Beda Pandang Menko Polhukam dengan LBH Jakarta Soal Perkembangan Demokrasi
Utama

Beda Pandang Menko Polhukam dengan LBH Jakarta Soal Perkembangan Demokrasi

Menko Polhukan melihat indeks persepsi demokrasi Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. LBH Jakarta menilai demokrasi berjalan mundur karena penegakan hukum diabaikan.

Ady Thea Dian Achmad
Bacaan 2 Menit

 

(Baca Juga: RPJMN 2020-2024 Dinilai Lupakan Sektor Hukum dan HAM)

 

Direktur LBH Jakarta Arif Maulana melihat sebaliknya. Menurutnya, perkembangan demokrasi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mengalami kemerosotan. Catatan Akhir Tahun (catahu) LBH Jakarta 2019 menunjukan demokrasi, hukum, dan HAM mengalami kemunduran. LBH Jakarta menerima 1.496 pengaduan di tahun 2019. Pengaduan tahun ini jumlahnya lebih banyak daripada tahun 2018 sebesar 1.148 pengaduan.

 

Arif mengatakan ada banyak hal yang menyebabkan meningkatnya jumlah pengaduan itu antara lain kondisi demokrasi, hukum, dan HAM yang mengalami kemerosotan. Arif mencatat banyak produk hukum yang tidak memberi keadilan bagi masyarakat, terutama korban. Kinerja aparat penegak hukum juga perlu dievaluasi karena transparansi dan akuntabilitasnya menurun.

 

Menurut Arif, akselerasi kemunduran demokrasi terjadi di era pemerintahan Joko Widodo. Hal itu terjadi karena pemerintah mengabaikan rule of law, pemberantasan korupsi dan penegakan HAM. Melansir data The Economist Intelligence Unit, indeks demokrasi mengalami kemunduran sampai 20 peringkat di tahun 2017-2018 dan stagnan pada tahun 2019.

 

Kemunduran demokrasi di Indonesia bagi Arif dapat dilihat dari ruang kebebasan sipil yang makin sempit. Demonstrasi pelajar dan mahasiswa direpresi secara brutal, dan ormas dapat dibubarkan tanpa mekanisme pengadilan. Kemudian revisi UU KPK mengabaikan suara rakyat dan penegakan hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.

 

Sebelum dilantik sebagai Menteri, Arif mencatat Mahfud pernah menyebut demokrasi di Indonesia dibelokkan menjadi prosedural dan dikuasi oligarki dan elit tertentu. Tapi sejak dilantik sebagai menteri Arif melihat pandangan Mahfud terkait demokrasi sekarang berbalik. “Saya heran, setelah menjadi menteri pandangan beliau menjadi kabur. Seperti halnya penilaian ngawur bahwa tidak ada pelanggaran HAM di era pemerintahan Jokowi,” katanya ketika dihubungi, Senin (16/12).

 

Untuk diketahui, dari 1.496 pengaduan yang diterima LBH Jakarta berdasarkan kategori pelanggaran tercatat sebanyak 535 kasus yang diadukan masuk kategori pelanggaran hak sipil dan politik (sipol); pelanggaran hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob) 357 kasus; dan kelompok khusus 269 kasus.

 

Berdasarkan jenis kasus yang diadukan, Arif memaparkan 514 kasus nonstruktural seperti pidana dan perdata. Kemudian 431 kasus perkotaan dan masyarakat urban antara lain persoalan tanah dan tempat tinggal, pendidikan, pelayanan publik, dan kesehatan. Sebanyak 203 kasus keluarga, seperti perceraian, waris, dan KDRT. Selanjutnya 196 kasus perburuhan seperti hubungan kerja dan hak-hak normatif ketenagakerjaan.

Tags:

Berita Terkait