UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase dan APS) akan segera menginjak usia ke-25 tahun pada Agustus mendatang. Sampai saat ini terdapat beberapa pihak yang berupaya mendorong pemerintah segera merevisi UU tersebut, namun belum kunjung membuahkan hasil.
“UU 30/1999 ini ‘enaknya’ diapakan ya? Diubah atau diganti? Wacana yang sampai hari ini terus berkembang pada umumnya adalah perubahan. Saya lebih ekstrim, bukan sekedar diubah, tapi diganti dengan yang baru,” ucap Guru Besar FH Unair sekaligus Arbiter Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Prof. Dr. Y. Sogar Simamora dalam Konferensi Nasional I Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyeselaian bertajuk "25 Tahun UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbiitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa” di Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH Unair), Selasa (2/7/2024).
Baca Juga:
- Melihat Prosedur Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase
- Pertimbangkan Hal Ini Sebelum Pilih Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase
- Alasan di Balik Arbitrase Asing Jadi Pilihan Pelaku Bisnis
Menurutnya, substansi dalam UU ini tidak selaras dengan judul yang diberikan yakni “Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa”. Sebab, substansi yang termuat khususnya mengenai Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak diatur jelas dan tidak lengkap dalam UU 30/1999.
Sekalipun dilakukan pembaharuan terhadap UU ini, maka UU 30/1999 sepatutnya mengacu pada UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU KK). Sebab, sejumlah pasal di dalamnya mengandung unsur arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa di samping adanya persinggungan tupoksi.
“Harus mengacu pada UU KK. Ingat ya, lembaga arbitrase itu sesungguhnya melaksanakan fungsi seperti hakim sekalipun dia bukan hakim. Mengapa? Karena arbiter itu memeriksa, mengadili, dan memutus. Kalau sudah buat putusan lalu apa tujuannya? Supaya bisa dieksekusi. Ini ada beberapa pasal (dalam UU KK yang memuat unsur mengenai Arbitrase dan APS) yang mengatur.”
Beberapa pasal yang dimaksud termasuk Pasal 58, Pasal 59 ayat (1), Pasal 60 ayat (1), sampai dengan Pasal 61 UU KK. Akademisi FH Unair yang juga merupakan Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Keperdataan (APHK) itu merujuk Pasal 61 UU KK yang menengarai ketentuan mengenai arbitrase dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, Pasal 59, dan Pasal 60 diatur dalam UU. Artinya, bila sejalan konsisten dengan frasa ‘diatur dalam UU’ bermakna diatur dalam satu UU. Berbeda halnya dengan frasa ‘diatur dengan UU’ yang memungkinkan UU berbeda.