Barang Sitaan Numpuk, Ongkos Perawatan Minim
Rupbasan:

Barang Sitaan Numpuk, Ongkos Perawatan Minim

Tidak ada batas waktu pengambilan barang sitaan. Jika tidak diambil-ambil pemiliknya, barang sitaan tetap menginap di Rupbasan. Padahal, anggaran perawatan hanya Rp1 juta per bulan untuk ribuan barang sitaan.

Nov/Ycb
Bacaan 2 Menit
Barang Sitaan Numpuk, Ongkos Perawatan Minim
Hukumonline

 

Dirjen Pemasyarakatan Depkumham Untung Sugiyono, ketika diwawancara hukumonline via telepon (2/7), tidak menampik hal ini. Alokasi minim dianggapnya wajar saja karena Rupbasan ini baru. Sekedar informasi, fisik Rupbasan memang telah berdiri sejak tahun 2000, tapi petunjuk pelaksanaan dan teknisnya baru keluar 2002. Untuk perangkat sitaan sendiri juga baru terealisir empat tahun lalu (2004).

 

Masih ada prioritas yang lain, ujarnya. Lagipula yang menentukan anggaran itu bukan Dirjen Pemasyarakat. Kami hanya mengajukan, lalu pemerintah dan DPR lah yang menentukan. Untuk biaya perawatan Rupbasan, masing-masing Unit Pelayanan Teknis (UPT) lah yang menentukan.

 

Tapi perlahan, pasti akan terus ditingkatkan anggaran untuk Rupbasan, khususnya untuk biaya perawatan. Kami juga selalu merekomendasikan untuk peningkatan ini, pungkas Untung.   

 

Tidak Ada Batas Waktu

Sebenarnya, anggaran yang hanya Rp1 juta ini tidak akan bermasalah jika barang sitaan juga tidak menumpuk. Menurut Budi (28/6), banyak pemilik enggan mengambil kembali barangnya yang tersita karena birokrasi. Harus ada putusan pengadilan dan pihak eksekutor, jaksa. Selain itu, banyak juga yang malas mengambil karena merasa barang yang disita tidak penting-penting amat dan nominalnya rendah.

 

Tak heran terjadi penumpukan. Barang yang dialihkan ke Rupbasan dan tidak diambil-ambil terpaksa menumpuk sampai berdebu. Masalahnya memang tidak ada aturan yang menyebutkan berapa lama barang sitaan itu akan disimpan di Rupbasan.

 

Bisa saja kan, barang berharga yang memang sengaja tidak diambil-ambil pemiliknya itu dilelang. Tapi karena Rupbasan tidak memiliki wewenang untuk melelang, maka barang-barang yang menumpuk itu tidak bisa sembarangan dilelang.

 

Rupbasan ini ibaratnya hanya sebagai gudang penyimpanan. Tidak ada kewajiban untuk memberi tahu pemilik barang untuk mengambil kembali barang mereka yang sempat disita, sehingga pasif saja menunggu pihak yang merasa berhak datang mengambil. Tentunya, harus dilengkapi putusan pengadilan yang sudah inkracht, surat dari kejaksaan, dan bukti-bukti kepemilikan barang. Seperti STNK, BPKB, dan lain-lain.

 

Hanya itu saja. Tidak ada patokan yang jelas kapan barang-barang yang sudah menumpuk dan tidak diambil-ambil ini akan dibuang atau dilelang untuk menambah kas negara. Pasal 46 KUHAP pun hanya mengatur seadanya. Ketika sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap, baru barang sitaan dapat diserahkan. Tapi, tidak mengatur jika barang sitaan tidak diambil-ambil pihak yang berhak.

 

Pasal 46

(2) Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut-sebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau dirusakan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.

 

Kejaksaan selaku eksekutor juga hanya bisa menunggu putusan dari pengadilan. Abdul Hakim Ritonga mengatakan barang bukti yang dirampas negara, eksekusinya dilakukan oleh jaksa melalui lelang. Namun, sebelumnya harus ada putusan pengadilan yang menyatakan kalau barang tersebut dirampas oleh negara. Sampai saat ini, menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum ini sudah banyak sekali barang yang dilelang. Sayang, Ritonga tidak bisa menyebut berapa jumlah barang yang telah dilelang tersebut.

Rupbasan, walau belum akrab di telinga, tapi sudah sejak lama dimandatkan oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Berdasarkan Pasal 44 ayat (1) KUHAP, barang sitaan disimpan dalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara alias Rupbasan. Sampai saat ini sudah 60 unit tersebar di seluruh Indonesia dan semuanya berada di bawah kendali Departemen Hukum dan HAM.

 

Ada dua jenis barang yang disimpan di Rupbasan, Basan (Benda Sitaan Negara) dan Baran (Barang Rampasan Negara). Di Rupbasan Kelas I Bandung misalnya, teronggok 1557 barang sitaan. Ribuan barang tersebut tidak dibiarkan begitu saja tanpa perawatan, ada perawatannya walaupun minim.

 

Status Kasus

Isi Gudang

Akumulasi Jumlah

Umum

Berharga

Berbahaya

Terbuka

A I

Penyidik

1

-

5

9

15

A II

Kejaksaan

1378

13

7

138

1536

A III

Pengadilan Negeri

4

-

-

2

6

Jumlah

1383

13

12

149

1557

Sumber: Rupbasan Bandung (Januari-Juni 2008)

 

Maklum saja, alokasi anggaran untuk perawatan hanya sebesar Rp1 juta per bulan. Padahal, barang yang dirawat jumlahnya ribuan. Ratusan motor terparkir di dalam gudang penyimpan-Rupbasan. Motor-motor itu butuh dipanaskan, masa' jatah untuk 200 motor hanya 10 liter (bensin), kata Budiman Kusumah, Kasubsi Adpel Rupbasan Bandung, Sabtu (28/6) lalu.

 

Walau tidak maksimal, setidaknya ada upaya Rupbasan untuk merawat barang-barang sitaan itu. Kepala Rupbasan Ali Musthofa mengatakan, mau bagaimana lagi? Sudah untung barang ditaruh di Rupbasan, kalau di polisi pasti sudah dibiarkan begitu saja. Jadi, ya mau tidak mau harus dicukup-cukupin.

Tags: