Ancam Kebebasan Berekspresi, 2 Aturan Ini Diusulkan Direvisi
Terbaru

Ancam Kebebasan Berekspresi, 2 Aturan Ini Diusulkan Direvisi

Muatan UU ITE dan KUHP Nasional mengatur sejumlah ketentuan yang dinilai mengancam kebebasan sipil seperti kebebasan berpendapat dan berekspresi yang disampaikan secara damai.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Beberapa korban yakni aktivis di Nusa Tenggara Barat yang dikriminalisasi karena mengkritik keterlibatan anggota DPRD dalam kasus penyalahgunaan narkotika. Baiq Nuril yang melaporkan pelecehan seksual atasannya kemudian dikenakan pasal pencemaran nama baik. Kalangan akvitis juga tak luput dikriminalisasi menggunakan UU ITE seperti Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanty.

Begitu juga ketentuan dalam KUHP Nasional seperti menghidupkan kembali pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden, di mana tahun 2006 ketentuan itu dibatalkan melalui putusan MK. Memuat juga ketentuan yang mengkriminalisasi penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga negara, dan melarang demonstrasi tanpa izin yang dianggap mengganggu kepentingan umum.

“Ketentuan yang bersifat umum ini dapat disalahgunakan untuk menekan kritik yang sah dan kegiatan berkumpul secara damai,” ujar Ari.

Amnesty International Indonesia merekomendasikan ketentuan bermasalah dalam UU ITE dan KUHP Nasional untuk dicabut atau direvisi. Memastikan ancaman, serangan, intimidasi, dan pelecehan terhadap pembela HAM serta jurnalis segera diselidiki secara menyeluruh, tidak memihak, independen, transparan, dan efektif. Pihak yang dicurigai bertanggungjawab harus diadili dalam peradilan yang adil, sesuai standar peradilan internasional melalui pengesahan RUU Perlindungan Pembela HAM.

Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, mengapresiasi temuan dan rekomendasi yang disampaikan Amnesty International Indonesia. Menurutnya kebijakan yang berpotensi melanggar HAM seperti sebagian ketentuan dalam UU ITE dan KUHP Nasional menjadi titik penting yang harus disorot. Aparat penegak hukum harus punya pandangan dan pendapat yang sama soal kritik karena praktiknya hal itu sering dianggap sebagai pencemaran nama baik.

“Negara harus menjamin kebebasan sipil terutama kebebasan berpendapat dan menyampaikan kritik,” tegasnya.

Pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, juga mengapresiasi laporan yang disampaikan Amnesty International Indonesia. Mengingat beberapa bulan ke depan masyarakat sebagai pemilih akan memilih para kandidat yang maju dalam kontestasi pemilu 2024, maka penting untuk mencermati komitmen para kandidat dalam mengusung isu hukum, demokrasi dan HAM.

“Perlu dicek bagaimana rekam jejak para kandidat selama ini,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait