Debat Paslon Tahap II, Tanpa Kisi-Kisi dan Sejumlah Perubahan
Berita

Debat Paslon Tahap II, Tanpa Kisi-Kisi dan Sejumlah Perubahan

Reforma agraria perlu menjadi landasan berfikir bagi pasangan calon dalam memaparkan visi-misi dan program pada debat tahap kedua.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

Secara khusus, Sekertaris Jenderal Aliansi Masayarakat Adat Nasional (AMAN), Rika Sombolinggi menyitir proses pembangunan yang membuka lahan yang tidak memperhatikan hak-hak masyarakat adat. Menurut Rika hingga saat ini masyarakat adat sebagai pemilik sah dari tanah itu sendiri sama sekali tidak diperhatikan. Untuk itu Rika mendorong di debat tahap kedua mendatang harus dibahas pula terkait hak masyarakat adat.

“Kami menginginkan adanya penghormatan dan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat menjadi tanggung jawab presiden terpilih setelah ini. Ada 9,6 juta hektar wilayah adat harusnya bukan di sertifikasi tanahnya tapi harus diakui karena dengan sertifikat itu berbahaya buat keberlangsungan wilayah adat,” tegas Rika.

Sumber Daya Alam

Koordinator Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Maryati Abdullah mengingatkan, topik-topik yang akan dibahas pada debat tahap kedua nantinya bersangkutan dengan pemangku kepentingan yang tidak sedikit. Ia mendorong KPU untuk mendengar dan melibatkan perwakilan pemangku kepentingan. Jika ingin menjawab persoalan terkait topik-topik yang dibahas, KPU seharusnya tidak hanya memperhatikan keinginan kandidat, tapi juga melibatkan para pemangku kepentingan.

PWYP mendorong pasangan calon untuk membahas lebih jauh sejumlah soal antara lain, terkait jerat korporasi pelaku tindak pidana korporasi (korupsi, pengemplang pajak, perusak hutan dan lingkungan serta pelaku pencucian uang); kriminalisasi terhadap pegiat HAM, aktivis lingkungan, dan aktivis antikorupsi; perkuat Komisi Pemberantasan Korupsi; pemberantasan mafia migas dan tambang, mafia hutan dan lingkungan; pengembangan sistem pencegahan korupsi yang integral sekaligus berintegritas; cegah konflik kepentingan dan state capture; tutup kebocoran pajak dan PNBP sektor Sumber Daya Alam; lakukan penegakan hukum sektor SDA melalui pendekatan multidoors.

(Baca juga: Aparat Penegak Hukum Diminta Serius Tangani Kejahatan Korupsi Sektor SDA).

Menurut Maryati, sejumlah isu tersebut seharusnya relevan dan sangat penting untuk diselesaikan oleh kedua kandidat capres-cawapres, utamanya sektor sumber daya alam (SDA) yang menjadi salah satu sektor strategis yang harus bersih dari korupsi dan pelanggaran HAM. Kedua kandidat sama sekali tidak menyinggung persoalan terkait kriminalisasi terhadap Pembela HAM, aktivis lingkungan, maupun aktivis dan akademisi anti korupsi.

Nasib aktivis seperti Salim Kancil dan Indra Pelani misalnya, yang ditemukan tewas. Budi Pego di Banyuwangi dan sejumlah warga Kendeng yang menolak aktivitas pertambangan berujung kriminalisasi. Atau, 723 kasus kriminalisasi pejuang lingkungan hidup sepanjang lima tahun terakhir yang dicatat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, luput dari perhatian pasangan calon.

Problem lainnya yang sangat mendasar dan menjadi musuh bangsa ini, yaitu state capture corruption, termasuk di isu SDA, tidak menjadi sorotan. Fakta korupsi di sektor SDA banyak melibatkan pejabat di berbagai level, mulai dari Menteri, anggota parlemen, Kepala SKK Migas, Gubernur, Bupati hingga ASN lain sepanjang rantai proses industri ekstraktif, menjadikan masa depan sektor SDA menjadi sangat buram.

Apalagi tipologi kejahatan SDA di Indonesia yang melibatkan mafia tambang, mafia migas, mafia hutan dan mafia lingkungan yang berkelindan dengan mafia birokrasi dan oligarki politik, tidak akan bisa diselesaikan dengan jargon-jargon. Mesti ada langkah kongkrit. Korupsi politik yang sempurna, struktural dan sistematis sangat sulit tersentuh penegakan hukum, harus disentuh oleh kedua pasangan calon.

Isu penegakan hukum kontemporer seperti tindak pidana korporasi, pencucian uang, kejahatan perpajakan, penguatan KPK, konflik kepentingan sektor SDA, sepertinya masih belum (tidak) menjadi fokus dari kedua kandidat, baik dalam debat kandidat perdana, termasuk dokumen visi misi kandidat yang diserahkan ke KPU.

PWYP Indonesia mengusulkan sejumlah isu yang hendaknya dapat dielaborasi oleh kedua paslon pada debat kedua yaitu ketahanan energi yang meliputi akses, pemerataan, harga dan infrastruktur; tata kelola SDA meliputi perizinan, tata lahan dan hutan, hak-hak masyarakat dan isu hilirisasi; rente bisnis dan korupsi; adaptasi dan mitigasi perubahan iklim; serta diversifikasi ekonomi dan percepatan transisi energi menuju energi terbarukan. “Jadi saya kira itu masukan saya,” tutup Maryati.

Tags:

Berita Terkait