Bukan Zamannya Pencipta Lagu Dihisap Perusahaan Labels
Berita

Bukan Zamannya Pencipta Lagu Dihisap Perusahaan Labels

Dalam prakteknya, terutama para pencipta pendatang baru, saat ini seringkali diakali perusahaan rekaman agar menjual putus karyanya. Akibatnya, pencipta jadi miskin. Sebaliknya, pengusaha bisa meraup untung sebanyak-banyaknya.

NNC
Bacaan 2 Menit
Bukan Zamannya Pencipta Lagu Dihisap Perusahaan <i>Labels</i>
Hukumonline

 

Hein Enteng adalah Ketua Badan Pembina di Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI). Ia, bersama dengan pakar Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Insan Budi Maulana, dihadirkan YKCI sebagai saksi ahli untuk bertahan dari gugatan 10 perusahaan rekaman (labels). Enteng kecewa karena kedatangannya berujung menjadi penonton sidang saja.

 

Pada sidang pada Kamis (21/2) di PN Jakarta Selatan, kuasa hukum 10 Perusahaan Rekaman Otto Hasibuan masih menyerang YKCI dengan dalil hak eklusif yang dimiliki perusahaan rekaman. Inilah yang membikin Enteng menjadi tambah naik darah. Enteng menilai, labels benar-benar ingin melakukan penghisapan terhadap pencipta lagu.

 

Menurut Otto, perjanjian rekaman antara perusahaan label otomatis mengalihkan hak cipta sepenuhnya dari pencipta. Ia memakai dalil Keputusan Presiden No. 74 Tahun 2004 yang merupakan pengesahan dari hasil traktat World Intelletual property Organization (WIPO). Dalam Konvensi itu disebutkan, perusahaan rekaman memiliki hak eklusif berupa hak melarang orang lain untuk mereproduksi rekaman mereka yang meliputi baik langsung maupun tidak langsung untuk melakukan penggandaan dengan cara dan bentuk apa pun.

 

Menempel pada ketentuan dalam Keppres itu, Otto menafsirkan, perusahaan rekaman  memiliki hak eklusif yang berupa hak untuk memonopoli hasil rekaman dan mengijinkan pihak lain untuk mereproduksinya dalam bentuk apapun sesuka hati.

 

Menanggapi penafsiran Otto ini, Insan Budi Maulana menekankan, meski perusahaan rekaman memonopoli ijin bagi pihak lain untuk mereproduksi hasil rekaman, perusahaan rekaman masih harus memperhatikan perjanjian dengan si pencipta. Andaikata dalam perjanjian hanya diatur sebatas reproduksi bentuk kaset dan CD, maka ketika ada pihak lain hendak menggandakan master rekaman dalam bentuk lain, perusahaan rekaman tetap terikat pada pencipta. Ia tetap bertanggungjawab atas copyright pencipta termasuk hak-hak ekonomi yang timbul dari situ. Kecuali memang diperjanjikan peralihan hak cipta secara penuh,  tambah Insan.

 

Tapi, ia menegaskan, Pasal 49 hingga Pasal 51 UU Hak Cipta, mengatur tentang pembatasan hak bagi produser rekaman sebatas hak menggandakan dan menyewakan. Ketentuan itu dimaksudkan untuk melindungi kepentingan ekonomi si pencipta. Namun, Dosen di Universitas Krisnadwipayana itu memang mengakui adanya kemungkinan pengalihan hak cipta secara penuh. Hanya saja, pengalihan harus disebutkan dalam perjanjian antara pencipta dengan produser rekaman. Lagi-lagi, kata dia, Peralihan hak itu tergantung pada perjanjian yang dibuat antara Pencipta dan Produser rekaman.

 

Setelah ditelusuri hukumonline, Pasal 3 UU No. 19/2002 Tentang Hak Cipta memang memungkinkan pengalihan hak cipta baik sebagian maupun keseluruhan. Cara pengalihan antara lain melalui: pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, dan  sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan sebab lain, dijabarkan dalam penjelasan adalah  putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

 

Insan menguraikan, pengalihan secara penuh tersebut hanya sebatas ekploitasi dari sebuah hasil rekaman suara yang berupa hak ekonomi, tidak bisa  sekaligus hak moralnya. Istilahnya perjanjian jual putus atau kerap disebut flat. Pada dekade 1970-an, pengalihan secara penuh semacam itu lazim diberlakukan.

 

Namun, untuk periode sekarang ini, kata dia, Tidak bisa lagi seperti tahun 70-an.  Perkembangan teknologi informasi, kata dia, mestinya malah membuat pencipta ikut menikmati hasil ciptaannya. Kalau dibiarkan penjualan putus masih tetap terjadi, Insan menegaskan, Semua pencipta akan miskin. Produser akan semakin kaya dan besar.

 

Hal itu juga diamini Enteng. Dalam prakteknya, terutama para pencipta pendatang baru, saat ini seringkali diakali perusahaan rekaman agar menjual putus karyanya. Kalau perjanjiannya flat lalu pencipta jadi miskin dan sebaliknya pengusaha bisa meraup untung sebanyak-banyaknya, apa itu adil? cetus Enteng. Padahal pemain baru biasanya baru merasa dirugikan setelah ia menjual flat karyanya pada label.

 

Menurut Enteng, UU Hak Cipta dibuat untuk melindungi kesejahteraan pencipta sekaligus menjamin kepastian hukum bagi perusahaan rekaman. Enteng mengisahkan, perjanjian putus dimulai pada era setelah teknologi penggandaan mulai canggih dan bentuk medianya mulai berkembang. Baik pencipta maupun perusahaan label, kemudian merasa kebingungan atas jumlah penggandaan dan apa saja bentuk medianya. Itu terjadi sekitar tahun 70-an, kata Enteng. Karena kebingungan itu, mau tak mau, pencipta lalu menjual putus dengan iming-iming jumlah uang yang besar.

 

Namun belakangan, malah banyak keluhan dari pencipta lagu pendatang baru yang menyesal setelah  menjual putus. Perusahaan label, kata Enteng, acap menghadapkan mereka pada dua pilihan, meneken perjanjian pengalihan penuh atau tidak jadi rekaman sama sekali. Jelas pendatang baru pasti ingin rekaman, akhirnya mau-mau saja, kata Enteng. Pada akhirnya, Mereka menyesal karena hasil yang didapat perusahaan rekaman ternyata sangat besar dan mereka merasa diekploitasi. Jual putus, ungkap Enteng,  diibaratkan seperti menjual asset yang sebenarnya bernilai investasi tinggi sebagai passive income di masa depan.

Lebih dari tiga jam Hein Enteng Tanamal menunggu sidang digelar. Begitu sidang dibuka, baru beberapa menit duduk menjawab pertanyaan hakim seputar identitas dirinya, ia dipersilahkan beringsut. Saudara Enteng tidak dapat menjadi saksi ahli dalam perkara ini. Saudara adalah Ketua Badan Pengurus di lembaga tergugat. Nanti ada kepentingan, ujar Ketua Majelis Hakim Sulthoni.

 

Kalau tahu begini saya nggak perlu datang, seloroh Enteng seraya mengusap muka dengan sapu tangan. Bulir keringat mengalir deras membasahi hampir sehamparan wajahnya. Saya sudah capek nunggu. Kalau diberi kesempatan, serangan penggugat tadi bisa saya patahkan semua.

Halaman Selanjutnya:
Tags: