Saya bagian SDM pada sebuah perusahaan swasta. Dalam Pasal 8 KEP 102/MEN/IV/2004 dinyatakan bahwa perhitungan upah lembur didasarkan pada upah bulanan dengan perhitungan upah 1/173 kali upah sebulan. Apabila perusahaan tersebut dalam menghitung upah lembur tidak sesuai dengan Pasal 8 KEP 102/MEN/IV/2004 tetapi menggunakan metode lain di mana upah yang dihitungkan adalah upah harian langsung dibagi 8 jam. Apakah metode ini layak digunakan? Mohon Penjelasannya.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Jika mempekerjakan melebihi waktu kerja, pengusaha wajib membayar upah kerja lembur. Adapun upah lembur pada dasarnya dihitung berdasarkan upah bulanan yang saat ini diatur di dalam PP 35/2021. Lantas bagaimana cara menghitung upah lembur pekerja?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Upah Lembur yang dibuat oleh Umar Kasim dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 2 Maret 2010 dan dimutakhirkan pertama kali oleh Saufa Ata Taqiyya, S.H., pada Kamis, 28 Januari 2021.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata–mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Aturan Upah Lembur
Sebelum membahas mengenai upah lembur, perlu Anda pahami terlebih dahulu bahwa setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja, yaitu:[1]
7 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu; atau
8 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk 5 hari kerja dalam seminggu.
Patut dicatat, mempekerjakan lebih dari waktu kerja sebisa mungkin harus dihindarkan karena pekerja harus punya waktu yang cukup untuk istirahat dan memulihkan kebugarannya.
Tapi, jika ada kebutuhan mendesak yang harus segera diselesaikan dan tidak dapat dihindari, maka pekerja dapat bekerja melebihi waktu kerja dengan harus memenuhi syarat sebagai berikut.[2]
ada perintah dari pengusaha;
ada persetujuan dari pekerja yang bersangkutan dalam bentuk tertulis dan/atau melalui media digital;
waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 4 jam dalam sehari dan 18 jam dalam seminggu.
Karena telah bekerja melebihi waktu kerja, pengusaha wajib membayar upah kerja lembur.[3] Selain membayar upah lembur, perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh untuk lembur juga wajib memberikan kesempatan untuk istirahat secukupnya dan memberikan makanan dan minuman minimal 1.400 kilo kalori untuk kerja lembur selama 4 jam atau lebih.[4]
Sebagai tambahan informasi, pekerja yang lembur juga berhak atas uang makan dan minum, jika pemberian makan dan minum pada waktu lembur diganti dengan uang.[5]
Perhitungan Upah Lembur
Menyambung pertanyaan Anda mengenai perhitungan upah lembur dalam Pasal 8 Kepmenakertrans 102/2004, perlu kami sampaikan bahwa ketentuan tersebut telah dicabut sejak tanggal 2 Februari 2021 berdasarkan Permenaker 23/2021.[6] Saat ini, ketentuan mengenai upah lembur mengacu pada PP 35/2021 yaitu sebagai berikut.
Pada dasarnya, upah lembur dihitung berdasarkan upah bulanan. Jika komponen upah terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap, maka upah lembur dihitung 100% dari upah. Sedangkan, jika komponen upah terdiri dari upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap, dan apabila upah pokok ditambah tunjangan tetap <75% dari total upah, maka upah lembur sama dengan 75% dari total upah.[7]
Apabila upah sebulan lebih rendah dari upah minimum, maka yang digunakan sebagai acuan menghitung upah lembur adalah upah minimum yang berlaku di wilayah tempat pekerja bekerja.[8]
Jika upah dibayar secara harian, maka hitungan besarnya upah sebulan adalah upah sehari dikali 25 untuk waktu kerja 6 hari kerja dan upah sehari dikali 21 untuk waktu kerja 5 hari.[9]
Sementara, jika upah dibayarkan berdasarkan perhitungan satuan hasil, maka upah sebulan sama dengan penghasilan rata-rata dalam setahun atau 12 bulan terakhir.[10]
setiap jam kerja lembur berikutnya: 2 x upah sejam
Lembur di Hari Istirahat Mingguan dan/atau Hari Libur Resmi
untuk waktu kerja 6 hari kerja dan 40 jam seminggu:[13]
jam pertama s.d. jam ketujuh: 2 x upah sejam
jam kedelapan: 3 x upah sejam
jam kesembilan s.d. jam kesebelas: 4 x upah sejam
Jika hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek:[14]
jam pertama s.d. jam kelima: 2 x upah sejam
jam keenam: 3 x upah sejam
jam ketujuh s.d. jam kesembilan: 4 x upah sejam
untuk waktu kerja 5 hari kerja dan 40 jam seminggu:[15]
jam pertama s.d. jam kedelapan: 2 x upah sejam
jam kesembilan: 3 x upah sejam
jam kesepuluh s.d. jam kedua belas: 4 x upah sejam
Jadi, dasar untuk menghitung upah kerja lembur didasarkan pada upah bulanan dan bukan upah harian sebagaimana Anda tanyakan. Namun, jika hitungan upah kerja lembur dari perusahaan itu nilainya lebih baik, maka hitungan tersebut diperbolehkan dan tetap berlaku.[16]
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.