Dominasi Kepentingan Politik dalam Pemilihan Anggota Komnas HAM
Fokus

Dominasi Kepentingan Politik dalam Pemilihan Anggota Komnas HAM

Di luar dugaan, hasil pemilihan anggota Komnas HAM oleh Komisi II DPR-RI justru menyingkirkan tokoh-tokoh yang selama ini dikenal menggeluti persoalan-persoalan HAM. DPR agaknya telah melupakan prinsip independensi dan pluralisme. Apa jadinya?

AWi/APr
Bacaan 2 Menit

 

Ketidakindependenan ini terlihat mencolok dengan dipilihnya mantan birokrat pemerintah dan para pensiunan TNI/Polri, serta masih direkrutnya beberapa anggota Komnas HAM lama yang selama ini dinilai tidak optimal kerjanya oleh Komisi II DPR-RI sendiri.  Hal ini makin mempertegas penilain tersebut bahwa DPR tidak punya itikad baik secara politik untuk memperbaiki kinerja Komnas HAM.

 

Like and dislike

 

Nama-nama dan Komposisi anggota Komnas HAM baru

 

No.

Nama

Profesi/asal pekerjaan

1.

Habib Chirzin

Ornop

2.

Mohammad Farid

Ornop (hak-hak anak)

3.

Zoemrotin K. Susilo

Ornop (Konsumen)

4.

MM. Billah

Ornop

5.

Mansour Faqih

Dosen (Pendidikan)

6.

M. Said Nisar

Dosen (Hukum)

7.

Hasto Atmojo Surojo

Dosen (Sosiologi)

8.

Rusmiati Suryasaputra

Dosen (Manajemen)

9.

Achmad Ali

Dosen (hukum)

10.

Yuwaldi

Advokat

11.

Abdul Hakim Garuda Nusantara

Advokat

12.

Safroedin Bahar

Pensiunan TNI/Komnas HAM

13.

Samsudin

Pensiunan TNI/Komnas HAM

14.

Taheri Noor

Pensiunan TNI

15.

Koeparmono Irsan

Pensiunan Polri/Komnas HAM

16.

Djoko Soegianto

Pensiunan Hakim/ mantan Ketua Komnas HAM

17.

Soelistyowati Soegondo

Pensiunan PNS/Komnas HAM

18.

Enny Soeprapto

Pensiunan PNS

19.

Amidhan

Ulama

20.

Chandra Setiawan

Ulama/Dosen

21.

Sholahudin Wahid

Politisi

22.

Hasballah M. Saad

Politisi

23.

M. Ashary Thayeb

Wartawan

           

            Sumber: pusat data hukumonline

 

Hasil dan komposisi anggota Komnas HAM baru ini juga cermin dari adanya dominasi kepentingan politik yang lebih besar ketimbang keadilan bagi para korban pelanggaran HAM. Hal ini terjadi karena proses rekrutmen yang sangat tidak transparan, baik mekanisme maupun kriteria yang dibuat oleh Komisi II DPR-RI. Meskipun, pelaksanaan fit and proper test dilakukan secara terbuka.

 

Proses rekrutmen terkesan hanya didasarkan pada like and dislike dari para anggota Dewan yang duduk di Komisi II DPR-RI ini saja. Buktinya, kriteria penilaian tidak memiliki parameter yang jelas dan tidak ada sistem nilai dalam proses fit and proper test ini.

 

Masing-masing anggota Dewan hanya disodorkan nomor dan daftar nama para calon. Dari situ mereka memilih dengan melingkari calon-calon yang mereka kehendaki. Ya, seperti 'bermain-main' karena cukup melingkari saja.

 

Kemudian lembar daftar nama calon itu, mereka kumpulan dalam satu kotak suara untuk dihitung berdasarkan pilihan-pilihan tersebut. Ini sangat jauh berbeda dengan pemilihan hakim agung yang pernah dilakukan Komisi II DPR-RI setahun sebelumnya. Dengam menggunakan metode penilaian yang lebih jelas, metode ini bisa meminimalisir adanya unsur like and dislike tersebut.

 

Impunitas

 

Like and dislike ini akhirnya terbukti, bahwa memang ada dominasi kepetingan politik di balik pemilihan anggota Komnas HAM tersebut. Pasalnya, masih dipertahankannya para mantan birokrat pemerintah, pensiunan TNI/Polri dan para anggota Komnas HAM lama yang selama ini mempunyai rapot jelek. Hal ini dapat menjadi indikasi kuat dominannya kepetingan politik para anggota Dewan tersebut.

Tags: