Divonis Bersalah dan Turunkan Citra DPR, Al Amin Banding
Berita

Divonis Bersalah dan Turunkan Citra DPR, Al Amin Banding

Tak ada kewajiban membayar uang pengganti karena tidak ada kerugian negara.

M-1
Bacaan 2 Menit
Divonis Bersalah dan Turunkan Citra DPR, Al Amin Banding
Hukumonline

 

Namun, Al Amin dinyatakan terbukti melakukan dua perbuatan lain, yakni menerima suap dalam kasus pelepasan hutan lindung Pantai Air Telang Tanjung Api-Api Sumatera Selatan dan meminta uang disertai ancaman dalam proyek pengadaan GPS di Departemen Kehutanan.

 

Dalam pelepasan kawasan hutan lindung di Tanjung Api-Api, Al Amien menerima tiga lembar cek perjalanan (Mandiri Traveller's Cheque) senilai total Rp75 juta dari anggota DPR Sarjan Taher. Cek perjalanan itu berasal dari Chandra Antonio Tan, rekanan Dephub yang mendapat proyek di Tanjung Api-Api. Sarjan dan Chandra juga tengah disidangkan secara terpisah.

 

Dalam rangka pelepasan kawasan hutan lindung di Kabupaten Bintan, pada 27 November 2007 Sekda Bintan, Azirwan, mengirimkan pesan pendek kepada Al Amin. Isinya, kesanggupan Azirwan untuk memberikan dana kepada pimpinan dan tim lobi Komisi IV DPR sebesar Rp2,1 miliar ditambah dana untuk kunjungan empat orang anggota DPR ke India sebesar Rp75 juta serta dana untuk tunjangan komisi IV ke Bintan sebesar Rp150 juta. Dana itu sebagai kompensasi atas persetujuan DPR terhadap alih fungsi hutan lindung di Bintan. Al Amin merespon Azirwan dan meminta tambahan dana Rp75 juta menjadi Rp100 juta.

 

Menurut Hakim Martini, sesuai dengan fakta di atas maka unsur pasal 11 yaitu diketahuinya atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkannya agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan jabatannya telah terpenuhi dan terbukti.

 

Dalam proyek pengadaan GPS di Departemen Kehutanan, Amin meminta Amin Tjahjono dar PT Almega Geosystem untuk memberikan komisi sebesar 20% dari nilai pembayaran. Selain itu Amin juga meminta komisi sebesar 5% dari pembayaran kepada PT Data Script. Terdakwa mengancam apabila permintaannya tidak dipenuhi akan meminta agar Ali Arsyad sebagai pejabat pembuat komitmen untuk tidak menandatangani kontrak dan akan mempermasalahkan pengadaan tersebut dalam rapat kerja DPR.

 

Perbuatan terdakwa meminta kepada Ali Arsyad untuk tidak menandatangani kontrak dan akan mempermasalahkannya dengan DPR merupakan tindakan yang memaksa, kata anggota majelis, Martini Sumardja.

 

Karena ancaman tersebut, PT Data Script menyerahkan uang kepada Amin melalui saksi Bambang Dwi Hartono sebesar Rp186 juta. PT Almega Geosystem memberikan uang kepada Amin melalui Bambang Dwi Hartono sebanyak dua kali yang seluruhnya sebesar Rp1,2 miliar. Dana itu diserahkan kembali kepada Ali Arsyad sebesar Rp550 juta sehingga sisanya Rp650 juta. Majelis Hakim berpendapat, unsur-unsur dalam dakwaan kedua yaitu Pasal 12 huruf e UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah terbukti.

 

Dalam pertimbangannya, majelis menyatakan salah satu faktor yang memberatkan hukuman Al Amin adalah merusak citra DPR sebagai lembaga negara. Perbuatan Al Amin diyakini majelis turut menurunkan citra DPR di mata masyarakat.

 

Tanpa Uang Pengganti

Dalam vonis terhadap Al Amin Nur Nasution, Hakim tidak menghukum Amin untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2,9 miliar seperti tuntutan jaksa. Hakim tidak dapat mengabulkan tuntutan penuntut umum tersebut. Pertimbangannya ialah karena tidak dicantumkannya Pasal 17 UU No.31 tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 dalam dakwaan. Pasal 17 merupakan dasar dari uang pengganti.

 

Pasal 17 mengkualifisir pembayaran uang pengganti sebagai hukuman tambahan. Pasal 18 menyebutkan pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

 

Jaksa menanggapi pertimbangan hakim tersebut. Memang selama dakwaan untuk mencantumkan Pasal 17 itu tidak pernah ada, Pasal 17 hanya ketentuan bahwa uang pengganti itu bisa dikenakan terhadap pelanggaran terhadap Pasal 2, 3, 5 sampai 14 itu kan berarti Pasal 12 ada disitu juga, itu hanya masalah pencantuman, kata jaksa Suwardji.

 

Awal tahun baru tampaknya menjadi babak baru kehidupan Al Amin Nur Nasution. Majelis hakim Pengadilan Tipikor menyatakan anggota DPR itu bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Al Amin divonis delapan tahun penjara dan diharuskan membayar denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan.

 

Vonis itu sebenarnya jauh lebih ringan dibanding tuntutan karena sebelumnya Al Amin dituntut 15 tahun penjara. Meskipun ‘hanya' dihukum separuh dari tuntutan jaksa, Al Amin tetap tidak menerima putusan majelis hakim. Ia menyatakan banding.  Tanpa mengurangi rasa hormat kepada jaksa dan majelis hakim yang telah menjalani persidangan ini, saya secara pribadi Al Amin Nur Nasution, SE akan berupaya mencari keadilan pada tahapan selanjutnya. Saya akan mengajukan banding, ucapnya.

 

Sebaliknya, penuntut umum Suwardji masih belum menentukan sikap apakah mengikuti langkah Al Amin atau tidak. Sampai saat ini kami menyatakan pikir-pikir dulu, kata Suwardji.

 

Dalam pembacaan putusan Senin (05/1) kemarin, majelis hakim pimpinan Edward Pattinasarani sebenarnya meloloskan Al Amin dari dakwaan kesatu primer, yakni pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Suara Al Amin tidak dapat mempengaruhi secara signifikan putusan Komisi IV DPR tentang alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan. Keputusan di Komisi IV selalu diambil secara kolektif. Argumen itu pula yang dipakai Al Amin dalam pledoinya pada 18 Desember lalu. Seorang anggota DPR tidak dapat berdiri sendiri di dalam pengambilan sebuah keputusan ataupun kebijakan yang berkaitan dengan kedewanan, jelas suami pedangdut Kristina itu.

Halaman Selanjutnya:
Tags: