3 Substansi Utama Rancangan Perpres Kepatuhan Hukum
Utama

3 Substansi Utama Rancangan Perpres Kepatuhan Hukum

Kepatuhan hukum dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, kepatuhan hukum dalam pelaksanaan hukum, dan peningkatan kesadaran hukum masyarakat.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Arfan Faiz Muhlizi saat berbincang soal R-Perpres tentang Kepatuhan Hukum di ruang kerjanya, Selasa (27/8/2024). Foto: RES
Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Arfan Faiz Muhlizi saat berbincang soal R-Perpres tentang Kepatuhan Hukum di ruang kerjanya, Selasa (27/8/2024). Foto: RES

Sejatinya pembentukan peraturan perundang-undangan disusun melalui proses perencanaan yang baik dengan melibatkan masyarakat melalui mekanisme “partisipasi publik”. Hal ini sebagai salah satu cara memastikan regulasi yang dibentuk sesuai kebutuhan masyarakat.  Pemerintah misalnya, saat ini masih menggodok Rancangan Peraturan Presiden (R-Perpres) tentang Kepatuhan Hukum Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Pelaksanaan Hukum. Proses penyusunannya membuka ruang partisipasi publik secara luas melalui portal partisipasiku.bphn.go.id.

Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Arfan Faiz Muhlizi, menyebut sedikitnya ada 3 substansi utama Rperpres ini. Pertama, kepatuhan hukum atas pembentukan peraturan perundang-undangan. Arfan menyebut pada dasarnya pembentukan peraturan di Indonesia sudah diatur UU No.12 Tahun 2011tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.13 Tahun 2022.

Sekalipun sudah ada pedomannya, ternyata masih ada tantangan yang dihadapi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Misalnya, saat ini politik hukum menghendaki pembentukan peraturan tidak boleh berdasarkan pada keinginan, tapi kebutuhan masyarakat. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat suatu rancangan peraturan.

Seperti rancangan UU, Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah (Perda) dan lainnya berdasarkan kebutuhan masyarakat yakni setiap usulan pembentukan aturan harus dilandasi kajian atau penelitian yang komprehensif.

“Kebijakan yang berbasis riset itu menjadi pijakan utama. Kita tidak mau bertambahnya peraturan perundang-undangan terlalu banyak tapi ternyata tidak betul-betul dibutuhkan masyarakat,” ujarnya saat berbincang kepada Hukumonline, Selasa (27/8/2024).

Baca juga:

Hukumonline.com

Arfan Faiz Muhlizi saat menjelaskan tantangan lain dalam proses legislasi. Foto: RES

Kajian atau penelitian yang memadai itu harus melibatkan masyarakat, termasuk masyarakat  terdampak. Hasilnya kemudian dituangkan dalam bentuk naskah akademik (Nasdik), terutama untuk UU dan Perda. Dokumen itu menjadi data pendukung yang menunjukan ada kebutuhan masyarakat terhadap suatu regulasi.

Tags:

Berita Terkait