10 Catatan Kritis Terhadap Kebijakan Wajib Pungut PPN
Berita

10 Catatan Kritis Terhadap Kebijakan Wajib Pungut PPN

Penerapan kebijakan WAPU PPN dinilai terlalu luas, tanpa memperhatikan karakteristik usaha.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

Padahal, lanjutnya, fungsi kontrol pemerintah sudah sangat tinggi dalam pengawasan transaksi BUMN dan entitas anak. Maka, menurut hematnya, apabila kebijakan WAPU PPN tetap dijalankan hanya untuk tujuan mengamankan penerimaan negara dan mencegah ketidakpatuhan pemungutan dan penyetoran PPN, menjadi kurang tepat.

 

Keenam, RS Pemerintah sebagai WAPU PPN & Problem BPJS. Lain halnya dengan rekanan RS Pemerintah yang didominasi oleh vendor obat-obatan dan alat kesehatan. Menghadapi persoalan yang sama, vendor obat & alat kesehatan juga mengalami kesulitan cashflow karena akumulasi lebih bayar Pajak Masukan yang terlampau besar.

 

Sebab, Pajak Keluaran telah dipungut dan disetor terlebih dahulu oleh RS Pemerintah selaku WAPU PPN. “Bagai peribahasa ‘sudah jatuh, tertimpa tangga’ mereka harus menghadapi derita cash flow lainnya dari problem pencairan dana BPJS yang tertunda. Tunggakan tagihan/piutang RS Pemerintah baru bisa diterima saat dana BPJS sudah cair (3-6 bulan),” imbuhnya.

 

Ketujuh, besarnya beban kepatuhan. Proses restitusi tidak hanya menghambat cash flow perusahaan, melainkan juga menambah beban kepatuhan, khususnya risiko pemeriksaan pajak (tax audit) sebagai konsekuensi atas pengajuan restitusi (psychological cost, administrative cost, opportunity cost, time cost, direct money cost).

 

Delapan, Visi Nawacita Jokowi. Di pemerintahan Presiden Joko Widodo, BUMN merupakan pelaku utama pembangunan dan didorong untuk secara kreatif melakukan terobosan pembiayaan, yang berkonsekuensi pada meningkatnya risiko usaha. Toh kebijakan ini harus diambil demi memastikan misi membangun dari pinggiran dan menciptakan pemerataan terwujud. Hal ini tercermin dalam komitmen BUMN yang “hadir untuk negeri”. Di tengah besarnya kebutuhan pembiayaan, menjadi kontradiktif jika kebijakan WAPU PPN bagi transaksi intercompany BUMN diterapkan.

 

Sembilan, Dengan demikian, menurut Yustinus kebijakan WAPU PPN perlu ditinjau kembali dan disempurnakan aturan pelaksanannya. Pengecualian RS Pemerintah sebagai subjek WAPU PPN adalah langkah yang tepat dan akan mampu meringankan cashflow rekanan/vendor. Sedangkan dalam kasus BUMN dan entitas anak, mekanisme WAPU PPN menjadi kebijakan yang tidak efektif dan penerapan aturan pelaksananya perlu disempurnakan (PMK 85/PMK.03/2012, PMK 136/PMK.03/2012 dan 37/PMK.03/2015).

 

Khususnya, mengecualikan kewajiban pemungutan PPN atas intercompany transaction BUMN dengan menambahkan kriteria kepemilikan saham paling rendah 25% baik langsung maupun tidak langsung.

Tags:

Berita Terkait