Haris Azhar: Saya lelah tapi senang juga lihat respon publik
Wawancara Khusus

Haris Azhar: Saya lelah tapi senang juga lihat respon publik

Tim redaksi hukumonline.com bisa berbincang secara langsung dengan Haris Azhar, Selasa (9/08). Dalam kesempatan itu Haris membeberkan banyak hal terkait pengakuan Freddy.

Rofiq Hidayat | Ady Thea Dian Achmad
Bacaan 2 Menit
Koordinator Kontras Haris Azhar.
Koordinator Kontras Haris Azhar.

Pemerintah telah melaksanakan eksekusi terhadap terpidana mati gelombang ketiga. Dari 14 orang terpidana mati yang masuk daftar, hanya 4 orang yang dieksekusi pada akhir Juli 2016 yaitu Humphrey Ejike (Nigera), Seck Osmane (Senegal), Freddy Budiman (Indonesia) dan Michael Titus Igweh (Nigeria).

Kebijakan itu menuai pro dan kontra di masyarakat. Di tengah riuhnya perbincangan publik tentang eksekusi terhadap hukuman mati, ada peristiwa yang mencuri perhatian yaitu informasi yang disampaikan Koordinator KontraS, Haris Azhar, melalui media tentang pengakuan Freddy Budiman. Akibat informasi yang disampaikan itu, 3 lembaga pemerintah dan 1 ormas melaporkan Haris ke Bareskrim Polri.

Beruntung, tim redaksi hukumonline.com bisa berbincang secara langsung dengan Haris di kantor hukumonline.com di Jakarta, Selasa (9/08). Dalam kesempatan itu Haris membeberkan banyak hal terkait pengakuan Freddy. Berikut ini petikannya:

Bagaimana perasaan anda menjadi orang yang dibincangkan publik?

Perasaan di satu sisi, pikiran positifnya ini menjadi perhatian publik. Perhatian yang timbul cukup besar terutama dari media. Sekali lagi itu modal, perasaan senang bahwa publik mendukung mau mendiskusikan dan kasih perhatian untuk melihat sebuah masalah. informasi ini sebagai pemberitahuan bahwa negara ini masih ada masalah dalam pemberantasan narkoba.

Melihat respon beberapa institusi pemerintah, bahwa informasi yang anda sampaikan akan didalami?

Sebetulnya reaksi awal ketiga institusi pemerintah itu tidak cukup baik. Informasi yang saya berikan diangap sumir, tidak cukup. Dianggap hanya sebagai upaya pencemaran nama baik. Dianggap merusak institusi institusi tersebut. Tetapi ketika publik juga ikut bersuara, Istana Presiden juga bersuara, sejumlah tokoh juga besuara, ada perubahan sikap dari ketiga institusi tersebut.

Saya dilaporkan secara resmi. Ada empat pelaporan, dari pihak TNI, Polri, BNN, dan satu orang mengaku dari Pemuda Panca Marga.

Kalau saya melihatnya, sebetulnya ketiga institusi ini atau para pendukung institusi ini mereka sepertinya tidak terima ketika didiskusikan di publik. Padahal itu penting bagi mereka untuk mengambil informasi ini dan menindaklanjuti ke dalam institusinya maupun secara bersama-sama, karena soal mafia narkoba dari hulu ke hilir ada pembagian peran. Jadi kalau dihadapi sendiri-sendiri itu bagus, tapi kalau bersama-sama lebih bagus.

Selama ini Kontras sering memberikan laporan terkait modus mafia narkoba, kemudian tindak lanjutnya kurang memuaskan. Apakah ini menjadi momentum dari KontraS untuk melakukan dobrakan?

Kami memang ada beberapa kasus dan kami buat laporan ke Polisi terutama. Sejumlah kasus yang terkait dengan isu narkoba. Kami sudah tempuh prosedur umum dan responnya minim semua. Hasilnya otomatis juga minim. Jadi yang terakhir dengan kesaksian Freddy ini berbeda dengan kebiasaan yang biasa kami lakukan dengan pengalaman yang kami punya. Dan ini reaksinya ternyata lebih dahsyat. Saya kira ini dari sisi cara bukan dari sisi narkobanya. Jadi ini harusnya menjadi pembelajaran buat institusi negara. Bukan hanya soal bagaimana mereka menjaga supaya tidak bermain, tapi kalau ada laporan-laporan jangan dianggap remeh.

Kenapa saya angkat ke publik dan responnya sangat luar biasa, dugaan saya, apa yang KontraS alami dan publik alami sebelumnya, mereka tahu mereka lapor justru berbalik ke mereka, atau mereka yang menjadi korban. Jadi kami sedang mendefinisikan satu cara baru, dalam memaksa negara dalam mengambil tindakan yang lebih bertanggungjawab, untuk membersihkan oknum-oknum yang berlindung di balik kekuasaanya atau wewenangnya, sehingga mengakibatkan narkoba itu tidak terkoreksi itu dengan baik.

Apa yang menyebabkan anda menceritakan ini ke publik, atau ini cara terakhir?

Kesaksian itu bukan bukti, itu kesaksian dia (Freddy). Jadi gampangnya, pakai pendekatan pasal 184 KUHAP itu bisa masuk kategori petunjuk, dan petunjuk itu bisa apa saja. Jadi kesaksian itu harusnya dikomparasikan dengan sejumlah informasi yang lain. Kenapa baru dirilis 4 jam sebelum dieksekusi, saya punya alasan.

Pertama, ketika saya sudah mendengarkan kesaksian Freddy, saya pelajari profil Freddy. Dia bandit, bandar narkoba atau pemasok narkoba atau pemain tengah yang menghubungkan antara bandar yang mengkondisikan di level pejabat negara dan juga mendistribusikan ke bandar-bandar yang kelasnya lebih kecil. Jadi pemain tengah, saya menduga skill-nya itu. Buktinya dari dalam penjara tidak masalah, dan kehadiran fisik tidak penting, dia bisa mengatur itu semua.

Kedua, setelah mengetahui profil Freddy, saya mengikuti apa yang disampaikan oleh Freddy. Waktu saya untuk mengobrol dengan Freddy ketika itu terbatas. Saya biarkan dia bercerita mengalir. Saat saya berkesempatan untuk bicara, waktu sudah jam 2 siang. Kemudian saya tanya, cerita anda ini pernah ditulis apa belum? ada dimana? terus siapa lagi yang tahu?

Dia bilang, “coba saja bicara dengan kuasa hukum saya, atau cari di pledoi saya.” Dari dua petunjuk itu, begitu saya pulang ke Jakarta, saya coba telusuri pledoinya. Ada anak KontraS yang datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar). Ketika minta pledoinya, tidak diberikan oleh salah satu panitera disana. Tahun 2015 kami telusuri putusan pengadilan lewat website, tapi tidak ada.

Situasi saat itu pemerintah menghadapi konflik KPK-Polri. Dari situasi itu saya melihat bagaimana pemerintah kurang ajeg untuk bisa mengontrol konflik tersebut. Ketika itu saya berkeyakinan jika 'barang' ini dibawa ke pemerintah maka tidak akan dihiraukan. Jika di bawa ke Polri khawatirnya informasi yang ada ini akan dinilai memojokkan mereka. 

Ditambah pengalaman KontraS yang sudah mengirim surat tentang berbagai kasus mungkin ribuan kali. Hasilnya tidak ada solusi yang baik. Misalnya, dalam kasus narkoba, saya pernah mendapat laporan dari warga Sawah Besar yang menceritakan ada satu orang anak tidak pulang berhari-hari. Padahal ibunya sudah mencari ke berbagai kantor polisi. Ditemani KontraS, akhirnya anak itu ditemukan di kantor polisi yang ke-26 disambangi. Ternyata anak itu diambil polisi tanpa surat pemberitahuan ke orang tua. Ini contoh penanganan kasus yang tidak jelas.

Kemudian itu saya komparasikan dengan beberapa bahan. Saya dan beberapa teman di KontraS membaca beberapa putusan terkait 1,4 juta ekstasi. Ketika baca putusan peradilan militer Serma Supriyadi, putusan Akiong dan 3 orang lain di bawah Freddy ternyata banyak celah yang sebenarnya harus ditindaklanjuti. Misalnya, dalam putusan Serma Supriyadi oditur militernya bilang harus bongkar keterlibatan atasan Serma Supriyadi yang dari BAIS dan bekerja di Koperasi Kalta.

Dari berbagai pengalaman itu saya agak hopeless. Tapi ketika itu saya yakin kalau Freddy dieksekusi akan ada perhatian publik. Setelah menunggu beberapa kali gelombang eksekusi, Freddy dieksekusi pada gelombang 3. Saya mendapat informasi itu Senin, tapi belum ada keputusan resmi. Hari Selasa Jaksa Agung menyebut eksekusi dilakukan antara Kamis malam atau Jumat.

Senin sore itu saya minta ke KontraS supaya keterangan Freddy dirapikan. Pada saat bersamaan saya telpon Johan Budi. Kenapa Johan Budi, secara personal dia orang yang mau mendengar di tengah tertutupnya kuping para pejabat Jokowi. Singkatnya saya bilang “mas, tidak bisa itu si  Freddy Budiman dieksekusi”. Awalnya saya dikira mau menentang hukuman mati, saya bilang ini bukan pro atau kontra hukuman tapi muatan kesaksian orang yang akan dieksekusi. 

Saya ceritakan Freddy punya kesaksian, 3 tahun dia bekerja, 2011-2014 dia bilang pernah menyetor ke orang BNN yang jumlahnya kalau ditotal 450 miliar. Dia bilang juga demikian juga dengan polisi, itu 90 miliar kalau ditotal jumlahnya. Terus dia (Johan Budi) bilang, “wah ngeri banget,” saya bilang iya. Dia bilang, “saya akan coba bicara dengan Presiden.” Kenapa Johan Budi yang saya hubungi karena secara personal Johan Budi bisa diajak bicara. Selain itu pemerintahan hari ini tidak wellcome kepada saya. Johan masih mau angkat telpon saya per hari itu dan sebelumnya.

Ketiga, sampai hari menjelang eksekusi, saya cek handphone saya tidak ada lagi kontak dari Johan Budi. Padahal sebelumnya dia bilang “kalau nanti diminta Presiden menjelaskan bisa tidak?” Saya bilang bisa, walau saat itu saya di Palu, “jika diminta Presiden untuk memberi penjelasan saya ke Jakarta.” Sampai Rabu malam, tidak ada kontak dari Johan Budi.

Kamis pagi saya sempat tawarkan ke media online, saya menawarkan apakah mereka mau menaikan tulisan ini atau tidak. Saya juga jelaskan kalau tulisan naik ada potensi media anda diperkarakan ke dewan pers. Sampai Kamis sore media itu tidak memberi respon balik.

Akhirnya, saya kirim tulisan mengenai pengakuan Freddy itu kepada Johan Budi. Dalam dua menit dia langsung telpon saya dan bilang “mas Haris, saya belum ketemu Presiden, tapi saya sudah ketemu Jaksa Agung dan saya tanya eksekusi jadi atau tidak? kata Jaksa Agung tunggu saya lapor dulu ke Presiden.” Saya mengingatkan Johan Budi kalau eksekusinya nanti malam, ternyata Johan Budi tidak mengetahui itu.

Johan Budi bilang, “tadi saya lihat Presiden dan Jaksa Agung dalam satu forum tapi tidak melihat ada obrolan.” Saya katakan ke Johan Budi kalau dia harus bicara ke Presiden karena hanya dia yang bisa menghentikan eksekusi. Mengingat selama 4 hari sebelum eksekusi tidak ada kabarnya, Kamis jam 4 sore saya tidak mau gambling, bersama beberapa pengurus KontraS saya mengambil keputusan, informasi yang disampaikan Freddy ini disebar.

Saat itu ada yang bertanya apakah bang Haris siap dengan konsekuensinya? Saya bilang Insya Allah siap. Kami sebar informasi itu termasuk ke fanpage Facebook KontraS. Setelah itu, lebih dari sejam kemudian jubir BNN, Slamet Pribadi, telpon saya dan tanya “mas Haris itu tulisan anda apa bukan yang tersebar?” Saya bilang benar itu tulisan saya.

Kamis malam saya mendapat informasi dari Melanie Subono tentang foto tulisan pak B.J Habibie tentang eksekusi. Sampai akhirnya terjadi eksekusi pada malam itu. Maka kalau ada yang bilang saya tidak melakukan apa-apa ya tidak juga karena saya sudah melakukan apa-apa. Tapi kalau itu tidak mendapat responm ya begitulah adanya.

Kalau kami lihat 2014, kemudian berbagai pertimbangan. Apakah sudah mengkonfirmasi ke pengacara Freddy?

Pengacaranya sudah kami cari tapi tidak ketemu. Alamatnya di Karawaci Tangerang. Saya telpon 3 kali di hari yang berbeda sesuai dengan nomor yang tertera di internet. Saya cari nama dan kantornya. Saya telpon sampai hari ini tidak ada yang angkat, dan sampai hari ini pengacaranya tidak ada yang muncul. Polisi bilang pengacaranya sudah ketemu, itu pengacara ketika di penyidikan, tapi ketika proses persidangan pengacaranya ganti.

Sampai sekarang anda belum menemukan pledoi Freddy Budiman?

Sampai sekarang belum. Bayangkan kalau saya mendapatkan pledoi pada 2015, kira-kira apa yang terjadi, mungkin saya tidak akan meneruskan kasus Freddy ini. Atau dalam kesaksian itu saya akan tulis peldoinya dan putusannya itu tidak menunjukan apa yang disampaikan Freddy, mungkin saya sampaikan begitu.

Tidak ada akses itu menunjukan ada satu problem akut juga, yaitu informasi tidak tersedia di pengadilan. Plus ada tambahan, kenapa hanya putusan Freddy Budiman yang tidak ada dari semua putusan di tahun 2012 terkait narkoba. Ini sama anehnya kenapa tidak ada pemberitaan di media tentang proses persidangan Freddy Budiman.

Kenapa anda tertarik mendengar kesaksian Freddy Budiman, bukan yang lain?

Saya sebenarnya berkunjung ke Nusakambangan, kemudian saya mendapat kesaksian sangat bombastis. Orang mendebat wah itu penjahat, tukang mabuk. Saat LP Nusa Kambangan dipimpin pak Sitinjak, Freddy bersih karena kasur, TV, emas dibakar semua. Bangunan tambahan di luar kamar juga dibongkar.

Freddy Budiman waktu masuk Nusakambangan ditelanjangi dan lubang duburnya diperiksa dan ditemukan narkoba. Kemudian ini ada yang bantah, katanya kalau orang sudah menggunakan maka dia suka berhalusinasi. Pertanyaan ini harus diuji secara klinis. Itu hanya pernyataan BNN dan Mabes Polri.

Kedua, saya sudah menguji ke farmakolog. Justru orang yang menggunakan narkoba terlihat sehat. Sebab didalamnya ada zat yang bisa memicu jantung supaya segar. Kemudian, banyak yang coba membantah keterangan Freddy Budiman.

Niat saya awalnya tidak mengobrol dengan Freddy Budiman. Saya diundang rohaniawan dengan satu kunci kalimat “ada banyak kasus menarik di dalam penjara yang mungkin pak Haris perlu dengar. Kalau bisa dibantu ya dibantu.” Dalam kunjungan itu saya ketemu dengan Yusman Telaumbauna, anak yang divonis hukuman mati. Kalau menurut UU peradilan anak itu tidak boleh. Makanya kami urus persidangan PK.

Kemudian saya diminta mengobrol sama Freddy Budiman. Pelayan rohani di Nusakambangan, bu Yani menawarkan saya mengobrol dengan Freddy Budiman. Freddy datang bersama John Kei. Waktu itu saya mengalir saja, tidak ada keputusan mau menemui dia secara khusus. Jadi menurut saya tidak ada salahnya. Saat itu saksinya banyak ada pak Sitinjak duduk mendengarkan, bu Yani (pelayan rohani) dan temannya (Andreas), John Kei ikut mendengarkan juga.

Setelah menyebar informasi itu apa masih melakukan kontak dengan Istana Presiden?

Tidak. Nah sekarang, mungkin dia (Johan Budi) marah karena saya bocorkan ke media 4 hari setelah saya kontak dia. Tapi kan ini perkaranya besar. Hubungan pertemanan kami mungkin rusak, dia tidak percaya lagi ke saya, tapi kalau lihat hari ini dampaknya juga ada sisi baiknya, publik jadi tahu.

Waktu dihubungi Johan mengunakan telpon?

Lewat telpon.

Apakah ketika itu Freddy Budiman menyebut nama?

Tidak menyebut nama. Makanya ditengah waktu yang sempit saya tanya, anda pernah menulis ini tidak? Karena saya mengobrol di penjara, aturannya kan tidak boleh bawa rekaman. Saya apresiasi pak Sitinjak untuk menegakkan aturan ini, saya diperkenankan masuk tapi tidak boleh bawa rekaman.

Apakah terpikir di benak anda untuk menanyakan perihal nama-nama kepada Freddy Budiman?

Kepikiran, cuma saya harus ke LP Pasir Putih karena ada tiga lagi yang harus saya temui. Kalau sudah siang perahu untuk menyebrang terbatas.

Tim advokasi sudah mulai bergerak?

Iya. Selain itu banyak teman-teman lain mulai bergerak melakukan investigasi dan temuannya menarik semua. Jadi sekarang tidak hanya KontraS, ada koalisi masyarakat sipil yang berbagi peran mendalami informasi.

Sempat bertemu Kapolri, bagaimana perkembangannya?

Setelah tulisan saya itu dirilis Kamis malam, besoknya Kapolri bilang akan kirim Boy Rafli Amar. Sabtu, saya ketemu Boy Rafli secara informal, saya ceritakan apa adanya. Tapi kemudian hari Senin atau Selasa saya dilaporkan. Hari selasa pagi saya bertemu tim BNN secara informal, malamnya saya dapat kabar saya dilaporkan. Ini gimana sih, orang diajak ketemu tapi diaporkan.

Kasus saya tidak dihentikan tapi mereka minta saya agar kontributif. Tapi tidak apa-apa lah ini sudah resiko, pasti dipidana. Hari ini sudah colling down, tapi laporan itu tetap jalan. Mungkin bisa jadi terus investigasi, begitu selesai dia mau benturkan hasil investigasinya apapun itu tidak sesuai dengan kesaksian Freddy, saya tetap dipidana. Misalnya ujungnya tidak sesuai dengan keterangan Freddy, itu dijadikan dasar kesaksian itu bohong dan saya dinilai menyebarkan kesaksian yang tidak benar. Itu mungkin yang terjadi ke depan.

Pihak TNI juga sudah menghubungi, mereka sudah membuat tim.

Apa persiapan anda ke depan selain tim advokasi?

Sudah ada tim kuasa hukum, udah ada kajian hukum dari teman-teman PSHK dan yang lain. Kalau praktik kriminalisasi menggunakan UU ITE itu akan tumbuh sering. Dugaan saya terkait dengan isu narkoba dan kesaksian Freddy, itu mengafirmasi atau memverifikasi pikiran banyak orang.

Pasca saya keluarkan keterangan Freddy itu setiap saya bertemu orang pasti dia bercerita pengalamannya tentang apa yang dia tahu. Kemudian teman-teman koalisi membentuk posko. Satu hari posko itu dibuka sudah ada 17 laporan masuk, saya sendiri sudah dihubungi 4 atau 5 kali secara langsung minta bertemu. Jadi tulisan Freddy Budiman yang saya tulis, sebenarnya memverifikasi pikiran publik. Menariknya disitu, ternyata mulai banyak. Memang tidak semua kasus narkoba, tapi banyak laporan terkait keterlibatan aparat.

Pengacara Freddy Budiman ada berapa orang?

Ada 3 orang di sidang penuntutan di pengadilan. Dari ketiga itu tidak ada yang bisa ditemui. Saya sudah minta juga ke Peradi. Nama-nama pengacaranya itu Baron V Hani, SH; Aluisius Sulistyo, SH; Adhi H Wibowo, SH.

Perlahan, sekarang mulai terbuka. PPATK sebut ada Rp3,6 triliun aliran uang Freddy ke sejumlah pejabat negara. Kepala BNN, Budi Waseso, harus diakui dia paling progres, dia mengecek anggotanya ada yang dipecat terkait Freddy Budiman, tapi sayang tidak pernah dipublikasi, baru minggu lalu publikasnya.

Apa anda kapok setelah mempublikasikan pengakuan Freddy Budiman?

Tidak. Walau belakangan ini perasaan saya lelah tapi senang juga lihat respon publik. Dalam artian publik menyambut apa yang saya kerjakan. Senang juga melihat beberapa respon pejabat negara, DPR, BNN dan Polri mulai membuka diri. Ada perbedaan-perbedaan itu, tapi saya apresiasi respon yang mulai berubah. Presiden juga meski belum bicara tim investigasi tapi menurut saya dari awal harus ditindaklanjuti. Jadi respon awalnya dari berbagai pihak sudah OK. Tapi mari kami lihat ke depan. Orang bilang hati-hati, ini yang dilawan mafia narkoba, dan tetap waspada dan jaga diri.

Saya mendapat telpon dari Komisi 3 DPR, Arsul Sani. Bea cukai sampai sekarang belum ada responnya. Yang malu-malu itu Kementerian Hukum dan HAM, mereka buat tim tapi saya tidak tahu fokusnya kemana.

Banyak lembaga membentuk tim?

Sejumlah institusi sudah membentuk tim seperti Mabes Polri, Mabes TNI, BNN dan KemenkumHAM.

Ada kekhawatiran hasil invetigasi masing-masing lembaga itu bakal bentrok?

Ada. Saya khawatir hasil mereka hanya penertiban internal saja. Jadi tidak terlalu menggambarkan konektivitas antara lembaga itu. KontraS mendorong pemerintah membentuk satu tim independen yang isinya berbagai lembaga.

Tags:

Berita Terkait