Ada 2 Salah Paham tentang Penelitian dengan Teori Feminis Hukum
Utama

Ada 2 Salah Paham tentang Penelitian dengan Teori Feminis Hukum

Penelitian sosio legal di awal tetap menganalisis doktrin dan kerangka normatif hukum yang diteliti. Teori feminis hukum dipilih karena relevan dengan topik perempuan berhadapan dengan hukum dalam kasus Baiq Nuril.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 3 Menit

2. Meninggalkan Doktrin dan Kerangka Normatif

“Penelitian sosio legal tetap menjadikan hukum dalam kerangka normatif dan doktrin sebagai ‘primadonanya’. Hanya saja dibantu ilmu-ilmu dari disiplin lain yang relevan untuk menganalisis konteks (peristiwa) hukum,” kata Inge. Sebagai yuris, Inge memastikan penelitian sosio legal tidak mungkin meninggalkan doktrin dan kerangka normatif hukum.

“Kami selalu mulai dari analisis doktrin dan kerangka normatif hukum yang diteliti, dilanjutkan analisis dengan ilmu disiplin lain yang diperlukan. Hasilnya adalah rekomendasi yang utuh untuk perbaikan hukum berdasarkan kenyataan hukum di lapangan,” kata Inge. Ia menyadari ada sejumlah kebingungan seolah yuris harus menguasai segala ilmu dari disiplin lain jika ingin melakukan penelitian sosio legal.

“Yuris tentu saja bisa bekerja sama dengan ahli-ahli disiplin ilmu lain saat melakukan penelitian sosio legal. Paling tidak yuris membuka diri atas isu terkait di masyarakat,” kata Inge menjelaskan.

Mentari berbagi pengalamannya hingga akhirnya memilih teori feminis hukum untuk penelitian skripsinya dalam kerangka sosio legal. “Saya mulai dari minat dan keresahan pada isu perempuan berhadapan dengan hukum. Lalu, saya pilih studi putusan Ibu Baiq Nuril dan melihat teori feminis hukum paling tepat,” kata Mentari. Analisis normatif dan doktrin hukum tetap dilakukan olehnya karena penelitian itu sebenarnya menjadikan putusan pengadilan sebagai objek riset dengan ditambahkan analisis teori feminis hukum tersebut.

Tags:

Berita Terkait