KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bisakah Gugatan Balik Diajukan ke Pengadilan yang Berbeda?

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Bisakah Gugatan Balik Diajukan ke Pengadilan yang Berbeda?

Bisakah Gugatan Balik Diajukan ke Pengadilan yang Berbeda?
Dr. Ghansam Anand, S.H. M. KnPusat Kajian Hukum Bisnis FH Unair
Pusat Kajian Hukum Bisnis FH Unair
Bacaan 10 Menit
Bisakah Gugatan Balik Diajukan ke Pengadilan yang Berbeda?

PERTANYAAN

Apakah gugatan balik dapat diajukan ke pengadilan yang berbeda? Dan bagaimana akibat hukumnya? Seperti pada kasus sengketa merek kosmetik yang sempat ramai, dimana pemilik merek M menggugat pemilik merek P di Pengadilan Niaga Medan, dan pemilik P juga mengajukan gugatan ke pemilik merek M ke Pengadilan Niaga Surabaya. Pada Pengadilan Niaga Medan, pihak M dimenangkan dan menyatakan merek P menjiplak dan memerintahkan Kemenkumham menghapus pendaftaran merek P. Namun pada Pengadilan Niaga Surabaya justru pihak P yang dimenangkan dan hakim mengabulkan ganti rugi yang dituntut P senilai kurang lebih 37M karena menyatakan pihak M sudah memakai merek M yang mirip dengan merek P tanpa izin.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Gugatan balik atau rekonvensi merupakan gugatan balasan yang diajukan tergugat terhadap gugatan yang diajukan penggugat kepadanya. Untuk dapat mengajukan gugatan rekonvensi, maka harus diajukan bersama-sama dengan jawaban pertama tergugat.

    Tujuan dari gugatan rekonvensi adalah untuk menyederhanakan proses berperkara, menegakkan asas peradilan sederhana, menghemat biaya dan waktu, serta menghindari putusan yang saling bertentangan.

    Namun demikian, gugatan rekonvensi bersifat opsional, yang merupakan hak tergugat. Sehingga tidak ada kewajiban bagi tergugat untuk mengajukan gugatan balasan dalam perkara yang sama atau berhubungan, sehingga tergugat dapat saja mengajukan gugatan balasan dalam bentuk gugatan tersendiri.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Mengenal Gugatan Balik dan Tujuannya

    Gugatan balik yang Anda maksud dalam pertanyaan, dalam hukum acara perdata biasa juga disebut dengan gugatan rekonvensi. Adapun, yang dimaksud dengan gugatan rekonvensi merujuk Pasal 132a HIR bermakna sebagai gugatan yang diajukan oleh tergugat sebagai gugatan balasan yang diajukan kepadanya, dan gugatan rekonvensi itu diajukan tergugat kepada pengadilan pada saat berlangsung proses pemeriksaan gugatan yang diajukan penggugat.[1]

    KLINIK TERKAIT

    Mengenal Gugatan In Rem dan Dasar Hukumnya

    Mengenal Gugatan <i>In Rem</i> dan Dasar Hukumnya

    Lebih lanjut, dalam Penjelasan Pasal 132a HIR diterangkan, tergugat diberikan kesempatan untuk mengajukan gugatan melawan, yang artinya untuk mengajukan gugatan kembali kepada penggugat, maka tergugat tidak perlu mengajukan gugatan baru, akan tetapi cukup dengan mengajukan gugatan pembalasan itu dengan jawabannya terhadap gugatan lawannya.

    Baca juga: Mengenal Gugatan Balik atau Rekonvensi

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Adapun, lawan dari gugatan rekonvensi adalah gugatan konvensi. Gugatan konvensi ini merupakan istilah untuk menyebut gugatan awal atau gugatan asli. Akan tetapi, istilah gugatan konvensi tersebut tidak digunakan, apabila tidak ada gugatan rekonvensi. Sehingga, istilah konvensi baru akan digunakan apabila ada rekonvensi.

    Berdasarkan penjelasan tersebut, kami akan memberikan ilustrasi sederhana, yaitu misalnya A menggugat B, maka gugatan A disebut sebagai gugatan konvensi, karena selanjutnya B mengajukan gugatan balik kepada A, sehingga gugatan dari B kepada A ini disebut sebagai gugatan rekonvensi. Karena gugatan rekonvensi adalah balasan terhadap gugatan yang telah diajukan oleh penggugat, maka tidak dibenarkan apabila tergugat ke I misalnya, lalu menggugat tergugat lainnya, melainkan gugatan balasan harus ditujukan kepada penggugat atau para penggugat atau salah seorang/beberapa orang dari penggugat saja oleh tergugat, para tergugat, atau turut tergugat.[2]

    Untuk dapat mengajukan gugatan rekonvensi, maka harus diajukan bersama-sama dengan jawaban pertama tergugat.[3] Oleh karena itu, apabila dalam pemeriksaan pertama tidak diajukan gugatan rekonvensi, maka dalam pemeriksaan tingkat banding atau kasasi tidak dapat dilakukan gugatan rekonvensi.[4]

    Hal ini ditegaskan juga di dalam Putusan MA No. 2091 K/Sip/1970, yang kaidah hukumnya menyatakan bahwa gugatan rekonvensi harus diajukan dalam jawabannya dalam persidangan pada Pengadilan Negeri dan tidak dibenarkan diajukan dalam pemeriksaan di tingkat kasasi di Mahkamah Agung.

    Apabila gugatan konvensi dicabut, maka gugatan rekonvensi tidak dapat dilanjutkan pemeriksaannya. Gugatan konvensi dan rekonvensi diperiksa dan diputus dalam satu putusan kecuali jika menurut pendapat hakim, salah satu dari gugatan dapat diputus terlebih dahulu. Demikian pula apabila gugatan konvensi tidak dapat diterima, maka gugatan rekonvensi juga tidak dapat diterima, hal sesuai dengan Putusan MA No. 913 K/Pdt/1975, yang dalam kaidah hukumnya menyatakan bahwa sesuai sifat accesoir yang melekat pada gugatan rekonvensi dan intervensi terhadap gugatan konvensi, maka apabila gugatan konvensi dinyatakan niet onvankelijke verklaard dengan sendirinya gugatan rekonvensi dan intervensi pun harus dinyatakan tidak dapat diterima.

    Adapun, tujuan diakomodasinya gugatan rekonvensi dalam hukum acara perdata adalah untuk menyederhanakan proses berperkara, menegakkan asas peradilan sederhana, menghemat biaya dan waktu, serta menghindari putusan yang saling bertentangan.[5]

    Jika Gugatan Balik Diajukan ke Pengadilan yang Berbeda

    Kemungkinan terjadinya putusan yang saling bertentangan dapat terjadi dalam kasus yang saling berkaitan atau berhubungan dengan gugatan konvensi, apabila pemeriksaan perkara keduanya terpisah dan berdiri sendiri.

    Pertentangan ini dapat terjadi karena diperiksa oleh majelis hakim yang berbeda atau oleh pengadilan yang berbeda, seperti kasus yang Anda sampaikan, dimana merek M menggugat pemilik merek P di Pengadilan Niaga Medan, dan pemilik merek P juga mengajukan gugatan ke pemilik merek M ke Pengadilan Niaga Surabaya sehingga terdapat putusan pengadilan yang saling bertentangan.

    Putusan pengadilan yang saling bertentangan tersebut, tentunya dapat dihindari apabila tergugat dalam perkara pertama mengajukan gugatan balik atau rekonvensi terhadap gugatan yang diajukan.

    Namun, perlu diperhatikan bahwa gugatan rekonvensi bersifat opsional sebab merupakan hak bagi tergugat untuk mengajukan gugatan balik atas gugatan penggugat, yang kemudian gugatan balik tersebut dikumulasikan dan diperiksa dalam satu perkara. Karena merupakan hak dari tergugat, maka tidak ada kewajiban bagi tergugat untuk mengajukan gugatan rekonvensi, sehingga tidak ada larangan apabila tergugat mengajukan dalam gugatan tersendiri seperti ilustrasi perkara yang diajukan dalam pertanyaan.

    Dalam kasus yang Anda sebutkan, sepanjang penelusuran kami, terdapat putusan yang serupa, yaitu Putusan PN Medan No. 2/Pdt.Sus-HKI/Merek/2022/PN Niaga Mdndengan tanggal register 15 Maret 2022 yang menyatakan bahwa penggugat (pemilik merek M) adalah pendaftar dan pengguga pertama merek M dan mempunyai hak eksklusif untuk menggunakan merek tersebut dan menyatakan pendaftaran merek atas nama tergugat (merek P) batal dengan segala akibat hukumnya.

    Sementara, dalam Putusan PN Surabaya No. 2/Pdt.Sus-HKI/Merek/2022/PN Niaga Sbydengan tanggal register 12 April 2022 yang menyatakan bahwa penggugat (merek P) memiliki hak eksklusif atas penggunaan merek dagang yang terdaftar pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dan menghukum tergugat (merek M) untuk membayar ganti rugi kepada penggugat.

    Atas perbedaan putusan tersebut, maka diputus melalui putusan kasasi Mahkamah Agung yaitu dalam Putusan MA No. 160 K/Pdt.Sus-HKI/2023 tanggal 30 Januari 2023 yang menolak permohonan kasasi dari pemilik merek P dan Putusan MA No. 161 K/Pdt.Sus-HKI/2023 tanggal 30 Januari 2023 yang mengabulkan permohonan kasasi merek M serta membatalkan putusan Putusan PN Surabaya 2/Pdt.Sus-HKI/Merek/2022/PN Niaga Sby. Sehingga dapat disimpulkan bahwa merek M adalah merek yang memiliki hak eksklusif atas mereknya.

    Oleh karena itu, jika dalam kasus yang sama atau berhubungan, tergugat justru mengajukan gugatan ke pengadilan yang berbeda (tidak mengajukan rekonvensi), maka ada potensi putusan pengadilan yang saling bertentangan. Jika terjadi hal demikian, maka dapat para pihak dapat mengajukan banding hingga kasasi untuk menilai putusan pengadilan di bawahnya.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Herzien Inlandsch Reglement (HIR);
    2. Reglement Tot Regeling van Het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura (RBg).

    Putusan:

    1. Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 2/Pdt.Sus-HKI/Merek/2022/PN Niaga Mdn;
    2. Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 2/Pdt.Sus-HKI/Merek/2022/PN Niaga Sby;
    3. Putusan Mahkamah Agung Nomor 2091 K/Sip/1970;
    4. Putusan Mahkamah Agung Nomor 913 K/Pdt/1975;
    5. Putusan Mahkamah Agung Nomor 160 K/Pdt.Sus-HKI/2023;
    6. Putusan Mahkamah Agung Nomor 161 K/Pdt.Sus-HKI/2023.

    Referensi:

    1. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, cetakan kedelapan. Jakarta: Sinar Grafika, 2008;
    2. Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. Cetakan kesebelas. Bandung: Mandar Maju, 2009.

    [1] M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Cetakan kedelapan. Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 468

    [2] Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. Cetakan kesebelas. Bandung: Mandar Maju, 2009, hal. 41)

    [3] Pasal 132b ayat (1) Herzien Inlandsh Reglement (“HIR”) dan Pasal 158 ayat (1) Reglement Tot Regeling van Het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura (“RBg”)

    [4] Pasal 132a HIR dan Pasal 167 ayat (2) RBg

    [5] (M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Cetakan kedelapan. Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 472-473)

    Tags

    gugatan
    gugatan perdata

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Somasi: Pengertian, Dasar Hukum, dan Cara Membuatnya

    7 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!