DPA 'Dibangkitkan' Kembali Lewat RUU Badan Penasihat Presiden
Utama

DPA 'Dibangkitkan' Kembali Lewat RUU Badan Penasihat Presiden

Sejumlah anggota DPR mengusulkan RUU tentang Badan Penasihat Presiden. Badan yang beranggotakan 17 orang tersebut dirancang untuk menggantikan peran Dewan Pertimbangan Agung yang sudah 'almarhum'.

Amr/Mys
Bacaan 2 Menit
DPA 'Dibangkitkan' Kembali Lewat RUU Badan Penasihat Presiden
Hukumonline

Meski demikian, para pengusul menjelaskan bahwa Badan Penasihat Presiden tidak sama dengan DPA yang dulu. Pasalnya, badan tersebut berada di bawah presiden sehingga pengaturannya perlu dibatasi pada hal-hal yang pokok, sedangkan selebihnya diserahkan kepada presiden.

Di bawah Presiden

Mengenai penamaan dari dewan yang akan menggantikan DPA tersebut, para pengusul mempunyai alasan sendiri. Menurut mereka, rumusan "suatu dewan pertimbangan" dalam Pasal 16 UUD 1945 tidak berarti harus diberi nama "Dewan Pertimbangan". Alasannya, penyebutannya tidak diawali dengan huruf kapital atau bukan merupakan sebuah nomenklatur.

Alasan yang kedua, para pengusul berpendirian bahwa pemberian nama Dewan Pertimbangan Presiden akan membawa pemahaman seperti Dewan Pertimbangan Agung sebelumnya. Padahal, kata para pengusul, badan tersebut tidak lagi dirancang seperti DPA karena banyak perbedaannya.

Salah satu perbedaan Badan Penasihat Presiden dengan DPA adalah dalam hal kedudukannya. Kedudukan Badan Penasihat Presiden adalah di bawah dan dibentuk oleh presiden. Berbeda dengan DPA, Badan tersebut tidak sejajar dengan presiden atau lembaga-lembaga negara lainnya.

Mengenai keanggotaan Badan Penasihat Presiden, RUU menetapkan sebanyak-banyaknya 17 orang. Sementara mengenai persyaratan, pengangkatan, dan pemberhentiannya diserahkan kepada presiden. Anggota Badan Penasihat Presiden ini harus sudah dipilih dan diangkat paling lama tiga bulan setelah presiden dilantik.

Kendati demikian, RUU memungkinkan presiden untuk tidak mengangkat sekaligus 17 anggota Badan Penasihat Presiden tersebut. Presiden dapat mengangkat secara bertahap sejumlah orang yang diinginkan ,asalkan secara keseluruhannya nanti tidak lebih dari 17 orang.

Masa keanggotaan Badan Penasihat Presiden, menurut RUU, sama dengan masa jabatan presiden. Artinya, apabila presiden berhenti, maka anggota Badan Penasihat Presiden juga berhenti. Pasalnya, presiden yang baru mempunyai wewenang untuk memilih orang-orang tersendiri.

Keberadaannya penting

Para pengusul juga menerangkan bahwa dengan dibentuknya Badan Penasihat Presiden nantinya, maka badan-badan lain maupun perorangan yang mempunyai fungsi dan tugas yang sejenis harus dihapuskan. Para pengusul berpandangan bahwa hal tersebut harus dilakukan karena tugas memberikan pertimbangan dan nasihat telah dilaksanakan oleh Badan Penasihat Presiden.

Pada ketentuan penutup RUU Badan Penasihat Presiden disebutkan bahwa dengan berlakunya undang-undang tersebut, maka undang-undang yang mengatur mengenai DPA dinyatakan tidak berlaku. Para pengusul RUU berpendapat, meski anggota DPA secara resmi telah dibubarkan, namun secara formal UU tentang DPA tersebut belum dicabut, sehingga perlu dicabut dengan undang-undang.

Pengamat hukum tata negara dari Universitas Andalas Padang Saldi Isra, menilai pentingnya keberadaan sebuah badan penasehat bagi presiden. Apalagi, badan tersebut merupakan amanat konstitusi. Badan ini juga berisi penasehat-penasehat ahli, sehingga bisa memperlancar tugas presiden.

Tetapi menurut Saldi, yang jauh lebih penting adalah RUU Kepresidenan. RUU Kepresidenan harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum membahas RUU Badan Penasihat Presiden. RUU Kepresidenan harus menjadi payung dan acuan.

Saldi berpendapat keberadaan Badan Penasihat Presiden  tidak bisa diartikan sebagai kebangkitan kembali DPA. Sebab kedudukan, tugas dan pertanggungjawabannya berbeda. Meski sama-sama memberi nasehat kepada presiden, badan tersebut bukanlah lembaga tinggi negara sebagaimana halnya DPA. Keanggotaan badan itu juga lebih didasarkan pada keahlian, bukan pada organisasi.

Dua puluh lima anggota DPR dari sejumlah fraksi pada Selasa (2/3), menyampaikan Rancangan Undang-undang Usul Inisiatif Badan Legislasi tentang Badan Penasihat Presiden kepada pimpinan DPR. Beberapa anggota dewan yang tercatat sebagai pengusul RUU tersebut diantaranya M. Akil Mochtar (F-Partai Golkar), Lukman H. Saifuddin (F-PPP), dan Dwi Ria Latifa (F-PDIP).

Dalam keterangan pengusul yang juga dilampirkan dalam RUU Badan Penasihat Presiden tersebut, dikemukakan bahwa pembentukan sebuah lembaga yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden merupakan amanat dari ketentuan Pasal 16 UUD 1945.

Para pengusul menyatakan, meski Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sudah dihapuskan keberadaannya, namun keberadaannya tetap dibutuhkan, sehingga jiwa Pasal 16 UUD 1945 dari DPA selanjutnya dimasukkan ke dalam Bab III Kekuasaan Pemerintahan Negara.

Rumusan dari Pasal 16 UUD 1945 berbunyi, "Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang".

Tags: