ICC: Suatu Tinjauan Politik dan Hukum
Kolom

ICC: Suatu Tinjauan Politik dan Hukum

Dalam dunia internasional, 11 April 2002 merupakan suatu tanggal bersejarah baru bagi perkembangan serta penegakan hukum internasional. Karena pada hari itu, sepuluh negara meratifikasi Rome Statute for International Criminal Court sekaligus. Jumlah ini menggenapkan negara yang telah meratifikasi Statuta ICC menjadi 60 negara. Ini berarti persyaratan pemberlakuan International Criminal Court (ICC) sudah terpenuhi.

Bacaan 2 Menit

International order muncul ketika sekelompok negara memiliki tujuan bersama (common interest) membentuk masyarakat internasional. Mereka menyusun sendiri aturan-aturan (rules) yang mengikat mereka dalam berhubungan antara satu dengan yang lain. Dalam kasus ini, pembentukan ICC adalah order dalam masyarakat internasional.

ICC dianggap sebagai sebuah order karena dibentuk oleh masyarakat internasional. Tujuannya, sebagai sarana penegakan hukum internasional dan penghormatan terhadap HAM serta pencegahan praktek impunity terhadap pelanggaran HAM berat oleh aktor negara-bangsa.

Common interest atau tujuan bersama sehingga negara-negara dunia membentuk sebuah masyarakat internasional untuk membahas permasalahan yang menjadi concern mereka, dalam hal ini adalah penegakan hukum internasional, penghormatan terhadap HAM serta pencegahan impunity terhadap pelanggaran HAM berat.

Konferensi Diplomatik PBB dalam rangka membentuk ICC di Roma, Italia, yang berhasil mengadopsi Statuta ICC merupakan pengejawantahan dari common interest masyarakat internasional.

Perihal rules, kepentingan bersama tidaklah lengkap bila tidak ada suatu guidance untuk mengatur perilaku negara sebagai anggota masyarakat internasional. Rules tersebut harus memiliki jangkauan luas dan menikmati status sebagai hukum internasional.

Pengadopsian Rome Statute for International Criminal Court pada Konferensi Diplomatik PBB tersebut adalah rules yang mengatur perilaku negara sebagai anggota masyarakat melalui mekanisme ratifikasi sehingga negara terikat ketentuan-ketentuan dalam Statuta ICC.  

Sedangkan institutions, anggota masyarakat internasional adalah negara-negara berdaulat yang tentunya mereka memiliki tanggungjawab atas efektifitas aturan yang mereka buat sendiri dan untuk merealisasikan tujuan-tujuan mereka. Dengan kata lain, negara adalah institutions utama dalam masyarakat internasional. Selain memiliki fungsi untuk merealisasikan tujuan, juga memiliki fungsi perlindungan (protection) terhadap rules dengan cara berkolaborasi dengan sesama anggota masyarakat internasional.

Dengan menggunakan institutions of international society--yang terdiri dari perimbangan kekuatan (balance of power), hukum internasional, mekanisme diplomatik, sistem manajerial dari kekuatan besar (great power) dan perang-- tidak bermaksud mencabut peran negara dalam menjalankan fungsi politiknya. Akan tetapi, merupakan seperangkat kebiasaan dan praktek yang dibentuk agar mampu merealisasikan tujuan-tujuan bersama.

Dari kesemuanya itu, hukum internasional merupakan pilihan dari masyarakat internasional dalam rangka melindungi dan merealisasikan tujuan-tujuan mereka.

Pengaruh ICC Sebagai International Order

Kedudukan ICC sebagai international order memiliki pengaruh terhadap pelanggaran HAM berat (gross violations of human rights). Pertama, pengaruh ICC terhadap hukum nasional.

Berdasarkan asas inherent (otomatis) dari ICC, negara-negara yang telah menjadi pihak dalam Statuta ICC tidak memerlukan perangkat tambahan seperti undang-undang untuk menyatakan dirinya telah terikat. Namun, beberapa negara memilih mekanisme konstitusional mereka untuk meratifikasi Statuta ICC.

Berbagai cara dilakukan oleh negara-negara tersebut untuk menjadikan ketentuan dalam Statuta ICC tidak bertentangan dengan konstitusi negara mereka--baik dengan cara melakukan amandemen konstitusi hingga melakukan pengadopsian ketentuan statuta dalam bentuk undang-undang nasional-- sehingga setelah proses tersebut, Statuta ICC yang merupakan ketentuan hukum internasional menjadi bagian dari hukum nasional.

Kedua, sekalipun ICC tidak dapat menerapkan yurisdiksinya kepada negara nonpihak (non state parties), secara nyata juga memiliki pengaruh. Negara nonpihak dapat bekerjasama dengan ICC dalam beberapa hal yang tercantum dalam ketentuan Pasal 12 Statuta ICC, yaitu bila pelanggaran HAM berat tersebut terjadi di atas kapal laut atau pesawat terbang yang didaftarkan atas nama negara nonpihak itu.

Juga apabila pelaku pelanggaran HAM berat adalah warga negaranya. Cara lain adalah melalui mekanisme yang dilakukan oleh DK PBB, di mana dapat melakukan pelimpahan wewenang kepada ICC bila satu atau lebih kejahatan yang tercantum dalam statuta telah terjadi. Karena, pelimpahan itu merupakan wewenang DK PBB yang bersifat mengikat dan dapat dipaksakan atas seluruh negara dan pelaksaan yurisdiksi mahkamah menjadi bagian dari wewenang tersebut.

Contoh nyata bahwa ICC memiliki pengaruh besar bagi negara nonpihak adalah ketika Amerika Serikat (AS) menolak untuk bekerjasama dalam upaya menjaga perdamaian melalui peace keeping operation jika ICC tidak memberikan kekebalan kepada pasukan perdamaian asal AS. Ini merupakan buntut dari ketidaksetujuan AS terhadap ICC.

Persoalan ini diakhiri dengan kompromi melalui Resolusi DK PBB Nomor 1422 (2002). Intinya, DK PBB meminta ICC untuk menunda penyelidikan dan penuntutan selama 12 bulan dan permintaan itu dapat diperbarui. Proposal yang diajukan AS,  yang mengutip ketentuan Pasal 16 Statuta ICC, mendapatkan kecaman dari negara-negara dan LSM internasional yang mendukung ICC.

Pernyataan yang tegas datang dari Kanada. DK PBB tidak berhak melakukan interpretasi terhadap Statuta ICC dan ICC yang memiliki legal personalities tersendiri belum memiliki hubungan dengan PBB yang disahkan melalui perjanjian.

Kompromi itu dapat menjadi preseden buruk bagi perkembangan ICC di masa yang akan datang sebagai lembaga peradilan yang bersifat independent dan impartial. Selain itu, dengan keberadaan ICC, para pemimpin atau penguasa harus berpikir panjang untuk membuat sebuah kebijakan atau melakukan tindakan yang dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat.

Tujuan pembentukan ICC adalah menghentikan praktek impunity terhadap pelaku pelanggaran HAM berat yang sering kali dilakukan oleh aktor negara-bangsa.  Mereka tidak dapat berlindung dibalik ketentuan nasional karena pelaku pelanggaran HAM berat musuh umat manusia.

Adalah kewajiban masyarakat internasional untuk mengejar menangkap, menahan, mengadili, serta menghukum mereka. Karenanya, dapat dikatakan bahwa ICC memiliki pengaruh sebagai penangkal (deterrent) terhadap praktek pelanggaran HAM berat.

Pada dasarnya, kehadiran ICC merupakan missing link setelah terbentuknya International Court of Justice (ICJ) yang hanya memiliki kewenangan terhadap perkara dengan negara sebagai subyeknya. Tetapi yang terpenting adalah kehadiran ICC merupakan bentuk perlawanan terhadap dominasi negara-negara besar, khususnya Amerika Serikat, dalam menyikapi isu pelanggaran HAM berat (gross violations of human rights).

 

Artikel ini adalah ringkasan Tesis Pasca Sarjana FISIP UI 2002 dari Bhatara Ibnu Reza dengan judul "International Criminal Court: Suatu Analisis Mengenai Order dalam Hubungan Intrenasional"

Tags: