Dari responden advokat yang pernah menangani perkara pro bono tersebut, sebagian besar (34,8 persen) menyatakan bahwa hal itu didasari oleh tanggung jawab moral dan pertimbangan kemanusiaan semata. Alasan lainnya diantaranya, disebabkan oleh kondisi ekonomi klien (15,9 persen) dan karena ditunjuk oleh pengadilan lewat prosedur formal yang berlaku untuk mewakili tersangka/terdakwa perkara pidana yang secara ekonomis tidak mampu (6,6 persen).
Ada diskriminasi
Menariknya, hasil penelitian PSHK juga mengungkapkan aspek bantuan hukum secara cuma-cuma yang diberikan advokat di mata masyarakat pencari keadilan. Dari penelitian itu diketahui bahwa hanya 23,5 persen dari 260 anggota masyarakat yang menggunakan bantuan hukum gratis tersebut. Sedangkan, 199 orang (76,5 persen) pencari keadilan yang lain tidak menggunakan bantuan hukum pro bono secara sadar.
Ada dua alasan utama mengapa sebagian besar masyarakat pencari keadilan tidak memanfaatkan jasa bantuan hukum cuma-cuma tersebut yaitu karena mampu membayar jasa advokat (29,3 persen), juga karena tidak percaya akan kualitas bantuan hukum cuma-cuma (18,5 persen). Selain itu, masih ada alasan-alasan lainnya seperti tidak adanya kesempatan untuk mendapatkan bantuan hukum pro bono tersebut.
Tabel: Alasan klien tidak menggunakan bantuan hukum pro bono*
No | Alasan Responden | Distribusi Sampel (%) |
1 | Mampu membayar jasa advokat | 29,3 |
2 | Tidak percaya kualitas bantuan hukum | 18,5 |
3 | Tidak ada kesempatan | 13,8 |
4 | Tidak tahu tentang bantuan hukum | 11,2 |
5 | Lainnya | 2,3 |
6 | Tidak menjawab | 1,4 |
| Jumlah | 76,5 |
*Sumber: Advokat Mencari Legitimasi: Studi tentang Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, PSHK, 2001.
Kekuatiran bahwa sifat cuma-cuma dari bantuan hukum pro bono akan berpengaruh pada kualitas jasa hukum yang diberikan ternyata juga ditangkap oleh beberapa orang hakim yang diwawancarai PSHK. Para hakim ini melihat adanya kecenderungan diskriminatif dari advokat dalam menangani perkara pro bono yang tidak seprofesional pada saat menangani perkara dengan imbalan jasa yang menjanjikan.
Penting untuk ditambahkan, para hakim ini menangkap kecenderungan pilih kasih dalam penanganan perkara pro bono tersebut pada para advokat senior ketimbang advokat yang lebih muda. Sebab, menurut para hakim yang diwawancarai PSHK, di kalangan advokat muda, motivasi untuk menambah pengalaman dan penanganan perkara dapat dikatakan sama nilainya dengan motivasi untuk memperoleh imbalan jasa.