Implementasi UU Pelayanan Publik Dinilai Belum Maksimal
Berita

Implementasi UU Pelayanan Publik Dinilai Belum Maksimal

Pemerintah dinilai tidak memiliki itikad baik untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik.

Sam
Bacaan 2 Menit
 Implementasi UU Pelayanan Publik Dinilai Belum Maksimal
Hukumonline


Buruknya pelayanan publik menjadi salah satu indikator gagalnya reformasi birokrasi. Asa memperbaiki pelayanan publik sebenarnya tersembul dengan diundangkannya UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Sayang, implementasi undang-undang ini dinilai masih belum maksimal.

Dalam sebuah diskusi di Komplek Parlemen, Senin (31/5), pengamat politik dari Universitas Indonesia Andrinof Chaniago mengatakan kualitas SDM yang menjalankan fungsi pelayanan publik masih memperhatikan. “Misalnya muncul kasus bayi tertukar dan juga kasus Gayus Tambunan menjadi salah satu fakta nyata tentang bagaimana buruknya pelayanan publik yang masih terjadi di masyarakat,” dia mencontohkan.

UU Pelayanan Publik, kata Andrinof, seharusnya dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan publik. “Undang-undang ini akan memaksa birokrasi untuk bekerja secara baik. Jika birokrasi bekerja secara baik dan dipercaya masyarakat, maka keadaan ekonomi juga bisa membaik,” ujarnya.

Masalahnya, menurut Andrinof, UU Pelayanan Publik masih dipandang sebelah mata oleh para pejabat publik khususnya di tingkat bawah. Selain itu, masyarakat yang seharusnya menjadi pengontrol pemerintah, belum bisa menjalankan fungsinya dengan maksimal. Pemahaman masyarakat terhadap UU Pelayanan Publik dinilai masih minim.

“Masyarakat bisa berperan ketika sudah mengetahui terlebih dahulu soal aturan, kemudian sadar, baru kemudian masyarakat bisa bertindak jika memang pelayanan publik ini tidak berjalan dengan baik,” ujarnya.

Sulastio dari Indonesia Parliamentary Center mengatakan buruknya pelayanan publik terjadi karena memang tidak ada itikad baik dari pemerintah dalam reformasi birokrasi. Sulastio melihat koordinasi antar Kementerian juga buruk. Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara sebagai pihak yang berwenang menindak pejabat publik tidak bisa maksimal karena tidak bisa menjangkau sampai ke tingkat bawah.

“Puskesmas lebih nurut kepada Menkes, sekolah kepada Kemendiknas. Untuk itulah, kerjasama Menpan dengan Kementrian lainnya yang sebenarnya punya tangan sampai ke tingkat daerah harus diperbaiki,” papar Sulastio.

Anggota Komisi II Mahfudz Siddiq berpendapat pelayanan publik buruk karena pemerintah tidak menjadikannya program prioritas. Hal itu, lanjut Mahfudz, antara lain terlihat dari minimnya sosialisasi program reformasi birokrasi.

“Bahwa sesungguhnya banyak klausul dari undang-undang yang bisa dieksekusi oleh pemerintah. Tanpa harus menunggu kebijakan nasional untuk standarisasi pelayanan publik nasional, walaupun kini RPP-nya tengah disusun. Menurut saya ini kelambanan yang terjadi,” tuturnya.

Tags: