APHK, Asosiasi Dosen yang Bercita-Cita Memperbaharui Hukum Perdata
Berita

APHK, Asosiasi Dosen yang Bercita-Cita Memperbaharui Hukum Perdata

Kepengurusan periode saat ini banyak diisi oleh dosen-dosen perdata dari FH UNAIR.

RIA
Bacaan 2 Menit

Sogar mengatakan pembahasan mengenai perikatan ini didasari oleh buku tiga di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek) sebagai satu-satunya buku dalam ketentuan tersebut yang belum diatur secara khusus dalam hukum nasional. “Itu makanya kita punya pikiran kita fokus pada Buku 3 tentang perikatan karena kita harus objektif bahwa banyak ketentuan yang ada di dalam buku 3 itu yang udah ngga sesuai lagi dengan kebutuhan hukum,” tandasnya.

Sogar mengatakan APHK ingin UU Perikatan nantinya sebisa mungkin akan mengatur secara komprehensif dengan mengakomodir prinsip-prinsip yang berkembang, baik itu yang ada di domestik, baik itu adat, islam, maupun itu yang ada di yurisprudensi, termasuk prinsip-prinsip hukum kontrak dagang internasional yang berkembang di dunia perdagangan internasional.

Kurang Perhatian Pemerintah
Di hari terakhir acara Konferensi Nasional Hukum Keperdataan, Jumat (17/4), sempat terucap kalimat dari mulut Sogar “bukannya saya cemburu dengan yang lain, tapi saya berharap pemerintah bisa memberi perhatian lebih pula dalam pembaruan hukum perdata ini, khususnya hukum perikatan.”

Dian kembali menyebutkan bahwa sebagaimana yang telah diucapkan Prof. Sogar danguru besar lainnya seperti itu lah yang terlihat saat ini. “Nampaknya kita memang untuk reformasi dalam hal hukum perdata itu agak tertinggal,” ujar Dian.

Apalagi, Belanda, yang merupakan negara asal BW, sudah melakukan pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata itu sejak  1947. “Di Indonesia, gagasan untuk mengubah kodifikasi BW sudah ada sejak tahun 1970-an, tetapi kemudian hal itu tidak pernah terwujud sama sekali,” ucap Dian.

“Padahal kebutuhan akan pembaruan hukum perdata itu sangat dinanti-nantikan karena aturan BW dirasa tidak dapat lagi memenuhi perkembangan jenis-jenis perikatan saat ini,” imbuhnya.

Dian berharap ke depan pemerintah bisa melibatkan APHK dalam mereformasi hukum keperdataan Indonesia. “Harapan kami pemerintah ingin melakukan reformasi ini kan paling tidak mengajak kita, dari organisasi. Ini untuk paling tidak ikut sumbang saran. Sebetulnya, konferensi ini kan kita untuk bertukar pikiran dan kemudian menyamakan persepsi. Kemudian kalau kita sudah sama persepsi apa yang akan kita usulkan dalam setiap konferensi ini mestinya kita bisa usulkan kepada pemerintah,” paparnya.

Ke depannya, APHK membuka kemungkinan mengambil langkah aktif dengan melakukan audiensi kepada para pembuat kebijakan. “Tapi ini kan semuanya tidak bisa dilakukan secara mendadak. Jadi mungkin cara kita sekarang, ya ini. Paling tidak kita dengan mengeluarkan proceeding, hasil konferensi kita ini bisa kita sebarkan lebih dahulu,” ujar Dian.

Perjalanan memperbaharui hukum keperdataan Indonesia memang masih panjang. Namun, para dosen ini sudah berada di track yang benar, karena mereka-lah harusnya berperan mendorong reformasi itu. Seperti pidato Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali ketika membuka konferensi tersebut, “Akademisi dan Hakim harus berkolaborasi memperbaharui hukum perdata”. Semangat!

Tags:

Berita Terkait