Guru Besar FH Unair Ini Sebut UU Arbitrase dan APS Perlu Diganti
Utama

Guru Besar FH Unair Ini Sebut UU Arbitrase dan APS Perlu Diganti

Menurut Prof. Sogar Simamora, materi antara arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa seyogyanya diatur dalam UU yang terpisah. Mengingat konsep arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa mempunyai karakteristik berbeda secara kelembagaan, prosedur, putusan, dan lain-lain.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit

“Karena konsep arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa mempunyai karakteristik berbeda secara kelembagaan, prosedur, putusan, dan lain-lain. Menurut hemat, materi antara arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa seyogyanya diatur dalam UU terpisah. Tidak boleh begini terus. Karena itu, UU 30/1999 perlu diganti dengan UU baru yaitu UU Arbitrase dan UU Alternatif Penyelesaian Sengketa. Yang melakukan praktik di APS khususnya mediasi, peraturannya tidak semata Peraturan MA, tapi ada dalam bentuk UU. Diperlukan sinergi untuk UU Arbitrase dan APS ini,” kata Prof Sogar.

Praktik Mediasi di Indonesia

Peneliti dan Mediator IICT (Indonesian Institute for Conflict Transformation) Fakultas Hukum Universitas Indonesia Lita Arijati dalam acara kerja sama FH Unair dengan Asosiasi Akademisi dan Praktisi Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Indonesia (AAPA-APSI) ini menyampaikan penyelesaian sengketa secara damai sudah dikenal sejak lama termasuk pada berbagai masyarakat adat Indonesia maupun masyarakat tradisional di berbagai negara.

Hukumonline.com

Ketua Pusat Mediasi Nasional Fahmi Shahab, Peneliti dan Mediator IICT FH UI Lita Arijati, Senior Partner AHP Eri Hertiawan dalam Konferensi Nasional I Hukum Arbitrase dan APS.  

Ketidakpuasan terhadap penyelesaian sengketa di pengadilan tampaknya menjadi pendorong bagi masyarakat menempuh alternatif penyelesaian sengketa. Di pengadilan prosesnya memakan waktu yang lama, biaya yang cukup tinggi, sampai dengan adanya pihak yang kalah dan pihak yang menang.

“Penyelesaian sengketa secara damai dipilih sebagai upaya lain. Upaya penyelesaian sengketa yang berakar pada berbagai masyarakat tradisional, para pihak dalam prosesnya tidak saling bermusuhan, memungkinkan untuk dapat melibatkan pihak lain baik langsung terkait maupun tidak langsung terkait sengketa, serta memungkinkan mencapai hasil akhir yang win-win solution (seperti melalui mediasi).”

Mahkamah Agung RI (MA) dalam hal ini sudah bersikap progresif dengan menerbitkan sejumlah aturan terkait mediasi. Seperti SEMA No. 1 tahun 2002 Tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai (Eks Pasal 130 HIR/154 RBg); PERMA No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan; PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan; PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan; dan PERMA No. 3 Tahun 2022 tentang Mediasi di Pengadilan secara Elektronik.

Ketua Pusat Mediasi Nasional, Fahmi Shahab, memandang masih terbuka sejumlah ruang untuk perbaikan dalam praktik mediasi di Indonesia. Beberapa diantaranya peningkatan kualitas regulasi yang memerlukan monitoring dan pembaruan; pelaksanaan administrasi seputar media berbasis IT diperluas; sosialisasi mediasi kepada pemangku kepentingan di sektor pemerintah ditingkatkan; dan lain sebagainya.

Tags:

Berita Terkait