Soal Eksekusi Mati TKI, Wapres Minta Masyarakat Pahami Yurisdiksi Hukum Arab Saudi
Berita

Soal Eksekusi Mati TKI, Wapres Minta Masyarakat Pahami Yurisdiksi Hukum Arab Saudi

Tidak diterimanya permohonan maaf dan diyyat (denda) oleh pihak ahli waris korban menjadi faktor utama eksekusi mati M. Zaini Misrin diberlangsungkan.

CR-25
Bacaan 2 Menit

 

Ketiga, mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengerahkan sumber daya politik dan diplomasi untuk membebaskan ratusan buruh migran yang terancam hukuman mati di seluruh dunia serta melakukan moratorium hukuman mati di Indonesia sebagai bentuk komitmen moral penentangan atas hukuman mati.

 

Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kala, meminta masyarakat untuk memahami yurisdiksi hukum Arab Saudi terhadap eksekusi mati Muhammad Zaini. Jusuf Kala juga menjelaskan perbedaan antara kasus M. Zaini dengan Satinah yang dijatuhi hukuman pancung karena didakwa membunuh majikannya pada 2014 lalu. Dalam kasus Satinah, ahli waris mau memaafkan dan menerima uang diyat atau denda.

 

“Yang dulu Satinah kan mereka minta bayaran, uang diyat itu dibayarkan ke pihak keluarga. Ini (korban Zaini) tidak mau, mungkin mereka keluarga berada, jadi pokoknya dia marah bapaknya terbunuh, ya itu kita tidak pahami. Tetapi itu hukum disitu, kita tentu bisa pahami itu,” jelas Jusuf Kalla, seperti dilansir Antara.

 

Menteri Ketenagakerjaan, M. Hanif Dhakiri, mengungkapkan pemerintah kesulitan untuk mengetahui perihal eksekusi yang dilaksanakan pada Minggu (18/3) lalu, karena tidakada pemberitahuan. Terlebih lagi, jelas Hanif, Arab Saudi menggunakan sistem hukum dengan sistem pengadilan yang tidak terbuka seperti Indonesia.

 

(Baca Juga: Komite PBB Perlu Tagih Komitmen Pemerintah Indonesia Soal Perlindungan Buruh Migran)

 

Namun, Hanif tidak menampik bahwa pemerintah telah mengupayakan sedemikian rupa dalam mendampingi kasus tersebut. Hanya saja, kata Hanif, perbedaan sistem hukum antar negara mempersulit pihak pemerintah dalam hal ini.

 

“Jadi sulit di kita karena hukum disana tergantung ahli waris. Jika memberikan pemaafan maka hukumannya bisa lebih ringan. Tapi keluarga tetap bergeming tidak memberikan maaf sehingga terjadi,” ujar Hanif.

 

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Nusron Wahid, mengatakan sejak zaman Presiden SBY hingga Jokowi pemerintah sudah all out melakukan pembelaan. Bahkan pada Januari 2017, kata Nusron, Presiden Joko Widodo telah menyampaikan surat kepada Raja Saudi meminta penundaan untuk mengumpulkan bukti-bukti baru, sehingga Raja Saudi menyetujui penundaan eksekusi selama 6 bulan pada Mei 2017.

Tags:

Berita Terkait