Bukan Zamannya Pencipta Lagu Dihisap Perusahaan Labels
Berita

Bukan Zamannya Pencipta Lagu Dihisap Perusahaan Labels

Dalam prakteknya, terutama para pencipta pendatang baru, saat ini seringkali diakali perusahaan rekaman agar menjual putus karyanya. Akibatnya, pencipta jadi miskin. Sebaliknya, pengusaha bisa meraup untung sebanyak-banyaknya.

NNC
Bacaan 2 Menit

 

Insan menguraikan, pengalihan secara penuh tersebut hanya sebatas ekploitasi dari sebuah hasil rekaman suara yang berupa hak ekonomi, tidak bisa  sekaligus hak moralnya. Istilahnya perjanjian jual putus atau kerap disebut flat. Pada dekade 1970-an, pengalihan secara penuh semacam itu lazim diberlakukan.

 

Namun, untuk periode sekarang ini, kata dia, Tidak bisa lagi seperti tahun 70-an.  Perkembangan teknologi informasi, kata dia, mestinya malah membuat pencipta ikut menikmati hasil ciptaannya. Kalau dibiarkan penjualan putus masih tetap terjadi, Insan menegaskan, Semua pencipta akan miskin. Produser akan semakin kaya dan besar.

 

Hal itu juga diamini Enteng. Dalam prakteknya, terutama para pencipta pendatang baru, saat ini seringkali diakali perusahaan rekaman agar menjual putus karyanya. Kalau perjanjiannya flat lalu pencipta jadi miskin dan sebaliknya pengusaha bisa meraup untung sebanyak-banyaknya, apa itu adil? cetus Enteng. Padahal pemain baru biasanya baru merasa dirugikan setelah ia menjual flat karyanya pada label.

 

Menurut Enteng, UU Hak Cipta dibuat untuk melindungi kesejahteraan pencipta sekaligus menjamin kepastian hukum bagi perusahaan rekaman. Enteng mengisahkan, perjanjian putus dimulai pada era setelah teknologi penggandaan mulai canggih dan bentuk medianya mulai berkembang. Baik pencipta maupun perusahaan label, kemudian merasa kebingungan atas jumlah penggandaan dan apa saja bentuk medianya. Itu terjadi sekitar tahun 70-an, kata Enteng. Karena kebingungan itu, mau tak mau, pencipta lalu menjual putus dengan iming-iming jumlah uang yang besar.

 

Namun belakangan, malah banyak keluhan dari pencipta lagu pendatang baru yang menyesal setelah  menjual putus. Perusahaan label, kata Enteng, acap menghadapkan mereka pada dua pilihan, meneken perjanjian pengalihan penuh atau tidak jadi rekaman sama sekali. Jelas pendatang baru pasti ingin rekaman, akhirnya mau-mau saja, kata Enteng. Pada akhirnya, Mereka menyesal karena hasil yang didapat perusahaan rekaman ternyata sangat besar dan mereka merasa diekploitasi. Jual putus, ungkap Enteng,  diibaratkan seperti menjual asset yang sebenarnya bernilai investasi tinggi sebagai passive income di masa depan.

Tags: