Blak-blakan Pengurus Soal Fee dalam Perkara PKPU
Feature

Blak-blakan Pengurus Soal Fee dalam Perkara PKPU

Pembayaran fee pengurus dalam perkara PKPU tak selamanya berjalan mulus. Meski terlihat mendapatkan bayaran dengan angka fantastis, namun nyatanya proses pembayarannya kerap mengalami berbagai kendala. Bahkan ada pengurus yang harus mengikhlaskan hak atas jasanya karena kondisi debitur yang sudah tidak sanggup membayar.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 6 Menit

“Kasus-kasus PKPU itu nggak bisa dipukul rata, ada yang 45 hari selesai, ada yang sampai 270 hari selesai, ada yang krediturnya cuma 10, ada yang krediturnya 1000, ada yang asetnya sedikit, ada asetnya banyak, ada yang proposal perdamaiannya sederhana dan problem yang kompleks. Nah ini tentu menentukan ya, jadi tidak bisa pukul rata. Dan kemampuan bayar juga. Dari dua faktor ini bernegosiasi lah pengurus dengan debitor,” terang Rafles.

Hukumonline.com

Sekjen Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Nien Rafles Siregar.

Namun dengan selesainya negosiasi, nyatanya tidak menjamin pengurus akan langsung mendapatkan bayaran atas jasanya. Raffles mengaku, tak sedikit debitur yang mengajukan skema cicilan untuk membayar fee yang pengurus terima. Dan ini merupakan hal lumrah dalam PKPU yang selama ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat awam.

Hal senada juga disampaikan oleh praktisi hukum kepailitan Resha Agriansyah. Saat menjadi pengurus dalam berbagai kasus PKPU, memang dilakukan negosiasi saat menentukan besaran fee. Pada pembicaraan itu, kata Resha, tak hanya sekedar membahas fee tapi juga menentukan mekanisme pembayaran yang disanggupi oleh debitur, apakah bisa dilakukan secara cash atau dengan cicilan. Tentunya terdapat jaminan bahwa fee tersebut akan dibayarkan oleh debitur.

“Dari kasus PKPU yang saya ditangani, 50:50 persen lah (antara cash dan cicilan),” aku Resha.

Setelah menemukan angka yang cocok dalam bernegosiasi, hakim pengawas-lah pada akhirnya yang akan menentukan, apakah fee pengurus tersebut dirasa pantas diterima atau tidak. Resha menegaskan dirinya selalu menempatkan rasa kemanusiaan dalam bernegosiasi terkait fee dan mengedepankan keberlangsungan usaha debitur.

Tapi tak jarang terjadi wanprestasi dari debitur. Jika pengurus berada dalam situasi ini, maka posisi pengurus adalah menjadi pihak yang menunggu sembari mengingatkan debitur untuk menyelesaikan kewajibannya. Sebagai pengurus, Resha selalu berupaya memahami kondisi debitur yang mengalami kesulitan ekonomi. Tak sedikit dirinya menerima pembayaran fee melewati waktu yang disepakati. Pun demikian, Resha menolak untuk melakukan upaya hukum, meskipun hal itu dimungkinkan.

“Kalau saya sih tidak pernah melakukan itu, meskipun ada beberapa debitur yang terlambat atau tidak bayar sama sekali. Menunggu saja,” tutur Founder and Managing Partner Resha Agriansyah Partnership.

Dicicil Hingga Mengikhlaskan Fee

Selama berkarier menjadi pengurus PKPU, Resha mengalami banyak hal. Salah satunya adalah kehilangan fee yang selayaknya diterima. Hal itu terjadi ketika finansial debitur tak kunjung membaik, atau mungkin usaha debitur tutup. Keputusannya untuk tak mengambil langkah hukum lantaran adanya pertimbangan tak ingin menyulitkan debitur yang sudah dalam keadaan tidak mampu membayar, meskipun dirinya berhak menagih imbalan jasa tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait