DPR Surati ESDM Terkait Permen Hilirisasi Mineral
Berita

DPR Surati ESDM Terkait Permen Hilirisasi Mineral

FNH/YOZ
Bacaan 2 Menit
DPR surati Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terkait Permen hilirisasi Mineral. Foto: Sgp
DPR surati Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terkait Permen hilirisasi Mineral. Foto: Sgp

DPR khususnya Komisi IX mengaku telah menyurati Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait dampak pemberlakuan Permen No. 11 Tahun 2012 tentang Perubaan Atas Permen ESDM No. 7 Tahun 2011 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian. DPR menilai akibat Permen ini banyak pekerja yang di PHK dan bahkan terancam di PHK.


Hal in disampaikan Ketua Komisi IX Soepriyatno dalam sebuah diskusi di Komplek DPR/MPR, Jakarta, Kamis (5/7). “Kita sudah surati Kementerian ESDM untuk segera menyelesaikan persoalan ini,” katanya.


Tidak hanya Kementerian ESDM. Komisi IX juga menyurati  Komisi VII untuk segera menyelesaikan permasalahan ini. Pasalnya, yang berhubungan langsung terhadap Permen ESDM ini adalah Komisi VII dan Kementerian ESDM. Soepriyatno mengharapkan dua pihak itu dapat berkoordinasi untuk menanggulangi persoalan ini.


“Tujuannya bagaimana agar rencana hilirisasi pertambangan mineral berjalan dengan lancar tanpa mengorbankan kepentingan rakyat,” ujarnya.


Memang, kata Soepriyatno, Permen ESDM merupakan persoalan yang harus diselesaikan Komisi VII, namun ketika dampaknya merambat kepada PHK tentunya Komisi IX akan bertanggung jawab untuk menindaklanjuti ini. Oleh sebab itu, Komisi IX menyurati Komisi VII dan Kementerian ESDM.


Melihat peristiwa ini, Soepriyatno menilai akar persoalan berawal dari kelalaian pemerintah terhadap pelaksanaan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba). Pemerintah, lanjutnya, terlalu lama menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) dari UU Minerba ini. Hasilnya, banyak penolakan dari berbagai pihak terutama pengusaha tambang terhadap Permen ini meskipun memiliki tujuan yang baik.


Menurutnya, jika pemerintah tidak melalaikan penerbitan PP, maka hal ini tidak akan terjadi. Kekhawatirannya, akan terjadi PHK besar-besaran sebagai akibat dari kelalaian pemerintah atas UU Minerba.


Mantan Menteri Lingkungan Hidup yang juga seorang dosen di Universitas Atmajaya, Sonny Keraf, menilai persoalan ini berangkat dari kesalahpahaman pemerintah dalam menafsirkan UU Minerba. Sebagai salah satu orang yang ikut memprakarsai lahirnya UU Minerba, Sonny menngatakan ada beberapa pasal dalam UU tersebut yang tidak dijalankan sebagaimana mestinya.


Beberapa pasal tersebut antara lain Pasal 95, Pasal 102 dan Pasal 107. Beberapa pasal tersebut mengatur secara jelas soal pembangunan smelter. Ia menjelaskan, pembangunan smelter hingga 2014 hanya diberlakukan bagi pemilik IUP sebelum UU Minerba diterbitkan sementara bagi yang ingin mendapatkan IUP setelah UU Minerba diterbitkan, diwajibkan membangun smelter.


Persoalannya, implementasi UU ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Setelah UU Minerba lahir, kepala daerah masih saja memberikan IUP tanpa persyaratan adanya pembangunan smelter. “Sayangnya UU Minerba ini tidak dijalankan sebagaimana mestinya,” ujarnya.


Pengamat Energi dan Pertambangan, Pri Agung Rahmanto, mengatakan pemerintah harus memprcepat proses hilirisasi insdustri tambang. Menurutnya, hal itu penting untuk mengatasi efek domino yang diakibatkan oleh pemberlakuan Permen ESDM ini. Jika pembangunan smelter bisa dilakukan secepat mungkin, maka efek tersebut dapat diatasi.


Salah satu cara yang bisa ditempuh pemerintah adalah ikut serta dalam pembangunan smelter. Artinya, pengusaha tidak dibiarkan bekerja sendiri dalam upaya hilirisasi industri tambang di Indonesia. Dia mengatakan, peran serta pemerintah dalam membantu hilirisasi ini bukan hanya dengan mengeluarkan peraturan-peraturan atau kebijakan saja, namun juga dapat memberikan insentif fiskal bagi pengusaha tambang untuk membangun smelter.


“Pemerintah harus memberikan insentif fiskal bagi pembangunan smelter,” tuturnya.


Terpisah,Wakil Menteri Negara PPN/Wakil Kepala Bappenas, LukitaDinarsyah Tuwo, mengatakan Permen ESDM yang mengatur hilirisasi meineral merupakan keputusan yang diambil di kabinet SBY. Demi memenuhi pasokan dalam negeri, pemerintah harus melakukan pelarangan ekspor secara besar-besaran.


Namun, sambung Lukita, pemerintah tidak serta merta melakukan pelarangan. Menurutnya, pemerintah telah memberikan jalan keluar bagi pengusaha yang ingin melakukan ekspor bijih mentah mineral, yakni dengan membayar bea keluar sebesar 20 persen. Dia berharap semua pihak dapat memahami kebijakan tersebut.  


“Pemerintah berharap pembatasan ekspor tidak hanya berlaku pada bijih mineral tetapi juga bagi energi lain nantinya,” kata Lukita di Bandung, Jawa Barat.

Tags: