ICLA Sampaikan Keberatan atas RUU Persaingan Usaha
Utama

ICLA Sampaikan Keberatan atas RUU Persaingan Usaha

Salah satunya adalah mengenai wewenang KPPU dalam menangani perkara persaingan usaha tidak sehat.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

Di sisi lain, Asep juga mengkritik draft RUU Anti Monopoli yang memuat tentang irah-irah ‘Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa’. Padahal putusan KPPU pernah dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) dalam putusan No.03K/KPPU/2002, karena menggunakan irah-irah. Pertimbangannya didasarkan karena KPPU bukanlah lembaga peradilan dan pemeriksaan dilakukan bukan dalam rangka pro-justicia.

 

Selain itu, sebagai lembaga pelaksana KPPU tidak bisa menerbitkan peraturan untuk dirinya sendiri. KPPU seharusnya diatur oleh tingkat yang lebih tinggi seperti Peraturan Pemerintah (PP). Jika tidak, KPPU akan bertindak sebagai regulator merangkap eksekutor.

 

“Ini prinsip mendasar, sebenarnya KPPU lembaga pelaksana, seharusnya diatur oleh UU atau misalnya PP. Kenapa? Karena kalau diatur oleh KPPU sendiri akan memicu konflik, kok regulator merangkap sebagai eksekutor. Memang ada beberapa yang sudah diatur berdasarkan PP, cuma beberapa hal lainnya mengenai liniensi, kode etik, itu diatur oleh Peraturan Keapla KPPU, KPPU diatur dirinya sendiri, seharusnya dari luar,” tandasnya.

 

Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sutrisno Iwantono, mengatakan bahwa pihaknya meminta pemerintah untuk tak tergesa-gesa mengesahkan RUU Anti Monopoli. Hal ini dikarenakan masih banyaknya materi yang secara substansi belum memnuhi kondisi riil pelaku usaha dalam konteks untuk meningkatkan perekonomian nasional.

 

“RUU Persaingan Usaha sangat diperlukan guna menumbuhkan daya saing ekonomi nasional, tetapi apabila tidak pas justru akan kontra produktif bagi iklim usaha di Indonesia,” kata Iwan.

 

Beberapa hal yang menjadi keberatan dari kalangan pengusaha, terutama Apindo dan Kadin, pertama mengenai denda sebesar maksimum 25 persen dari nilai penjualan. Menurut Iwan, harusnya denda didasarkan pada illegal profit atau maksimum dua atau tiga kali dari illegal profit.

 

Kedua, mengenai sanksi rekomendasi pencabutan izin. Dalam konteks ini, kalangan pengusaha meminta aturan ini dihapus karena tidak sesuai dengan tujuan hukum persaingan usaha. Ketiga, adalah tentang denda sebesar 10 persen dari nilai denda yang harus dibayarkan oleh pelaku usaha jika ingin mengajukan keberatan.

Tags:

Berita Terkait