Abdul Rahman Saleh, 'Mencubit' MA Lewat Dissenting Opinion
Utama

Abdul Rahman Saleh, 'Mencubit' MA Lewat Dissenting Opinion

Pembacaan secara terbuka di muka umum dissenting opinion oleh Abdul Rahman Saleh mengakhiri segala perdebatan dan keragu-raguan soal bisa-tidaknya hal tersebut dilakukan sebelum ada Peraturan Mahkamah Agung (Perma).

Amr
Bacaan 2 Menit

Pusat Data Hukumonline

 

Dissenting di Mahkamah Konstitusi

Akan tetapi, di sisi lain, pembacaan dissenting opinion tersebut dilakukan setelah ketua majelis hakim mengetokkan palu, tanda seluruh isi putusan selesai dibacakan. Sebelumnya, kelima majelis hakim agung kasasi membacakan seluruh putusan secara bergantian selama lebih dari delapan jam.

 

Memang, UU Kekuasaan Kehakiman ataupun UU Mahkamah Agung tidak menjelaskan mengenai bagaimana pemuatan dissenting opinion yang semestinya. Model pencantuman dissenting opinion yang "terpisah" dari isi putusan, seperti yang ditemui di Pengadilan Niaga atau Pengadilan HAM tidak bisa begitu saja dijadikan patokan oleh majelis kasasi MA.

 

Pasalnya, model pencantuman dissenting opinion yang demikian tidak dilakukan oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi dalam putusan perdananya (30/12/2003) telah mencantumkan pendapat yang berbeda dari tiga hakim dalam isi putusannya secara utuh dan tidak terpisahkan.

 

Dalam putusan No. 004/PUU-I/2003, majelis hakim konstitusi memuat pendapat berbeda dari hakim konstitusi Laica Marzuki, Achmad Roestandi, dan H.A.S. Natabaya di bawah bagian berjudul "PENDAPAT BERBEDA" (halaman 18), setelah uraian tentang "Legal Standing Pemohon" (halaman 15) dan sebelum diktum "MENGADILI" (halaman 31).

 

Dalam bagian "PENDAPAT BERBEDA" dimuat argumen dan landasan hukum dari ketiga hakim konstitusi. Perlu diketahui, dasar hukum dari pencantuman dissenting opinion dalam putusan majelis Mahkamah Konstitusi diatur secara tegas dalam Pasal 45 ayat (10) UU No.24 tentang Mahkamah Konstitusi.

 

Satu hal yang juga perlu ditegaskan adalah, baik Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi tunduk pada UU Kekuasaan Kehakiman. Namun, di luar itu keduanya diatur secara khusus (lex specialis) oleh dua UU yang berbeda. Di sinilah letak perbedaan penting pengaturan soal pemuatan dissenting opinion pada masing-masing lembaga yudikatif tersebut.

 

Di satu sisi, UU No.24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi tidak mengharuskan Mahkamah Konstitusi mengeluarkan peraturan khusus mengenai tata cara pemuatan dissenting opinion. Sementara, UU Mahkamah Agung, khususnya Pasal 30 ayat (4), mengamanatkan MA untuk mengatur lebih lanjut mengenai pemuatan dssenting opinion dalam putusan. Dan Ketua MA telah menegaskan bahwa MA akan mengeluarkan Perma mengenai dissenting opinion.

Tags: