Diskriminasi Kerja Kaum Minoritas: Perspektif Perbandingan Hukum
Kolom

Diskriminasi Kerja Kaum Minoritas: Perspektif Perbandingan Hukum

Selain tinjauan dari perspektif norma dasar, kita juga bisa melakukan analisis berdasarkan konsistensi materi yang diatur pasal-pasal lain dalam UU Ketenagakerjaan.

Bacaan 2 Menit

 

Untuk diketahui, Mahkamah Agung AS tidak berkewajiban untuk memeriksa semua kasus yang diajukan. Kasus yang diperiksa biasanya adalah kasus yang dianggap memiliki nilai penting secara nasional, yaitu menjadi acuan di kasus yang sejenis (preseden) atau jika ada inkonsistensi keputusan pengadilan di bawahnya dalam kasus-kasus yang sejenis. Rata-rata setiap tahun Mahkamah Agung hanya memeriksa 100 kasus dari sekitar 7000 kasus yang diajukan. Agar suatu kasus dapat diperiksa, sekurang-kurangnya 4 dari 9 hakim agung menyatakan setuju untuk menerima kasus dimaksud. (Lloyd Bonfield, American Law and the American Legal System in a Nut Shell, Thomson/West, St. Paul Minnesota, 2006, hal.55).

 

Kasus pertama, yaitu Altitute Express Inc. v Zarda, diajukan oleh Donald Zarda, seorang pelatih skydiving di Long Island, New York. Saat melakukan tandem jumping dengan salah seorang pelanggan wanita, ia harus mengikat beberapa bagian tubuhnya dengan pelanggan. Untuk menghilangkan kekhawatiran pelanggan, ia menyatakan bahwa ia adalah seorang homo. Pelanggan menyampaikan keluhan kepada perusahaan karena menganggap Zarda bertindak tidak sopan dengan memegang-megang tubuhnya dan pernyataan bahwa ia homo adalah untuk menutupi kelakuannya saja. Atas keluhan tersebut perusahaan kemudian memecat Zarda karena dianggap melanggar aturan perusahaan.

 

Atas keputusan tersebut Zarda kemudian mengajukan gugatan dengan dalil bahwa tindakan pemecatan merupakan bentuk diskriminasi kerja karena orientasi seksualnya. Putusan terakhir pada bulan Februari 2016, majelis hakim di Pengadilan Banding Federal 2nd Circuit, memutuskan bahwa diskriminasi kerja karena orientasi seksual melanggar Civil Right Act 1964 Title VII. Atas keputusan tersebut pihak perusahaan Altitute Express Inc. mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung.

 

Kasus kedua, Bostock v Clayton County, adalah mengenai seorang pria homo bernama Gerald Bostock yang bekerja sebagai petugas social kesejahteraan anak di Clayton County, Georgia. Pada tahun 2013 Bostock mulai terlibat aktif dalam gay softball league. Atas aktivitasnya tersebut Bostock mulai menerima banyak tanggapan negatif dari lingkungannya. Pada waktu yang bersamaan Clayton County melakukan audit atas program bantuan yang dikelolanya. Tidak lama kemudian dia diberhentikan dengan alasan melakukan tindakan yang tidak pantas sebagai pegawai.

 

Atas pemberhentiannya tersebut Bostock kemudian mengajukan gugatan dengan dalil bahwa pemecatan dirinya melanggar ketentuan Civil Right Act 1964 Title VII yang melarang diskriminasi kerja karena orientasi seksual. Putusan terakhir di Pengadilan Banding Federal the 11th Circuit pada bulan Mei 2018, menolak gugatan Bostcok, sehingga ia mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung.

 

Kasus ketiga, RG & GR Harris Funeral Homes v EEOC, mengenai seorang wanita transgender bernama Aimee Stephens yang bekerja di satu rumah pemakaman di Detroit, Michigan. Saat mendaftarkan diri, ia mengaku sebagai pria dan menggunakan nama William Stephens. Setelah enam tahun bekerja, ia menyatakan kepada majikannya bahwa ia tidak nyaman dengan keadaannya sekarang dan bermaksud melakukan operasi ganti kelamin serta akan kembali bekerja dengan jati dirinya yang asli dan menggunakan nama Aimee Stephens. Pemilik rumah pemakaman keberatan dengan hal tersebut, karena bertentangan dengan keyakinan agamanya dan para pelanggan juga akan terganggu dengan hal tersebut. Perusahaan kemudian memecatnya.

 

Atas pemecatannya tersebut Stephens mengadukan nasibnya kepada EEOC. EEOC selanjutnya menggugat RG & GR Harris Funeral Homes dengan dalih bahwa pemecatan tersebut melanggar ketentuan Civil Right Act 1964 Title VII yang melarang diskriminasi kerja karena identitas gender. Putusan terakhir di Pengadilan Banding Federal the 6th Circuit pada bulan Maret 2018 mengabulkan gugatan dengan menyatakan ketentuan Civil Right Act 1964 Title VII yang melarang diskriminasi kerja karena identitas seksual dan keyakinan agama bukan merupakan pengecualian ketentuan tersebut. Pada bulan Juli 2018, tergugat mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung.

Tags:

Berita Terkait