Adu Strategi Komisi I dan Menkominfo
Kasus MoU Microsoft

Adu Strategi Komisi I dan Menkominfo

Dua amunisi telah disiapkan Menkominfo untuk melanjutkan MoU dengan Microsoft. Merevisi Keppres Pengadaan Barang/Jasa dan jalan kompromi. Komisi I pasang target agar MoU itu ditinjau ulang.

Lut
Bacaan 2 Menit

 

Ini betul-betul suatu keanehan yang hampir ajaib. Seharusnya negara membuat strategi atau kebijakan informasi dan teknologi informasi yang komprehensif. Yang tujuannya untuk membenahi infrastruktur IT yang masih amburadul. Ini malah ngurusi vendor policy. Saya bingung, pemerintah macam apa ini, tandasnya.

 

Marzuki Darusman, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar menilai bahwa langkah merevisi Keppres tersebut merupakan kebiasan buruk Menkominfo. Masak anak dari sebuah regulasi yang keliru lalu induknya yang diubah. Dari dulu ia selalu begitu. PP yang keliru mengenai penyiaran malah dipertahankan. Sebaliknya, UU Penyiaran yang akan diubah. Saya nggak mengerti, falsafah hukum apa yang dianutnya, tandasnya.

 

Mantan Jaksa Agung ini menekankan bahwa Komisi I akan memintahkan agar MoU ini ditinjau ulang. Kita tidak apriori. Namun, jika Menkominfo ngotot dan tidak merevisi MoU ini secara memuaskan, kita akan melakukan penekanan agar MoU itu ditinjau ulang. Wong biang keroknya ada di pemerintah kok, tandasnya.

 

Dukungan

Sedikit dukungan disampaikan oleh Kepala Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik Bappenas Agus Rahardjo. Ia menyatakan, jika pemerintah tetap ingin melanjutkan MoU dengan Microsoft maka perlu disiapkan payung hukumnya. Yang paling mudah, lanjutnya, tentu saja dengan merevisi Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

 

Hanya saja, Agus mengingatkan, untuk mengeluarkan Keppres penunjukkan langsung itu syaratnya banyak. Kalau ada pekerjaan yang memerlukan penunjukkan langsung pasti presiden mempunyai pertimbangan kenapa pekerjaan ini harus dilakukan penunjukkan langsung. Pada prinsipnya, Pemerintah boleh melakukan penunjukkan langsung tapi harus memenuhi beberapa kriteria, paparnya.

 

Kriteria itu di antaranya terkait dengan kondisi darurat karena terjadi bencana alam. Sudah dipastikan bahwa pengadaan barang dan jasa dilakukan tanpa melalui lelang. Contohnya saat terjadi bencana tsunami. Itungannya biasanya dilakukan belakangan. Setelah diaudit oleh BPKP, baru dibayar oleh pemerintah, katanya.

 

Penunjukkan langsung bisa dilakukan jika ada pemegang hak paten yang tidak ada alternatif untuk barang tertentu. Di Indonesia, tidak pernah dilakukan tender untuk pengadaan listrik. Tarif itu resmi ditentukan pemerintah. Tarif PLN tidak pernah dilakukan tender karena memang tidak ada alternatif, jelasnya.

Tags: