Beda Pandang Menko Polhukam dengan LBH Jakarta Soal Perkembangan Demokrasi
Utama

Beda Pandang Menko Polhukam dengan LBH Jakarta Soal Perkembangan Demokrasi

Menko Polhukan melihat indeks persepsi demokrasi Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. LBH Jakarta menilai demokrasi berjalan mundur karena penegakan hukum diabaikan.

Ady Thea Dian Achmad
Bacaan 2 Menit

 

Dalam beberapa tahun terakhir, kasus yang paling banyak diadukan ke LBH Jakarta biasanya terkait dengan kasus perburuhan. Tapi ada tren baru tahun ini dimana jumlah kasus pengaduan paling banyak berkaitan soal investasi dan perkembangan teknologi, seperti pinjaman daring; penyadapan sewenang-wenang terhadap aktivis HAM; persekusi akibat penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian. Lalu, kasus pelecehan seksual melalui media sosial dan perjanjian yang tidak adil antara pengemudi dan perusahaan transportasi daring melalui “perjanjian kemitraan.”

 

“Sepanjang 2019 LBH Jakarta menangani sekitar 5 ribu kasus pelanggaran hukum dan HAM yang terkait dampak negatif perkembangan teknologi dan digitalisasi,” papar Arif beberapa waktu lalu.  

 

Meski kasus terkait investasi dan perkembangan teknologi paling tinggi diadukan masyarakat ke LBH Jakarta, tapi bukan berarti kasus perburuhan jumlahnya turun. Pengaduan terkait kasus perburuhan masih terbilang tinggi. Dari 121 pengaduan yang ditindaklanjuti LBH Jakarta selama 2019, kasus paling banyak terkait soal perkotaan dan masyarakat urban (36 kasus), sipol (29 kasus), dan perburuhan (24 kasus).

 

Arif memperkirakan dalam 5 tahun ke depan tren pengaduan yang akan masuk ke LBH Jakarta tidak jauh berbeda dengan tahun ini, di mana kasus yang paling banyak diadukan terkait pelanggaran hak sipol. Hal ini dipicu oleh kebijakan Presiden Jokowi dalam 5 tahun ke depan yang mengutamakan pembangunan infrastruktur, ekonomi, dan memberi karpet merah untuk investasi (pembangunan ekonomi). Kebijakan itu membuat pembangunan di sektor hukum, HAM, dan demokrasi dikesampingkan atau terabaikan.

 

“Untuk mendorong masuknya investasi pemerintah membutuhkan deregulasi (penyederhanaan regulasi), ketersediaan tanah dan buruh murah. Oleh karena itu, pemerintah menggulirkan sejumlah kebijakan pendukung, salah satunya omnibus law. Ini memicu pelanggaran sipol dan ekosob semakin meningkat,” bebernya.

 

Tags:

Berita Terkait