Alasan Evi Novida Gugat ke PTUN dan Pandangan Pakar
Berita

Alasan Evi Novida Gugat ke PTUN dan Pandangan Pakar

Gugatan Evi Novida ke PTUN untuk pembatalan putusan DKPP dan pembatalan Keppres pemberhentian secara tidak hormat dirinya yang diterbitkan Presiden.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Belum tentu tepat

Dihubungi terpisah, Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jentera  Bivitri Susanti menyebutkan tidak ada salahnya jika Evi mencoba menggugat putusan DKPP ke PTUN, meskipun hal itu belum tentu tepat. Namun langkah yang paling tepat yang bisa dilakukan adalah menggugat Keppres yang diterbitkan Presiden ke DKPP karena Keppres merupakan produk pejabat tata usaha negara.

 

Bivitri mengungkapkan setidaknya terdapat sejumlah alasan yang bisa digunakan sebagai dalil menggugat Keppres pemberhentian Evi secara tidak hormat yang diterbitkan Presiden. Pertama, dari segi prosedur, Hendri Makalausc sebagai pengadu sudah mencabut pengaduannya. 

 

“Kalau dalam hukum acara, kita bicara hukum acara ini karena kan DKPP itu lembaga etik. Harusnya dalam hukum acara kalau sudah menarik laporan sudah tidak bisa diproses,“ terang Bivitri. 

 

Kedua, menurut Bivitri dalam proses di lembaga etik manapun yang namanya teradu harus diberikan kesempatan yang sama untuk memberikan pembelaaan. Terkait hal ini, sebagaimana pengakuan Evi, dirinya tidak banyak memiliki kesempatan untuk membela diri karena tidak hadir dalam pemanggilan akibat sedang sakit. 

 

Ketiga, Bivitri mengajukan pertanyaan apakah persoalan Evi ini benar wilayah etik atau bukan? Menurut Bivitri, sebenarnya yang dilakukan KPU adalah kesalahan penafsiran putusan MK. Karena itu, kalaupun terdapat kesalahan penafsiran, pertanyaan berikutnya KPU boleh salah atau tidak? Menurut Bivitri, sebenarnya bisa saja orang melakukan kesalahan asal bukan dengan cara melanggar kode etik perilaku.

 

”DKPP itu kan lembaga etik bukan lembaga seperti Bawaslu. Dia harus mengecek apakah ada pelanggaran etik atau tidak. Contohnya apa? Misalnya kalau Bu Evi ketahuan dia makan-makan dulu dengan pihak yang diuntungkan. Tapi ini kan yang dianggap salah adalah penafsiran terhadap putusan MK,” terang Bivitri.

 

Keempat, menurut Bivitri, penafsiran KPU merupakan keputusan lembaga. Untuk itu ia mempertanyakan kelayakan langkah DKPP yang hanya memecat satu orang anggota KPU, sementara keputusan KPU diambil secara kolektif kolegial. 

 

Kelima, Bivitri menilai bentuk putusan sidang dewan etik seharusnya bertingkat. Sepanjang pengetahuan Bivitri, Evi belum pernah dijatuhi teguran keras sebelumnya, namun langsung dipecat oleh DKPP. ”Ini juga saya kira harus ditelaah lebih jauh apakah DKPP sudah menjalankan sidang etik itu dengan tepat?”

Tags:

Berita Terkait