Cerita Miftahul Ulum tentang Dugaan Aliran Uang ke Penyidik dan Auditor
Berita

Cerita Miftahul Ulum tentang Dugaan Aliran Uang ke Penyidik dan Auditor

Keterangan saksi di persidangan menjadi alat bukti yang sah.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

Setelah itu terjadilah tanya jawab antara Jaksa Agus dengan Ulum. “Di BAP 53 huruf c, saudara mengatakan 'saya tetap di sini gak papa yang penting dia lolos, saya akan mengakui uang yang belasan juta, saya akui yang 10 juta, 20 juta yang gede-gede gak akan saya akui, di luar itu gak saya akui, yang penting dia lolos', kalimat yang anda maksud siapa?” tanya jaksa Agus seperti dilansir Antara. “Dia itu karena yang bermasalah KONI dan Kemenpora, dia itu sebenarnya ada Pak Menteri, ada Kejaksaan Agung, ada BPK, ada tiga orang ini yang perlu dilindungi waktu itu," jawab Ulum.

“Maksud saudara biar kasus ini sampai Pak Mulyana saja?” tanya jaksa Agus.

“Ya memang begitu, karena urusan BPK dan Kejaksaan Agung di Pak Mulyana dan KONI,” jawab Ulum.

“Jangan sampai Pak Menteri?” tanya jaksa Agus.

“Ya, karena ada temuan di sana yang harus segera diselesaikan, Kejaksaan Agung sekian, BPK sekian dalam rangka pemenuhan penyelesaian perkara,” jawab Ulum.

“Saudara saksi saudara saksi saudara saksi detail ya, untuk BPK berapa?” kata hakim Rosmina kepada Ulum.

"Untuk BPK Rp3 miliar, Kejaksaan Agung Rp7 miliar yang mulia, karena mereka bercerita permasalahan ini tidak ditanggapi Sesmenpora kemudian meminta tolong untuk disampaikan ke Pak Menteri, saya kemudian mengenalkan seseorang ke Lina meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan itu dulu," jawab Ulum.

“Saudara saksi tolong detail, seseorang itu kabur, siapa sebut saja namanya,” kata hakim Rosmina.

“Saya meminjamkan uang atas nama saya mengatasnamakan Lilik dan Lina untuk meminjam uang Rp7 miliar untuk mencukupi kebutuhan Kejaksaan Agung kemudian Rp3 miliar untuk BPK, itu yang harus dibuka,” jawab Ulum.

Menurut Ulum, pihak KONI dan Kemenpora sudah punya kesepakatan untuk memberikan sejumlah uang ke BPK dan Kejaksaan Agung untuk mengatasi sejumlah panggilan ke KONI oleh Kejaksaan Agung. “Yang menyelesaikan dari Kemenpora itu salah satu Asdep Internasional di Kejaksaan Agung yang biasa berhubungan dengan orang kejaksaan itu, lalu ada juga Yusuf atau Yunus, kalau yang ke Kejaksaan Agung juga ada Ferry Kono yang sekarang jadi Sekretaris KOI (Komite Olimpiade Indonesia),” jawab Ulum.

Menurut Ulum, ia membantu mencarikan uang Rp3-5 miliar dari kebutuhan Rp7-9 miliar. Ulum menyebutkan uang diberikan ke oknum di BPK dan Kejaksaan Agung. “BPK untuk inisial AQ yang terima tiga miliar itu, Achsanul Qosasi, kalau Kejaksaan Agung ke Adi Togarisman, setelah itu KONI tidak lagi dipanggil oleh Kejagung,” ujar Ulum.

Dalam sidang sebelumnya terungkap bahwa BPK menemukan sejumlah anggaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan Kemenpora, KONI maupun cabang olahraga lainnya terkait dana Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima). Temuan BPK ada anggaran Satlak Prima tidak sesuai peruntukan. Misalnya akomodasi yang nilainya beda dengan jumlah dicairkan, penggunaan nutrisi, dan seterusnya, sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sesmenpora Gatot S. Dewa Broto mengetahui kondisi tersebut dari anggota BPK Achsanul Qosasi yang memaparkan audit internal tersebut pada Agustus 2019.

Tags:

Berita Terkait