2 Ketentuan KUHP Baru Berpotensi Mengancam Kerja Advokat Membela Klien
Utama

2 Ketentuan KUHP Baru Berpotensi Mengancam Kerja Advokat Membela Klien

Seperti ketentuan tentang contempt of court atau penghinaan terhadap badan peradilan, dan obstruction of justice atau menghambat proses hukum.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
 Sejumlah narasumber dalam diskusi daring bertema 'Proyeksi Implementasi Pasal-Pasal dalam KUHP Baru yang Berdampak pada Kewenangan dan Pelaksanaan Tugas Advokat untuk Melindungi HAM Kliennya', Rabu (28/08/2024). Foto: Tangkapan layar zoom
Sejumlah narasumber dalam diskusi daring bertema 'Proyeksi Implementasi Pasal-Pasal dalam KUHP Baru yang Berdampak pada Kewenangan dan Pelaksanaan Tugas Advokat untuk Melindungi HAM Kliennya', Rabu (28/08/2024). Foto: Tangkapan layar zoom

Sejatinya tugas advokat memberikan jasa hukum di dalam maupun luar pengadilan. Jasa hukum yang diberikan advokat seperti konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien. Praktiknya, pembelaan advokat terhadap klien tak selamanya berjalan mulus, tapi menghadapi berbagai tantangan salah satunya kriminalisasi.

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Anugerah Rizki Akbari mengatakan setidaknya ada 2 ketentuan dalam UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berpotensi mengancam kerja advokat dalam membela kliennya. Yakni tentang contempt of court dan obstruction of justice. Kedua hal itu memang tidak disebut secara rinci dalam UU 1/2023, tapi dapat dilihat dalam beberapa pasal. Misalnya Pasal 279 dan Pasal 280.

“Yang dimaksud contempt of court dalam KUHP yakni pada saat persidangan berlangsung,” katanya dalam diskusi daring bertema ‘Proyeksi Implementasi Pasal-Pasal dalam KUHP Baru yang Berdampak pada Kewenangan dan Pelaksanaan Tugas Advokat untuk Melindungi HAM Kliennya’, Rabu (28/08/2024).

Rizki menyoroti Pasal 280 ayat (1) huruf a yang mengancam pidana denda bagi pihak yang tidak mematuhi perintah pengadilan yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan. Sayangnya, tidak ada penjelasan yang rinci dalam ketentuan tersebut, misalnya apa yang dimaksud ‘perintah pengadilan’. Bahkan mirip dengan pengaturan Pasal 279 yang sanksinya tak sekedar denda, tapi juga penjara.

Baca juga:

Jika yang dimaksud frasa ‘perintah pengadilan’ itu terkait eksekusi, penyitaan, dan penahanan, Rizki melihat ada potensi berbenturan dengan Pasal 281 yang terkait dengan ketentuan ‘obstruction of justice’. Rizki menekankan berbagai pasal itu harus dipastikan tidak diinterpretasi sewenang-wenang. Pedoman yang disusun pemerintah dalam bentuk peraturan pelaksana KUHP penting untuk mengaturnya secara baik dan benar.

Pasal 280 ayat (1) huruf b menurut Rizki juga layak dicermati karena mengancam pidana denda bagi setiap orang dalam persidangan bersikap tidak hormat terhadap aparat penegak hukum, petugas pengadilan, atau persidangan setelah diperingatkan oleh hakim. Lagi-lagi beleid itu tidak memberi penjelasan yang rinci terhadap ketentuan itu. Padahal dalam persidangan tak jarang advokat yang membela kliennya mempersoalkan bukti di pengadilan dengan melontarkan pernyataan dan tingkah laku yang bisa melalui ketentuan itu dianggap tidak hormat kepada aparat.

Tags:

Berita Terkait