CISDI Tekankan Pentingnya Regulasi Pro Kesehatan
Terbaru

CISDI Tekankan Pentingnya Regulasi Pro Kesehatan

Bertambahnya jumlah penderita penyakit tidak menular dipicu gaya hidup dan pola konsumsi yang tidak sehat, sehingga diperlukan intervensi kebijakan (regulasi) untuk mengendalikan konsumsi melalui pengenaan cukai.

CR 30
Bacaan 2 Menit
Project Lead for Food Policy CISDI Raisa Andriani (kedua dari kanan) dan Project Lead for Tobacco Control CISDI Beladenta Amalia (keempat dari kanan) menyampaikan temuan CISDI saat berkunjung ke kantor Hukumonline, Selasa 2/4/2024). Foto: CR 30
Project Lead for Food Policy CISDI Raisa Andriani (kedua dari kanan) dan Project Lead for Tobacco Control CISDI Beladenta Amalia (keempat dari kanan) menyampaikan temuan CISDI saat berkunjung ke kantor Hukumonline, Selasa 2/4/2024). Foto: CR 30

Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) meminta pemerintah untuk bisa menghadirkan regulasi yang pro terhadap kualitas kesehatan masyarakat Indonesia. Sebagai organisasi nonprofit, CISDI senantiasa berupaya memajukan pembangunan sektor kesehatan melalui riset, advokasi, dan intervensi partisipatif.

“Salah satu concern CISDI mengenai cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Hasil riset CISDI menunjukkan ada pengaruh signifikan antara pengenaan cukai MBDK dengan peningkatan kualitas kesehatan masyarakat,” ungkap Project Lead for Food Policy CISDI Raisa Andriani saat berkunjung ke kantor Hukumonline, Selasa (2/4/2024) kemarin.

Pengenaan cukai MBDK, lanjut Raisa, apabila dapat diimplementasikan dengan baik akan membawa keuntungan ekonomi dan kesehatan, setidaknya dapat terlihat dalam jangka waktu 10 tahun. Dari sisi keekonomian, pemerintah dapat menghemat hingga puluhan triliun dari pengeluaran untuk dana kesehatan.

“Akumulatifnya jika cukai terhadap MBDK dapat dilakukan tahun ini, maka dapat mengurangi penderita diabetes hingga 3,1 juta dan pemerintah juga mampu save sekitar 40,1 triliun dari dana kesehatan,” jelas Raisa.

Namun penerapan cukai MBDK masih memiliki sejumlah tantangan, khususnya dari pelaku industri yang tidak setuju diterapkannya cukai untuk MBDK ini. Terkait hal ini, Raisa menekankan perlu adanya pengertian dan andil pelaku industri untuk bisa melihat aspek kesehatan yang sangat besar. Pemberian produk diversifikasi produk tanpa berpemanis dapat jadi solusi dari kebijakan cukai ini.

Sejalan dengan cukai MBDK, CISDI juga menaruh perhatian pada pengendalian tembakau melalui instrumen cukai yang diyakini mampu mengurangi konsumsi rokok di Indonesia. Beladenta Amalia, Project Lead for Tobacco Control CISDI mengatakan harga rokok yang semakin mahal akan menekan timbulnya perokok baru dari kalangan anak muda.

Untuk bisa melakukan hal tersebut diperlukan tidak hanya sekedar kenaikan harga cukai rokok, namun diperlukan penyederhanaan cukai rokok. “Tahun ini kita akan mendorong untuk melanjutkan rencana multi-year untuk kenaikan cukai rokok ini. Kita ingin supaya harga rokok ini supaya tidak terjangkau,” ucap Bela.

Menurut Bela, kenaikan cukai rokok tidak cukup untuk bisa menutup celah rokok murah di Indonesia. Masih dijualnya rokok secara batangan atau eceran menjadikan harga rokok masih terjangkau semua golongan. Jika diperlukan, dibuat sertifikasi khusus bagi penjualan rokok di masyarakat, sehingga penjualan rokok batangan maupun rokok non cukai tidak ada lagi.

“Itu cara bagaimana anak tidak menjangkau rokok. Karena selama ini aturan (perokok) harus berusia legal. Bila nanti diberlakukan tidak boleh menjual eceran, harus ada monitoring. Itu strategi yang kami usulkan kepada pemerintah agar bisa disertakan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah soal Kesehatan,” saran Bela.

Tags:

Berita Terkait