Anna Maria Tri Anggraini: Srikandi Penjaga Persaingan Usaha
Edsus Akhir Tahun 2010:

Anna Maria Tri Anggraini: Srikandi Penjaga Persaingan Usaha

Banyak akademisi berubah sikap ketika diangkat menjadi pejabat publik. Mereka menarik diri dari ruang perdebatan ilmiah karena takut slip of tongue. Tidak demikian halnya dengan Tri Anggraini.

Mvt
Bacaan 2 Menit

 

Sejak bergelar doktor, Tri makin aktif terlibat dalam kajian akademis di bidang persaingan usaha. Ia sering diundang dalam seminar-seminar KPPU sebagai pembicara. Ditambah lagi, ia kemudian bekerja sama dengan Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ), salah satu lembaga penelitian dari Jerman, mengenai persaingan usaha di Indonesia. Tugasnya saat itu membuat matriks dan ringkasan setiap putusan KPPU dari tahun 2003 hingga 2005.  “Saya jadi paham bentuk putusan KPPU. Ibaratnya sudah di luar kepala,” katanya.

 

Kegiatan akademis seperti itu juga membuat Tri memahami praktik kerja KPPU lebih dalam. Selama ini, akunya, ia hanya berkutat pada teori, dalam kedudukan sebagai mahasiswa doktoral dan dosen. “Dari situ, saya mulai memahami seluk beluk persaingan usaha secara praktek,” ujarnya.

 

Awal 2006, KPPU membuka lowongan untuk posisi komisioner. Tri mendapat info dari rekannya dan disemangati untuk mendaftar. Awalnya ia mengaku tidak tertarik. “Kalau di dalam, saya jadi tidak bisa mengkritisi dan memberi masukan secara bebas,” tepisnya.

 

Namun, ternyata banyak kalangan yang mendorongnya ikut proses seleksi. Dorongan terutama datang dari rekan dan gurunya sesama akademisi. Akhirnya, setelah melalui pertimbangan matang, Tri memutuskan ikut seleksi komisioner KPPU. “Saya kemudian berpikir, kalau memang saya berkesempatan memberi kontribusi perbaikan dan perubahan dari dalam, terutama dari sisi hukum, mengapa tidak”.

 

Tri menceritakan, ada empat tahap seleksi yang harus dilaluinya sebelum terpilih sebagai komisioner KPPU. Pertama, tahap umum yang berisikan tes pemahaman substansi UU, teori persaingan usaha, dan beberapa jenis lainnya. Lolos dari tahap ini, psikotes sudah menunggu. Kemudian, tahap selanjutnya adalah wawancara oleh komisioner KPPU. Tri menyebut, ketiga tahap awal ini tidak begitu sulit ia lewati. “Mungkin karena sudah keseharian saya,” katanya.

 

Tahap terakhir diakui Tri paling mendebarkan dan menarik. Ia harus berhadapan dengan empat puluhan anggota Komisi VI DPR untuk menjalani fit and proper test. “Saya cukup deg-degan waktu itu. Ada enam belas orang yang memberikan pertanyaan selama sekitar 1,5 jam,” kenangnya.

 

Duduk dan ‘disidang’ puluhan anggota DPR jadi pengalaman baru bagi Tri. Memang, sebelum uji kelayakan itu, ia sudah terbiasa datang ke Senayan, biasanya ke komisi VI pada saat proses pembahasan RUU Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. “Tentunya beda, saat itu saya duduk di balkon sebagai pengunjung umum. Juga tidak terlibat langsung dengan proses yang sedang terjadi di sidang DPR. Sementara, pada FPT saya justru sendirian berhadapan dengan para anggota DPR,” lanjutnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait