Guru Besar FH Unair Ini Sebut UU Arbitrase dan APS Perlu Diganti
Utama

Guru Besar FH Unair Ini Sebut UU Arbitrase dan APS Perlu Diganti

Menurut Prof. Sogar Simamora, materi antara arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa seyogyanya diatur dalam UU yang terpisah. Mengingat konsep arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa mempunyai karakteristik berbeda secara kelembagaan, prosedur, putusan, dan lain-lain.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit
Guru Besar FH Unair Prof. Dr. Y. Sogar Simamora (kanan) bersama narasumber lain dalam Konferensi Nasional I Hukum Arbitrase dan APS bertajuk '25 Tahun UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS' di FH Unair, Selasa (2/7/2024). Foto: Istimewa
Guru Besar FH Unair Prof. Dr. Y. Sogar Simamora (kanan) bersama narasumber lain dalam Konferensi Nasional I Hukum Arbitrase dan APS bertajuk '25 Tahun UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS' di FH Unair, Selasa (2/7/2024). Foto: Istimewa

UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase dan APS) akan segera menginjak usia ke-25 tahun pada Agustus mendatang. Sampai saat ini terdapat beberapa pihak yang berupaya mendorong pemerintah segera merevisi UU tersebut, namun belum kunjung membuahkan hasil.

“UU 30/1999 ini ‘enaknya’ diapakan ya? Diubah atau diganti? Wacana yang sampai hari ini terus berkembang pada umumnya adalah perubahan. Saya lebih ekstrim, bukan sekedar diubah, tapi diganti dengan yang baru,” ucap Guru Besar FH Unair sekaligus Arbiter Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Prof. Dr. Y. Sogar Simamora dalam Konferensi Nasional I Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyeselaian bertajuk "25 Tahun UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbiitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa” di Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH Unair), Selasa (2/7/2024).

Baca Juga:

Menurutnya, substansi dalam UU ini tidak selaras dengan judul yang diberikan yakni “Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa”. Sebab, substansi yang termuat khususnya mengenai Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak diatur jelas dan tidak lengkap dalam UU 30/1999.

Sekalipun dilakukan pembaharuan terhadap UU ini, maka UU 30/1999 sepatutnya mengacu pada UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU KK). Sebab, sejumlah pasal di dalamnya mengandung unsur arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa di samping adanya persinggungan tupoksi.

“Harus mengacu pada UU KK. Ingat ya, lembaga arbitrase itu sesungguhnya melaksanakan fungsi seperti hakim sekalipun dia bukan hakim. Mengapa? Karena arbiter itu memeriksa, mengadili, dan memutus. Kalau sudah buat putusan lalu apa tujuannya? Supaya bisa dieksekusi. Ini ada beberapa pasal (dalam UU KK yang memuat unsur mengenai Arbitrase dan APS) yang mengatur.”

Beberapa pasal yang dimaksud termasuk Pasal 58, Pasal 59 ayat (1), Pasal 60 ayat (1), sampai dengan Pasal 61 UU KK. Akademisi FH Unair yang juga merupakan Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Keperdataan (APHK) itu merujuk Pasal 61 UU KK yang menengarai ketentuan mengenai arbitrase dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, Pasal 59, dan Pasal 60 diatur dalam UU. Artinya, bila sejalan konsisten dengan frasa ‘diatur dalam UU’ bermakna diatur dalam satu UU. Berbeda halnya dengan frasa ‘diatur dengan UU’ yang memungkinkan UU berbeda.

“Karena konsep arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa mempunyai karakteristik berbeda secara kelembagaan, prosedur, putusan, dan lain-lain. Menurut hemat, materi antara arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa seyogyanya diatur dalam UU terpisah. Tidak boleh begini terus. Karena itu, UU 30/1999 perlu diganti dengan UU baru yaitu UU Arbitrase dan UU Alternatif Penyelesaian Sengketa. Yang melakukan praktik di APS khususnya mediasi, peraturannya tidak semata Peraturan MA, tapi ada dalam bentuk UU. Diperlukan sinergi untuk UU Arbitrase dan APS ini,” kata Prof Sogar.

Praktik Mediasi di Indonesia

Peneliti dan Mediator IICT (Indonesian Institute for Conflict Transformation) Fakultas Hukum Universitas Indonesia Lita Arijati dalam acara kerja sama FH Unair dengan Asosiasi Akademisi dan Praktisi Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Indonesia (AAPA-APSI) ini menyampaikan penyelesaian sengketa secara damai sudah dikenal sejak lama termasuk pada berbagai masyarakat adat Indonesia maupun masyarakat tradisional di berbagai negara.

Hukumonline.com

Ketua Pusat Mediasi Nasional Fahmi Shahab, Peneliti dan Mediator IICT FH UI Lita Arijati, Senior Partner AHP Eri Hertiawan dalam Konferensi Nasional I Hukum Arbitrase dan APS.  

Ketidakpuasan terhadap penyelesaian sengketa di pengadilan tampaknya menjadi pendorong bagi masyarakat menempuh alternatif penyelesaian sengketa. Di pengadilan prosesnya memakan waktu yang lama, biaya yang cukup tinggi, sampai dengan adanya pihak yang kalah dan pihak yang menang.

“Penyelesaian sengketa secara damai dipilih sebagai upaya lain. Upaya penyelesaian sengketa yang berakar pada berbagai masyarakat tradisional, para pihak dalam prosesnya tidak saling bermusuhan, memungkinkan untuk dapat melibatkan pihak lain baik langsung terkait maupun tidak langsung terkait sengketa, serta memungkinkan mencapai hasil akhir yang win-win solution (seperti melalui mediasi).”

Mahkamah Agung RI (MA) dalam hal ini sudah bersikap progresif dengan menerbitkan sejumlah aturan terkait mediasi. Seperti SEMA No. 1 tahun 2002 Tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai (Eks Pasal 130 HIR/154 RBg); PERMA No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan; PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan; PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan; dan PERMA No. 3 Tahun 2022 tentang Mediasi di Pengadilan secara Elektronik.

Ketua Pusat Mediasi Nasional, Fahmi Shahab, memandang masih terbuka sejumlah ruang untuk perbaikan dalam praktik mediasi di Indonesia. Beberapa diantaranya peningkatan kualitas regulasi yang memerlukan monitoring dan pembaruan; pelaksanaan administrasi seputar media berbasis IT diperluas; sosialisasi mediasi kepada pemangku kepentingan di sektor pemerintah ditingkatkan; dan lain sebagainya.

Tags:

Berita Terkait