Haris Azhar: Saya lelah tapi senang juga lihat respon publik
Wawancara Khusus

Haris Azhar: Saya lelah tapi senang juga lihat respon publik

Tim redaksi hukumonline.com bisa berbincang secara langsung dengan Haris Azhar, Selasa (9/08). Dalam kesempatan itu Haris membeberkan banyak hal terkait pengakuan Freddy.

Rofiq Hidayat | Ady Thea Dian Achmad
Bacaan 2 Menit

Sampai sekarang anda belum menemukan pledoi Freddy Budiman?

Sampai sekarang belum. Bayangkan kalau saya mendapatkan pledoi pada 2015, kira-kira apa yang terjadi, mungkin saya tidak akan meneruskan kasus Freddy ini. Atau dalam kesaksian itu saya akan tulis peldoinya dan putusannya itu tidak menunjukan apa yang disampaikan Freddy, mungkin saya sampaikan begitu.

Tidak ada akses itu menunjukan ada satu problem akut juga, yaitu informasi tidak tersedia di pengadilan. Plus ada tambahan, kenapa hanya putusan Freddy Budiman yang tidak ada dari semua putusan di tahun 2012 terkait narkoba. Ini sama anehnya kenapa tidak ada pemberitaan di media tentang proses persidangan Freddy Budiman.

Kenapa anda tertarik mendengar kesaksian Freddy Budiman, bukan yang lain?

Saya sebenarnya berkunjung ke Nusakambangan, kemudian saya mendapat kesaksian sangat bombastis. Orang mendebat wah itu penjahat, tukang mabuk. Saat LP Nusa Kambangan dipimpin pak Sitinjak, Freddy bersih karena kasur, TV, emas dibakar semua. Bangunan tambahan di luar kamar juga dibongkar.

Freddy Budiman waktu masuk Nusakambangan ditelanjangi dan lubang duburnya diperiksa dan ditemukan narkoba. Kemudian ini ada yang bantah, katanya kalau orang sudah menggunakan maka dia suka berhalusinasi. Pertanyaan ini harus diuji secara klinis. Itu hanya pernyataan BNN dan Mabes Polri.

Kedua, saya sudah menguji ke farmakolog. Justru orang yang menggunakan narkoba terlihat sehat. Sebab didalamnya ada zat yang bisa memicu jantung supaya segar. Kemudian, banyak yang coba membantah keterangan Freddy Budiman.

Niat saya awalnya tidak mengobrol dengan Freddy Budiman. Saya diundang rohaniawan dengan satu kunci kalimat “ada banyak kasus menarik di dalam penjara yang mungkin pak Haris perlu dengar. Kalau bisa dibantu ya dibantu.” Dalam kunjungan itu saya ketemu dengan Yusman Telaumbauna, anak yang divonis hukuman mati. Kalau menurut UU peradilan anak itu tidak boleh. Makanya kami urus persidangan PK.

Kemudian saya diminta mengobrol sama Freddy Budiman. Pelayan rohani di Nusakambangan, bu Yani menawarkan saya mengobrol dengan Freddy Budiman. Freddy datang bersama John Kei. Waktu itu saya mengalir saja, tidak ada keputusan mau menemui dia secara khusus. Jadi menurut saya tidak ada salahnya. Saat itu saksinya banyak ada pak Sitinjak duduk mendengarkan, bu Yani (pelayan rohani) dan temannya (Andreas), John Kei ikut mendengarkan juga.

Setelah menyebar informasi itu apa masih melakukan kontak dengan Istana Presiden?

Tidak. Nah sekarang, mungkin dia (Johan Budi) marah karena saya bocorkan ke media 4 hari setelah saya kontak dia. Tapi kan ini perkaranya besar. Hubungan pertemanan kami mungkin rusak, dia tidak percaya lagi ke saya, tapi kalau lihat hari ini dampaknya juga ada sisi baiknya, publik jadi tahu.

Waktu dihubungi Johan mengunakan telpon?

Lewat telpon.

Apakah ketika itu Freddy Budiman menyebut nama?

Tidak menyebut nama. Makanya ditengah waktu yang sempit saya tanya, anda pernah menulis ini tidak? Karena saya mengobrol di penjara, aturannya kan tidak boleh bawa rekaman. Saya apresiasi pak Sitinjak untuk menegakkan aturan ini, saya diperkenankan masuk tapi tidak boleh bawa rekaman.

Apakah terpikir di benak anda untuk menanyakan perihal nama-nama kepada Freddy Budiman?

Kepikiran, cuma saya harus ke LP Pasir Putih karena ada tiga lagi yang harus saya temui. Kalau sudah siang perahu untuk menyebrang terbatas.

Tim advokasi sudah mulai bergerak?

Iya. Selain itu banyak teman-teman lain mulai bergerak melakukan investigasi dan temuannya menarik semua. Jadi sekarang tidak hanya KontraS, ada koalisi masyarakat sipil yang berbagi peran mendalami informasi.

Sempat bertemu Kapolri, bagaimana perkembangannya?

Setelah tulisan saya itu dirilis Kamis malam, besoknya Kapolri bilang akan kirim Boy Rafli Amar. Sabtu, saya ketemu Boy Rafli secara informal, saya ceritakan apa adanya. Tapi kemudian hari Senin atau Selasa saya dilaporkan. Hari selasa pagi saya bertemu tim BNN secara informal, malamnya saya dapat kabar saya dilaporkan. Ini gimana sih, orang diajak ketemu tapi diaporkan.

Kasus saya tidak dihentikan tapi mereka minta saya agar kontributif. Tapi tidak apa-apa lah ini sudah resiko, pasti dipidana. Hari ini sudah colling down, tapi laporan itu tetap jalan. Mungkin bisa jadi terus investigasi, begitu selesai dia mau benturkan hasil investigasinya apapun itu tidak sesuai dengan kesaksian Freddy, saya tetap dipidana. Misalnya ujungnya tidak sesuai dengan keterangan Freddy, itu dijadikan dasar kesaksian itu bohong dan saya dinilai menyebarkan kesaksian yang tidak benar. Itu mungkin yang terjadi ke depan.

Pihak TNI juga sudah menghubungi, mereka sudah membuat tim.

Apa persiapan anda ke depan selain tim advokasi?

Sudah ada tim kuasa hukum, udah ada kajian hukum dari teman-teman PSHK dan yang lain. Kalau praktik kriminalisasi menggunakan UU ITE itu akan tumbuh sering. Dugaan saya terkait dengan isu narkoba dan kesaksian Freddy, itu mengafirmasi atau memverifikasi pikiran banyak orang.

Pasca saya keluarkan keterangan Freddy itu setiap saya bertemu orang pasti dia bercerita pengalamannya tentang apa yang dia tahu. Kemudian teman-teman koalisi membentuk posko. Satu hari posko itu dibuka sudah ada 17 laporan masuk, saya sendiri sudah dihubungi 4 atau 5 kali secara langsung minta bertemu. Jadi tulisan Freddy Budiman yang saya tulis, sebenarnya memverifikasi pikiran publik. Menariknya disitu, ternyata mulai banyak. Memang tidak semua kasus narkoba, tapi banyak laporan terkait keterlibatan aparat.

Pengacara Freddy Budiman ada berapa orang?

Ada 3 orang di sidang penuntutan di pengadilan. Dari ketiga itu tidak ada yang bisa ditemui. Saya sudah minta juga ke Peradi. Nama-nama pengacaranya itu Baron V Hani, SH; Aluisius Sulistyo, SH; Adhi H Wibowo, SH.

Perlahan, sekarang mulai terbuka. PPATK sebut ada Rp3,6 triliun aliran uang Freddy ke sejumlah pejabat negara. Kepala BNN, Budi Waseso, harus diakui dia paling progres, dia mengecek anggotanya ada yang dipecat terkait Freddy Budiman, tapi sayang tidak pernah dipublikasi, baru minggu lalu publikasnya.

Apa anda kapok setelah mempublikasikan pengakuan Freddy Budiman?

Tidak. Walau belakangan ini perasaan saya lelah tapi senang juga lihat respon publik. Dalam artian publik menyambut apa yang saya kerjakan. Senang juga melihat beberapa respon pejabat negara, DPR, BNN dan Polri mulai membuka diri. Ada perbedaan-perbedaan itu, tapi saya apresiasi respon yang mulai berubah. Presiden juga meski belum bicara tim investigasi tapi menurut saya dari awal harus ditindaklanjuti. Jadi respon awalnya dari berbagai pihak sudah OK. Tapi mari kami lihat ke depan. Orang bilang hati-hati, ini yang dilawan mafia narkoba, dan tetap waspada dan jaga diri.

Saya mendapat telpon dari Komisi 3 DPR, Arsul Sani. Bea cukai sampai sekarang belum ada responnya. Yang malu-malu itu Kementerian Hukum dan HAM, mereka buat tim tapi saya tidak tahu fokusnya kemana.

Banyak lembaga membentuk tim?

Sejumlah institusi sudah membentuk tim seperti Mabes Polri, Mabes TNI, BNN dan KemenkumHAM.

Ada kekhawatiran hasil invetigasi masing-masing lembaga itu bakal bentrok?

Ada. Saya khawatir hasil mereka hanya penertiban internal saja. Jadi tidak terlalu menggambarkan konektivitas antara lembaga itu. KontraS mendorong pemerintah membentuk satu tim independen yang isinya berbagai lembaga.

Tags:

Berita Terkait