DPR Surati ESDM Terkait Permen Hilirisasi Mineral
Berita

DPR Surati ESDM Terkait Permen Hilirisasi Mineral

FNH/YOZ
Bacaan 2 Menit


Mantan Menteri Lingkungan Hidup yang juga seorang dosen di Universitas Atmajaya, Sonny Keraf, menilai persoalan ini berangkat dari kesalahpahaman pemerintah dalam menafsirkan UU Minerba. Sebagai salah satu orang yang ikut memprakarsai lahirnya UU Minerba, Sonny menngatakan ada beberapa pasal dalam UU tersebut yang tidak dijalankan sebagaimana mestinya.


Beberapa pasal tersebut antara lain Pasal 95, Pasal 102 dan Pasal 107. Beberapa pasal tersebut mengatur secara jelas soal pembangunan smelter. Ia menjelaskan, pembangunan smelter hingga 2014 hanya diberlakukan bagi pemilik IUP sebelum UU Minerba diterbitkan sementara bagi yang ingin mendapatkan IUP setelah UU Minerba diterbitkan, diwajibkan membangun smelter.


Persoalannya, implementasi UU ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Setelah UU Minerba lahir, kepala daerah masih saja memberikan IUP tanpa persyaratan adanya pembangunan smelter. “Sayangnya UU Minerba ini tidak dijalankan sebagaimana mestinya,” ujarnya.


Pengamat Energi dan Pertambangan, Pri Agung Rahmanto, mengatakan pemerintah harus memprcepat proses hilirisasi insdustri tambang. Menurutnya, hal itu penting untuk mengatasi efek domino yang diakibatkan oleh pemberlakuan Permen ESDM ini. Jika pembangunan smelter bisa dilakukan secepat mungkin, maka efek tersebut dapat diatasi.


Salah satu cara yang bisa ditempuh pemerintah adalah ikut serta dalam pembangunan smelter. Artinya, pengusaha tidak dibiarkan bekerja sendiri dalam upaya hilirisasi industri tambang di Indonesia. Dia mengatakan, peran serta pemerintah dalam membantu hilirisasi ini bukan hanya dengan mengeluarkan peraturan-peraturan atau kebijakan saja, namun juga dapat memberikan insentif fiskal bagi pengusaha tambang untuk membangun smelter.


“Pemerintah harus memberikan insentif fiskal bagi pembangunan smelter,” tuturnya.


Terpisah,Wakil Menteri Negara PPN/Wakil Kepala Bappenas, LukitaDinarsyah Tuwo, mengatakan Permen ESDM yang mengatur hilirisasi meineral merupakan keputusan yang diambil di kabinet SBY. Demi memenuhi pasokan dalam negeri, pemerintah harus melakukan pelarangan ekspor secara besar-besaran.


Namun, sambung Lukita, pemerintah tidak serta merta melakukan pelarangan. Menurutnya, pemerintah telah memberikan jalan keluar bagi pengusaha yang ingin melakukan ekspor bijih mentah mineral, yakni dengan membayar bea keluar sebesar 20 persen. Dia berharap semua pihak dapat memahami kebijakan tersebut.  


“Pemerintah berharap pembatasan ekspor tidak hanya berlaku pada bijih mineral tetapi juga bagi energi lain nantinya,” kata Lukita di Bandung, Jawa Barat.

Tags: