Cacat Hukum Pembatasan Kegiatan Outsourcing
Kolom

Cacat Hukum Pembatasan Kegiatan Outsourcing

Permenakertrans tentang Outsourcing melanggar UU Ketenagakerjaan dan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Bacaan 2 Menit

Bandingkan dengan Keputusan Menakertrans NomorKep. 101/MEN/VI/2004  yang dibuat untuk melaksanakan Pasal 66 ayat 3 UU Ketenagakerjaan.Dan Keputusan Menakertrans Nomor  Kep. 220/Men/X/2004 yang diterbitkan untuk  melaksanakan Pasal 65 ayat 5 UU Ketenagakerjaan.

Ketujuh, Permenakertrans tidak sama persis dengan Keputusan Menakertrans NomorKep. 101/MEN/VI/2004 dan Keputusan Menakertrans Nomor  Kep. 220/Men/X/2004. Perbedaan tersebut terletak pada bagian menimbang, di mana pada Permenakertrans tidak menyatakan secara eksplisit adanya perintah dari pasal tertentu dalam UU Ketenagakerjaan. Sementara dalam dua  Keputusan Menakertrans tersebut dinyatakan secara eksplisit.

Kedelapan, penentuan jenis kegiatan alih daya sebagaimana diatur dalam Permenakertrans dilakukan tanpa ada kriteria/ukuran sehingga hanya dibatasi pada 5 kegiatan tersebut. Mestinya Permenakertrans terlebih dahulu memberikan pengaturan tentang kriteria suatu kegiatan atau usaha disebut sebagai core and non-core business. Berdasarkan kriteria dimaksud, maka Pemerintah tidak perlu melakukan pembatasan secara limitatif melalui peraturan perundang-undangan, namun melakukan pengawasan berkenaan dengan pemenuhan terhadap kriteria dimaksud.

Kesembilan, penyusunan Permenakertrans belum melibatkan pihak berkepentingan (stake holders).Hal ini bertentangan dengan landasan sosiologis dan asas keterbukaan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Landasan sosiologis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan bermakna bahwa pembentukan peraturan sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau pihak berkepentingan. Ini berarti adanya kewajiban bagi pihak Menakertrans (selaku penyusun atau pembentuk peraturan) untuk secara cermat dan komprehensif mengidentifikasi, mengagregasi dan mengartikulasi kebutuhan berbagai pihak berkepentingan yang pada akhirnya akan menjadi arah atau tujuan dari peraturan tersebut (pihak addresatnya). Pihak dimaksud di antaranya pemberi kerja, perusahaan alih daya, pengusaha pada umumnya dan pekerja.  

Sementara makna atau arti asas keterbukaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yaitu ; bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Terkait dengan pembentukan Permenakertrans, tampak bahwa belum semua lapisan masyarakat (baca : APINDO, ABADI dan Perusahaan Alih Daya) dilibatkan secara intens dan paripurna untuk dimintai pendapat atau tanggapannya terhadap rancangan peraturan yang hendak ditetapkan.

Beranjak dari beberapa problematika tersebut, maka Kemenakertrans perlu melakukan peninjauan kembali (perubahan) terhadap Permenakertrans. Ini dalam rangka memberikan pengaturan yang memenuhi asas-asas pembentukan maupun asas-asas materi muatan sebagaimana dimaksud dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

*) Kadindat Doktor, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro -Semarang

Tags:

Berita Terkait