Aturan Masa Jabatan Pimpinan KPK Tidak Multitafsir
Berita

Aturan Masa Jabatan Pimpinan KPK Tidak Multitafsir

Semestinya yang mengajukan permohonan pengujian ini adalah Busyro, pihak yang terpilih menjadi pengganti pimpinan KPK.

ASh
Bacaan 2 Menit
Busyro Muqoddas Ketua KPK. Foto: Sgp
Busyro Muqoddas Ketua KPK. Foto: Sgp

Pasal 34 UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam implementasinya tidak menimbulkan keraguan, kerancuan, kerugian atau dalam posisi yang tidak dapat dilaksanakan. Hal itu ditandai dengan adanya Keppres No 129/P/ Tahun 2010 yang menetapkan Busyro Muqoddas sebagai Pimpinan KPK pengganti melanjutkan sisa masa jabatan pimpinan KPK periode 2007-2011.  

 

Demikian tanggapan pemerintah yang disampaikan Direktur Litigasi Kemenkumham Mualimin Abdi dalam pengujian Pasal 33 dan 34 UU KPK dalam sidang pleno di Gedung MK Jakarta, Kamis (28/4).           

 

Permohonan ini diajukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) beserta sekelompok elemen masyarakat yang terdiri dari Ardisal (LBH Padang), Feri Amsari (Dosen FH Universitas Andalas), Teten Masduki (Sekjen TII), dan Zaenal Arifin Mochtar (Dosen FH UGM).

 

Mereka menguji Pasal 33 dan 34 UU KPK yang menetapkan masa jabatan pimpinan KPK empat tahun. Aturan itu ditafsirkan keliru oleh Komisi Hukum DPR saat fit and proper test calon pimpinan KPK pengganti (Antasari Azhar) yang menetapkan jabatan Busyro Muqoddas hanya 1 tahun.

 

Para pemohon menilai penetapan jabatan Busyro selaku Ketua KPK hanya setahun dinilai mubazir karena proses seleksi pengganti pimpinan KPK memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Busyro seharusnya menjabat selama empat tahun sama halnya anggota KPK lainnya.  

 

Karena itu, para pemohon meminta MK menafsirkan Pasal 33 dan 34 UU KPK yang dimaknai bahwa pimpinan dan atau pimpinan KPK pengganti memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan (conditionally constitusional).

 

Menurut pemerintah, tafsir kembali atau dimaknai secara bersyarat dapat dilakukan jika materi muatan norma dalam undang-undang itu dapat menimbulkan kerugian konstitusional bagi pemohon. Sebab, para pemohon dianggap tidak memiliki kerugian konstitusional dalam pengujian undang-undang ini, sehingga Pasal 34 tidak perlu dimaknai secara konstitusional bersyarat.

 

Ia menilai dalam permohonan pemohon tidak dijelaskan apakah materi pasal yang diuji itu menegasikan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum serta perlakuan sama di hadapan hukum. Sebab, para pemohon tidak dalam posisi sebagai calon pimpinan KPK yang mengikuti seleksi saat itu.

 

“Jika anggapan para pemohon benar, semestinya yang mengajukan permohonan pengujian ini adalah pihak yang terpilih menjadi pengganti pimpinan KPK (Busyro),” ujarnya.

 

Anggapan berlakunya Pasal 34 UU KPK bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menimbulkan kerugian konstitusional bagi para pemohon dinilai tidak tepat dan kabur (obscuur libels). “Justru dengan terbitnya Keppres No 129/P Tahun 2010 itu telah mencerminkan kepastian hukum terhadap masa jabatan pimpinan KPK pengganti. “Karena itu, Pasal 34 UU KPK tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.”

 

Persidangan ini ditunda hingga Senin 23 Mei mendatang untuk memberi kesempatan kepada para pemohon untuk menghadirkan ahli.

Tags: