Berkaca dari Kasus Nuril, UU ITE Masih Rawan Kriminalisasi
Kolom

Berkaca dari Kasus Nuril, UU ITE Masih Rawan Kriminalisasi

Sejak diundangkan pada tahun 2008, UU ITE kerap kali kali menelan korban karena pasal-pasalnya yang multitafsir.

Bacaan 2 Menit

 

UU ITE tidak menjelaskan maksud “melanggar kesusilaan” dalam ketentuan Pasal 27ayat (1)

Spesifik berbicara mengenai ketentuan Pasal 27 ayat 1 UU ITE, salah satu permasalahan terkait perumusan pasal ini adalah UU sama sekali tidak memberikan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan “melanggar kesusilaan”. Dengan demikian, ketentuan pasal ini tidak bisa dipisahkan dan harus merujuk pada delik kesusilaan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

 

Dengan membaca pasal 281, 282 ayat (1) dan 283 ayat (2) KUHP dapat disimpulkan bahwa pelanggaran kesusilaan harus dilakukan secara terbuka dan di muka muka umum. Dalam konteks kasus Nuril, percakapan antara Nuril dan Muslim dilakukan dalam ruang privat sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan yang melanggar kesusilaan, sebab tidak dilakukan dengan terbuka dan di muka umum. Dengan demikian, unsur inipun seharusnya tidak terbukti.

 

Sejak diundangkan pada tahun 2008, UU ITE kerap kali kali menelan korban karena pasal-pasalnya yang multitafsir. Menarik bahwa data menunjukkan UU ITE banyak digunakan oleh mereka yang punya kuasa dan jabatan, sementara laporan paling banyak ditujukan kepada aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), wartawan hingga masyarakat awam.

 

Upaya untuk merevisi UU ITE ini akhirnya dilakukan oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan menyetujui perubahan terhadap sejumlah pasal dalam UU tersebut pada tanggal 27 Oktober 2016 lalu. Namun sayangnya, hasil perubahan, yang mulai berlaku pada tanggal 28 November 2016 tersebut masih jauh dari yang diharapkan. UU ITE masih berpotensi memberikan ancaman terhadap hak atas kebebasan berekspresi yang rawan kriminalisasi. Kasus Nuril adalah contoh nyata di mana seorang korban pelecehan yang mencoba memperjuangkan haknya justru dijadikan tersangka. Semoga tidak ada Nuril-Nuril lainnya.

 

*)Nefa Claudia Meliala adalah Pengajar Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung

 

Catatan Redaksi:

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline

Tags:

Berita Terkait