Anggota DPR Menduga Kejaksaan Sengaja Membiarkan Samadikun Kabur
Berita

Anggota DPR Menduga Kejaksaan Sengaja Membiarkan Samadikun Kabur

Ternyata, ada tiga surat 'jaminan' yang meluluhkan hati petinggi Kejaksaan Agung untuk memberi izin berobat kepada Samadikun. Bahkan ia sudah sempat booking pesawat SQ161 untuk penerbangan Jakarta-Tokyo pada 5 April 2003.

Mys
Bacaan 2 Menit

Meski sudah menerima salinan putusan kasasi, Kejaksaan tidak langsung eksekusi. Dengan alasan formalitas, Kejaksaan terlebih dahulu mengirimi Samadikun surat panggilan untuk memenuhi eksekusi. Setelah surat-suratnya tidak digubris barulah Kejaksaan mendatangai rumah Samadikun di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Begitu didatangi, Samadikun sudah raib.

Atas laporan dari Kajari Jakarta Pusat, Kejagung mencoba koordinasi dengan Ditjen Imigrasi. Apakah memang izin berobat itu sudah digunakan atau belum. Setelah dilakukan koordinasi, Kedubes Jepang mengakui sudah menerbitkan visa tertanggal 31 Maret 2003.

Kemudian pada 1 April, Ditjen Imigrasi menulis surat ke Bandara Soekarno-Hatta hanya ada satu pintu keluar bagi Samadikun melakukan pengobatan di Jepang. Pelacakan berikutnya berhasil menemukan fakta bahwa pada permohonan visa tersebut tercantum bahwa Samadikun sudah booking pesawat SQ161 untuk berangkat ke Tokyo pada 5 April 2003. Setelah dilacak berdasarkan print out penerbangan pesawat dimaksud, ternyata pada tanggal tersebut tidak ada penumpang bernama Samadikun Hartono berangkat ke Jepang.

Oleh karena hanya satu pintu keluar yang diterbitkan Ditjen Imigrasi bagi Samadikun, Kejaksaan menarik asumsi-asumsi  apakah yang bersangkutan berada di wilayah yurisdiksi Indonesia atau tidak. Atas dasar itu, Kejagung berkoordinasi lagi dengan Imigrasi Jepang. Dari sini, diperoleh informasi bahwa memang tidak ada  nama Samadikun  masuk di Jepang.

Basrief mengakui Kejagung belum cukup puas dengan penjelasan demikian. Lagi-lagi Kejagung meminta bantuan Ditjen Imigrasi untuk melakukan pelacakan terhadap semua pintu keluar yang ada di wilayah RI. Ternyata, sampai sekarang belum didapatkan. Pelacakan itu sendiri terhalang oleh sistem manual yang ternyata masih diterapkan Imigrasi terhadap WNI.

Kejaksaan terus mengupayakan. Pada 30 Juli 2003 JAM Intel menerbitkan surat perintah untuk memback-up proses eksekusi. Surat itu memerintahkan beberapa personil jaksa untuk melakukan pencarian dan penangkapan Samadikun. Disusul pula oleh langkah JAM Pidsus yang membuat surat kepada Kabareskrim Mabes Polri untuk melacak keberadaan Samadikun. Toh, hingga sekarang batang hidung Samadikun belum kelihatan. Ataukah ia akan bernasib seperti Edy Tansil?

Tags: