Baleg DPR Lebih Memilih Putusan MA Ketimbang MK Soal Batas Usia Calon Kepala Daerah
Utama

Baleg DPR Lebih Memilih Putusan MA Ketimbang MK Soal Batas Usia Calon Kepala Daerah

Mayoritas fraksi beralasan putusan MA No.23 P/HUM/2024 dinilai paling jelas mengatur tentang persyaratan usia calon kepala daerah.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Artinya, persyaratan usia calon kepala daerah terhitung sejak penetapan calon, bukan ketika dilantik. Namun mayoritas fraksi dalam rapat Panja RUU Pilkada sepakat memilih syarat usia calon kepala daerah sebagaimana putusan MA No.23 P/HUM/2024. Hanya fraksi PDIP yang memilih putusan MK No.70/PUU-XXII/2024 sebagai acuan syarat usia calon kepala daerah dalam RUU Pilkada.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ach Baidowi, mengatakan putusan MA lebih jelas dan detail mengatur ketentuan tentang syarat usia pencalonan kepala daerah. Sementara putusan MK hanya menolak seluruh permohonan. Semua yang disampaikan anggota Baleg DPR terkait 2 putusan itu menurut Baidowi secara logika sudah benar, tapi ada norma hukum yang harus dirujuk.

“Mayoritas fraksi merujuk pada putusan MA, DPD juga begitu, pemerintah menyesuaikan (setuju dengan Baleg,red),” kata politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu saat memimpin rapat Panja RUU Pilkada, Rabu (21/8/2024).

Anggota Baleg dari fraksi PDIP, TB Hasanuddin, mengatakan dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) yang menuai perdebatan mengenai syarat usia calon kepala daerah itu sudah jelas dalam RUU yang ditekankan adalah pengaturan tentang calon, bukan kepala daerah terpilih. “Jadi karena masih calon, ya waktu pendaftaran kemudian ditetapkan,” tegasnya.

Lebih lanjut mantan anggota Komisi I DPR itu memberikan contoh untuk menjadi perwira TNI prosesnya melalui akademi militer. Batasnya adalah ketika ditetapkan menjadi taruna akademi militer, bukan ketika jabatannya dilantik sebagai letnan. “Menurut hemat kami begitu,” urainya.

Politisi partai Demokrat, Benny K Harman, mengusulkan agar masing-masing fraksi menyampaikan pandangannya terkait persoalan ini agar publik dapat mengetahui. Masalah ini bukan sebab apa yang diusulkan Baleg DPR RI tapi telah terbit 2 putusan dari lembaga tinggi negara yakni MA dan MK.

Putusan MK juga tidak menganulir putusan MA, sehingga sebagai pembentuk UU melihat keduanya punya norma yang sama. Kecuali jika putusan MK menyatakan putusan MA tersebut tidak berlaku.“Ini kita kemudian bingung pilih yang mana, saya setuju kalau ini pilihan politik kita yang ada di Baleg,” tegas anggota legislatif dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur I itu.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait