Altruist Lawyers Sepakat, Penerapan Putusan MK No. 23/2021 Harus Tegas dan Terbatas
Terbaru

Altruist Lawyers Sepakat, Penerapan Putusan MK No. 23/2021 Harus Tegas dan Terbatas

Penerbitan Putusan MK No. 23/2021 membawa sejumlah perubahan dalam mekanisme kepailitan dan PKPU, salah satunya: terbukanya upaya hukum kasasi terhadap putusan PKPU.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 9 Menit

 

Untuk menghindari risiko kreditur nakal yang mengambil jalan pintas, Bobby pun memberi beberapa alternatif pilihan. Ia menjelaskan, pada UU K-PKPU yang saat ini berlaku, terkandung asas keseimbangan dalam proses PKPU. Sebagaimana termuat dalam Penjelasan Umum UU K-PKPU,  asas keseimbangan ini dapat diterapkan pada beberapa ketentuan.

 

Penerapan ketentuan tersebut ditujukan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan baik oleh debitur yang tidak jujur; maupun kreditur yang tidak beriktikad baik. Sebagai contoh, diberlakukan ketentuan pada Pasal 240 ayat (1) UU K-PKPU bahwa dalam proses PKPU, debitur tidak dapat melakukan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya tanpa persetujuan pengurus. Apabila berlanjut ke proses pailit—seperti halnya tertuang dalam Pasal 24 ayat (1) UU K-PKPU—debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.

 

“Di sisi lain, dalam Pasal 11 ayat (1) jo. Pasal 14 ayat (1) UU K-PKPU tertulis, terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit terbuka upaya hukum kasasi dan peninjauan kembali. Setiap ketentuan tersebut diberlakukan guna mencapai keseimbangan antara kepentingan debitur dan kreditur,” kata Bobby.

 

Koreksi UU K-PKPU Cenderung Merugikan Klien  

Sebagai firma hukum yang bergerak di jasa hukum korporasi Indonesia, kehadiran Putusan MK No. 23/2021 memengaruhi mekanisme penyelesaian kepailitan dan PKPU pada sejumlah klien Altruist Lawyers. Menjadi firma yang mewakili pihak kreditur, tidak dapat dimungkiri, koreksi terhadap ketentuan UU K-PKPU cenderung merugikan klien; karena dapat menjadi celah bagi debitur yang beriktikad tidak baik.

 

“Ia bisa jadi tidak serius dalam menyampaikan tawaran perdamaian untuk menyelesaikan kewajibannya. Selain itu, dalam hal permohonan kasasinya diterima, tawaran perdamaian yang tidak memuaskan para pihak (dengan dibuktikan mayoritas kreditur menolak), menjadi tidak mengikat semua pihak oleh karenanya menimbulkan ketidakpastian dan prosedur yang berkepanjangan apabila tidak diatur jangka waktunya secara tegas,” Bobby menambahkan.

 

Pada sisi sebaliknya, ketika mewakili pihak debitur, upaya hukum kasasi ini menjadi jaminan bagi para debitur untuk terhindar dari iktikad buruk para kreditur yang bermaksud mematikan kegiatan usaha. Jadi, ia tidak secara serta-merta dapat dipailitkan, walau kondisi keuangan masih solven. Justru, kondisi ini memungkinkan ia dapat mengajukan upaya hukum kasasi. 

 

Maka dari itu, dalam waktu dekat, Altruist Lawyers mendukung imbauan Mahkamah Konstitusi kepada Mahkamah Agung–sebagai badan peradilan tertinggi di Indonesia yang membawahi Pengadilan Niaga –untuk membuat pengaturan terkait prosedur dan tata cara  pengajuan upaya hukum kasasi terhadap putusan PKPU yang diajukan dan ditolaknya tawaran perdamaian oleh kreditor. Ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada pengaturan secara spesifik terkait batasan waktu pemeriksaan perkara pada tingkat kasasi terhadap Putusan PKPU tersebut.

Tags: