7 Catatan Keberatan F-PKS Atas RUU Pembentukan Peraturan
Utama

7 Catatan Keberatan F-PKS Atas RUU Pembentukan Peraturan

Catatan cenderung hanya menyoroti soal pengaturan penerapan metode omnibus law yang dalam praktiknya menimbulkan masalah.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Keenam, FPKS pun mengkritisi pengaturan soal pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah provinsi yang diambil alih dan dikoordinasikan menteri di bidang peraturan perundang-undangan. Bagi FPKS, pengaturan tersebut bertentangan dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah.

Ketujuh, perubahan kedua atas UU 12/2011 tidak dimaksudkan semata-mata memberi payung hukum bagi UU 11/2020. Namun, dimaksudkan upaya perbaikan menyeluruh dalam tata cara penyusunan atau pembentukan peraturan perundang-undangan agar kualitas produk legislasi berpihak pada kepentingan masyarakat luas.

“Dengan disahkannya perubahan UU ini, tetap harus ada pembahasan ulang secara benar terhadap UU 11/2020 yang telah dinyatakan cacat formil/inkonstitusional bersyarat oleh MK,” kata anggota Komisi VIII ini.

Seperti diketahui, Perubahan Kedua UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan akibat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.91/PUU-XVIII/2020 terkait pengujian UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Sebab, secara formil, metode omnibus law tidak diatur dalam UU 12/2011 dan perubahannya dalam UU 15/2019.

Dalam rapat pleno Panja, Senin (7/2/2022) kemarin, Pimpinan Panja RUU 12/2011, Achmad Baidowi dalam laporannya mengatakan Panja memutus dan menetapkan 15 materi yang menjadi poin penting Perubahan Kedua UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pertama, perubahan terhadap Pasal 1 RUU dengan memasukan definisi omnibus law.

Kedua, perubahan atas penjelasan Pasal 5 huruf g RUU. Ketiga, perubahan Pasal 9 RUU dengan menambahkan empat ayat baru yang mengatur mengenai penanganan pengujian terhadap UU di MK oleh DPR dan pemerintah. Serta penanganan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan di bawah UU di Mahkamah Agung oleh pemerintah melalui kementerian/lembaga yang menangani urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan.

Keempat, perubahan bab IV RUU dengan menambahkan bagian baru dengan judul “perencanaan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus law”. Kelima, penambahan Pasal 42A RUU yang mengatur mengenai penggunaan metode omnibus law dalam penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan yang harus ditetapkan dalam dokumen perencanaan.

Tags:

Berita Terkait