Hak Pemeliharaan Anak, Piala Bergilir? (Superior Orang Tua Vs Evolving Capacity Anak)
Oleh: Muhammad Joni*)

Hak Pemeliharaan Anak, Piala Bergilir? (Superior Orang Tua Vs Evolving Capacity Anak)

Hotline Service Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menerima sejumlah pengaduan perebutan anak. Bukan hanya dari kalangan kelas menengah-bawah, tetapi juga dari kelas ekonomi atas. Sebagian diantaranya selebritis dan tokoh yang dikenal publik.

Bacaan 2 Menit

 

Tercederainya proses alamiah evolusi kapasitas anak patut dicemaskan.  Akibatnya, kepentingan terbaik bagi anak akan  tersisihkan, esensi perlindungan hak anak menjadi buram. Antara lain hak tumbuh dan kembang dengan wajar, hak atas privasi anak, hak mengemukakan pendapat dan pendangan sendiri, hak bersatu dengan keluarga, hak atas informasi yang sehat dan tidak vulgar.

 

Kualitas orang tua

Seperti apakah  kewajiban  dan  tanggungjawab  orang tua  melindungi anak dalam perspektif Konvensi PBB tentang Hak Anak? Ada yang beranggapan sumir dan prejudice bahwa nilai dan norma dalam Konvensi PBB tentang Hak Anak adalah produk berorientasi barat yang menegasikan peran orang tua.

 

Pendapat  alakadarnya yang tergopoh-gopoh mencap hak-hak anak sebagai pemikiran Barat-Liberal dan belum cocok dengan nilai-nilai domestik, yang memberikan superioritas kekuasaan orang tua atas anaknya. Anak dianggap tak ubah bagai property milik orang tua yang bisa diperlakukan semena-mena, dipindahtangankan, dan  diperebutkan – tanpa mempertimbangkan integritas fisik dan mental  serta pikiran anak.

 

Bahkan, dalam pandangan sebagian masyarakat lokal di Nusa Tenggara misalnya, pukulan dan kekerasan dianggap biasa jika dilakukan pada anak dengan dalih pendidikan dan pembinaan.  Menurut satu studi,  disana dikenal pepatah yang diamini kebenarannya, di ujung rotan ada emas.

 

Rotan biasa dipakai untuk memukul dan melibas orang ataupun hewan.  Namun rotan itu bukan saja diekspresikan dalam arti sebenarnya. Rotan bisa pula tamsil dari perlakukan kekerasan psikis dan pencideraan integritas mentalitas dan pikiran anak.  Karena dalam standar/komitmen  universal, seperti dalam The Beijing Declaration yang menisbahkan kekerasan mencakup fisik, kekerasan psikis (mental dan pikiran), dan kekerasan seksual.

 

Kembali kepada pandangan alakadarnya mengenai hak-hak anak sebagai legitimasi nilai dan norma liberal.  Ternyata, secara normatif, Konvensi Hak Anak (KHA) memposisikan peran penting dan strategis dari orang tua (parent) dalam memastikan  realisasi hak-hak anak.  Dalam KHA, beberapa pasal relevan dengan isu ini, yakni pasal 5, 9, 12, 14, 18.

 

Cermatilah pasal 5 KHA yang menghormati tanggungjawab, hak, dan kewajiban orang tua atas anaknya.  Bahkan,  term orang tua diperluas sebagai keluarga besar (extended family) atau komunitas yang disediakan dalam adat setempat, wali ataupun orang-orang lain yang secara hukum yang bertanggungjawab atas anak.

Halaman Selanjutnya:
Tags: