementara itu pengungkapan ini sendiri hanyalah satu bagian dari kegiatan yang lebih besar, yang disebut dengan pemrosesan data pribadi. Pemrosesan ini meliputi berbagai kegiatan mulai dari pengumpulan hingga pemusnahan data pribadi.

Dengan demikian, tidak semua yang harus dirahasiakan bank termasuk dalam kategori rahasia bank. Mempertegas perbedaan antara kedua jenis rahasia tersebut amat penting karena berdampak pada pengecualian yang diberikan dan sanksi atas pelanggaran yang terjadi. Termasuk juga lembaga yang berwenang menanganinya. Jika tidak dipahami dengan baik, maka dapat menimbulkan persoalan antara bank dan nasabahnya.

Kedua adalah prosedur dan standar pembukaan rahasia bank. Sekalipun rahasia bank diatur dalam UU Perbankan, ada berbagai undang-undang lain yang mengatur pengecualiannya. Misalnya, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur bahwa penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat meminta keterangan kepada bank. UU tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) mengatur kewenangan KPK meminta keterangan kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa. UU tentang narkotika mengatur kewenangan penyidik badan narkotika nasional mendapat keterangan dari bank tentang keadaan keuangan tersangka. Ada juga pengaturan lainnya, seperti dalam UU tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan UU tentang Transfer Dana.

RPOJK mengenai rahasia bank akan mengubah ketentuan yang berlaku saat ini. Salah satunya dengan memperjelas pengecualian atas rahasia bank. Karena ada banyak pengecualian, maka prosedur dan standar pembukaan informasi mengenai rahasia bank amat penting untuk diperhatikan. Seperti misalnya batasan informasi yang dapat dibuka, media pembukaan informasi, dan waktu yang dibutuhkan bank untuk membukanya.

Tags:

Berita Terkait