Aturan Pelaksana UU Koperasi dan UMKM Tak Kunjung Lahir
Berita

Aturan Pelaksana UU Koperasi dan UMKM Tak Kunjung Lahir

Disebabkan adanya beda kriteria mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah dan akan menghadang pemberdayaan UMKM.

MVT
Bacaan 2 Menit
Aturan Pelaksana UU Koperasi dan UMKM tak kunjung lahir, Foto: Sgp
Aturan Pelaksana UU Koperasi dan UMKM tak kunjung lahir, Foto: Sgp

Pemerintah memiliki satu pekerjaan rumah penting dalam upaya memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah, yaitu mengeluarkan Peraturan Pemerintah. PP ini diperlukan sebagai aturan pelaksana UU No.20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Tanpa PP, pemberdayaan sektor UMKM akan sulit dikembangkan. 

 

Penyusunan PP ini merupakan amanat Pasal 41 UU UMKM. Disebutkan, pemerintah diwajibkan mengeluarkan PP paling lambat setahun sejak diundangkan, 4 Juli 2008. Namun, hingga kini PP tersebut belum juga keluar karena masih dalam proses pembahasan oleh kementerian terkait.

 

Padahal, ada banyak hal yang memerlukan pengaturan lebih lanjut dalam PP. Semisal, aturan detil mengenai program kemitraan UMKM dengan usaha besar. Juga, aturan mengenai tata cara pemberian sanksi bagi pelaku usaha besar yang sengaja memiliki atau menguasai UMKM sebagai mitra usahanya dalam program kemitraan tersebut. UU menyebutkan dua bentuk sanksi bagi pelaku usaha besar yang melanggar hal ini, yaitu denda dan sanksi administratif.

 

Menurut Neddy Rafinaldy Halim, Deputi Menteri Koperasi dan UKM Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha, PP ini belum juga selesai karena penyusunannya tidak mudah. Banyak sektor yang harus dilibatkan dan diperhatikan kepentingannya untuk menentukan program pemberdayaan UMKM.

 

Neddy mencontohkan, tim penyusun RPP terhambat dalam menentukan indikator usaha kecil, menengah besar. Sebab, tiap sektor memiliki kriteria sendiri. Dalam UU No.20/2008, kriteria yang dipakai adalah besaran aset dan omzet.

 

Pelaku usaha dikategorikan mikro jika asetnya hanya Rp50 juta dan omzet tahunan tidak lebih dari Rp300 juta. Kemudian, pelaku usaha disebut kecil jika asetnya Rp50 juta hingga Rp500 juta dengan omzet tahunan Rp300 juta sampai Rp2,5 miliar. “Namun, tidak semua sektor memiliki kriteria yang sama,” keluhnya ditemui usai seminar di Jakarta Media Center, Senin (20/12).

 

Sektor lain, lanjut Neddy, memiliki kriteria masing-masing. Misalnya, sektor tenaga kerja dan industry. Ada beragam kategori jenis usaha berdasarkan jumlah tenaga kerja yang diserap. “Ini kan dapat mempengaruhi kredit UKM ke perbankan juga,” imbuhnya.

Tags: