Hak Pemeliharaan Anak, Piala Bergilir? (Superior Orang Tua Vs Evolving Capacity Anak)
Oleh: Muhammad Joni*)

Hak Pemeliharaan Anak, Piala Bergilir? (Superior Orang Tua Vs Evolving Capacity Anak)

Hotline Service Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menerima sejumlah pengaduan perebutan anak. Bukan hanya dari kalangan kelas menengah-bawah, tetapi juga dari kelas ekonomi atas. Sebagian diantaranya selebritis dan tokoh yang dikenal publik.

Bacaan 2 Menit

 

Lebih lanjut bahwa pasal 5 KHA menentukan peran orang tua, yakni: memberikan pengarahan (direction) dan panduan (guidance)  guna pelaksanaan hak anak dalm KHA, sesuai dengan perkembangan kemampuan anak (evolving capacities of the child). Dengan demikian, pasal 5 KHA, mengusung konsep orang tua (parent), dan konsep responsibilities  for their child.

 

Dalam Implementation Handbook of CRC, pasal 5 KHA menjelaskan esensi  parental direction and guidance adalah tidak tak terbatas.  Ini mesti dipahami secara konsisten dengan evolving capacitities of the child. Untuk melaksanakan peran orang tua ini, maka negara peserta (state party)  mengupayakan hal terbaik agar prinsip bahwa kedua orang tua (ibu dan bapak) memikul tanggungjawab bersama untuk membesarkan dan mengembangkan anak.

 

Konsep evolving capacities dari anak adalah satu dari konsep penting KHA yang mengakui dalam perkembangan anak menjadi orang dewasa yang independen mesti dengan penghormatan dan pemajuan masa kanak-kanak.

 

Menurut The Manual on Human Rights Reporting (1977), memberikan keterkaitan antara evolving capacities anak dengan pasal 12 (hak membentuk pandangan sendiri – own views the right to express those view freely) dan pasal 13 KHA (hak secara bebas menyatakan pendapat =  right to freedom of expression).

 

Dalam hal pentingnya unifikasi anak dengan orang tuanya, secara eksplisit pasal 9 ayat 3 KHA menentukan bahwa  Negara menjamin hak anak yang terpisah dari orang tuanya (separated children) untuk mempertahankan hubungan pribadi  (personal relations) dan hubungan langsung (direct contact) secara tetap dengan orang tuanya.  Itulah sebabnya mengapa anak yang dipenjara sekalipun tidak boleh diputuskan silaturrahmi dengan keluarganya.

 

Memang, KHA memberikan porsi yang leluasa bagi anak dalam berpendapat sebagai person yang bukan mutlak dalam penguasaan opini orang tua.   Pikiran dan pendapat anak diakui, diapresiasi, dan tidak absah  terjajah dari  absolutnya pendapat orang tua atau orang dewasa. Yang belum tentu terbaik bagi anak. Apalagi pendapat yang lahir dalam perseteruan dan perlawanan.

 

Karena itu dalam Pasal 12 KHA, semua pihak mesti menjamin hak anak berpendapat (opinion of the child) dan pandangan anak (view of the child) secara bebas dalam segala masalah (all matters).  Namun pandangan anak itu bukan dikelolanya sendiri secara supra liberal, namun pemberian hak berpendapat yang bebas dan tidak terjajah itu dilaksanakan dengan  mempertimbangkan  2 kriteria kembar (twin criteria), yakni: umur (age) dan  kematangan anak (maturity).

 

Apakah orang tua anak mesti berkualitas dan berkemampuan mengarahkan anak? Integritas fisik dan psikis serta pikiran anak tergantung pula secara signifikan dari kapasitas orang tua.  Dalam suasana dan alam pikiran seperti itulah maka pasal 14 ayat 2 KHA, melegalisasi norma yang menghormati hak dan kewajiban orang tua dalam memberikan pengarahan kepada anak (provide direction the child).  Maksudnya? Kualitas orang tua menentukan bobot dan arah serta perilaku orang tua dalam menerapkan hak-hak anak sesuai dengan perkembangan kemampuan  anak (evolving capacities of the child).

 

Bahkan, bukan saja atas ibu saja ataupun ayah saja. Secara berimbang dan setara kedua orang tua (ayah dan ibu) bertangungjawab secara sama. Tidak berarti ayah  dianggap tidak cakap dalam menjalankan peran orang tua. Inilah esensi dari Pasal 18 KHA, yang menegaskan bahwa kewajiban dan tanggungjawab kedua orang tua (both parent) yakni ibu dan bapak  secara bersama-sama– untuk membesarkan dan mengembangkan anak.

 

Dari perspektif KHA mengenai kedudukan dan tanggungjawab orang tua atas anak, maka terbantahlah pandangan yang tergesa-gesa mengeliminir peran orang tua. Pemberian hak anak bukan berarti membebaskan orang tua dari pengarahan dan panduan kepada anak. Sebaliknya, anak tidak secara bebas menjalani segenap haknya, namun diarahkan dan mempertimbangkan proses alamiah anak menuju evolving capacities-nya. 

 

Tak lagi tepat pandangan yang memposisikan anak sebagai property, piala bergilir, dan mengangkangi hak privasi serta hak berpendapat anak. Bahkan, Kahlil Gibran lebih ektrem memperingatkan orang tua: Anakmu bukan milikmu, mereka adalah putra-putri kehidupan.

 

*) Penulis adalah Ketua Komisi Hukum dan Advokasi pada Komnas Perlindungan Anak; bekerja sebagai advokat, dan Pengajar FISIP Universitas Nasional

Tags: