Fakta Nikah Dini di Bantaeng: Meski Diizinkan Orang Tua, Sebenarnya Bisa Saja Dicegah
Utama

Fakta Nikah Dini di Bantaeng: Meski Diizinkan Orang Tua, Sebenarnya Bisa Saja Dicegah

Pernikahan dini di Bantaeng dilakukan dengan sepengetahuan orang tuanya, yang tidak bisa menjamin bila anaknya di kemudian hari tidak berbuat zina. Pada prinsipnya UU Perkawinan telah mengatur bahwa suatu perkawinan harus didasarkan pada kesepakatan atau persetujuan calon mempelai secara sukarela atau tanpa adanya unsur paksaan.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

“Sangat disesalkan kejadian ini terus berulang, padahal keluarga ini memiliki ikatan keluarga yang seharusnya bisa dicegah kedua pasangan ini untuk menunda pernikahan sampai mereka dewasa dan melewati masa anak-anak,” ujarnya.

 

Risiko Menikah Dini & Usulan Revisi UUP

Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA, Lenny N. Rosalin, menyebut bahwa perkawinan dini berpotensi besar melangggengkan kemiskinan. Menurutnya, ketika anak kawin maka sebagian besar akan berhenti sekolah, padahal jika dalam perkawinan tersebut lahir lagi seorang anak, maka orang tua yang masih anak-anak itu harus menghidupi dan bekerja.

 

“Karena tidak memiliki pendidikan yang tinggi, pasti dia bekerja dengan upah yang rendah. Bila upahnya rendah, maka daya belinya juga akan rendah. Akibatnya, tetap akan terjebak pada kemiskinan,” ujar Lenny sebagaimana dikutip Antara.

 

Bahkan Lenny mengaku Kementerian PPPA mendorong agar substansi revisi UUP menaikkan batas usia perkawinan, membatasi dispensasi kawin dan menambah pasal upaya pencegahan perkawinan usia anak. Masukan ini hendaknya menjadi perhatian serius, pasalnya berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat 1.348.886 anak perempuan telah menikah dibawah usia 18 tahun pada 2012 dan setiap tahunnya sekitar 300.000 anak perempuan di Indonesia menikah dibawah usia 16 tahun.

 

Menteri PPPA, Yohana Susana Yembise menegaskan bahwa batas terendah usia perkawinan pada UUP justru mendorong perkawinan anak, sehingga batasnya perlu dinaikkan. Yohanna juga menyebut perlu ada intervensi pemerintah untuk menghentikan praktik-praktik perkawinan usia anak, pasalnya pernikahan dini sama halnya dengan merampas hak-hak anak yang harusnya dijamin Negara.

 

“Usia minimal 16 tahun bagi perempuan, tergolong masih usia anak atau belum dewasa,” ujar Yohanna.

 

Perlu diketahui, soal batas usia minimal perkawinan telah pernah dimohonkan kepada Mahkamah Konstitusi. Seperti diulas dalam artikel hukumonline, putusan No. 30-74/PUU-XII/2014, Mahkamah Konstitusi berpendapat jika pembatasan usia minimal yang konstitusional sama artinya Mahkamah membatasi adanya upaya perubahan kebijakan oleh negara untuk menentukan yang terbaik untuk warganya. Mahkamah menolak permohonan meskipun tidak dengan suara bulat. Meskipun menolak, Mahkamah tidak menafikan kemungkinan perubahan kebijakan negara.

 

“Tidak tertutup kemungkinan bahwa pada saatnya nanti, dengan mendasarkan pada perkembangan teknologi, kesehatan, sosial, budaya, dan ekonomi, serta aspek lainnya, usia 18 tahun bukan lagi sebagai batas usia minimum yang ideal bagi wanita untuk menikah, bahkan bisa saja dianggap yang lebih rendah atau lebih tinggi dari 18 tahun tersebut sebagai usia yang ideal”. Pertimbangan Mahkamah Konstitusi ini sebenarnya membuka ruang bagi perubahan kebijakan negara di masa mendatang. (ANT)

 

Tags:

Berita Terkait